Wabah Covid-19 tidak hanya menelan korban jiwa dan mengancam kesehatan. Penularan penyakit ini juga berdampak terhadap kondisi ekonomi masyarakat dan sektor usaha. Kebijakan jaga jarak fisik atau bekerja dari rumah untuk mencegah penyebaran virus ini juga berimbas pada turunnya pemasukan pelaku usaha, khususnya sektor informal yang menggantungkan nasib pada aktivitas masyarakat.
Alih-alih untuk membayar cicilan pinjaman kredit/pembiayaan di bank atau perusahaan leasing, untuk membiayai kebutuhan sehari-hari pun sulit. Maret lalu, Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Tujuan dari peraturan ini ialah sebagai landasan untuk memberikan ruang gerak bagi pelaku usaha agar dapat mempertahankan usahanya, dan di sisi lain menjaga agar kondisi keuangan Indonesia tetap stabil. Nah, salah satu upayanya ialah melalui restrukturisasi kredit atau pembiayaan. Berikut delapan hal yang perlu Anda ketahui tentang restrukturisasi kredit/pembiayaan ini.
1. Apa itu restrukturisasi?
Restrukturisasi adalah keringanan pembayaran cicilan pinjaman di bank atau perusahaan pembiayaan/leasing.
2. Apakah utang pinjaman bisa dihapuskan dengan restrukturisasi?
Tidak. Restrukturisasi bukan penghapusan utang, melainkan memberikan keringanan untuk membayar cicilan utang. Jadi, utang Anda masih ada.
3. Apakah tetap harus membayar cicilan pinjaman?
Cicilan pinjaman tetap harus dibayar, tetapi diberikan keringanan berdasarkan penilaian dan kesepakatan bersama antara Anda dan bank/leasing.
4. Seperti apa bentuk keringanan yang diberikan bank/leasing?
Dalam POJK 11/POJK.03/2020 disebutkan bentuk-bentuk keringanan kredit/pembiayaan yang bisa diberikan bank/leasing, antara lain:
a) penurunan suku bunga;
b) perpanjangan jangka waktu;
c) pengurangan tunggakan pokok;
d) pengurangan tunggakan bunga;
e) penambahan fasilitas kredit/pembiayaan;
f) konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.
5. Seperti apa contoh konkret pemberian keringanan?
Misal, Adi, seorang pengemudi ojek daring, yang sebelumnya ramai penumpang, kini sejak adanya virus korona sulit mendapatkan penumpang dan tidak sanggup membayar cicilan motor di leasing.
Adi bisa mendapatkan keringanan untuk penundaan pembayaran pokok/bunga, misal 3, 6, 9, atau 12 bulan, sesuai kesepakatan bersama dengan leasing.
6. Bagaimana cara mengajukan keringanan?
Anda bisa menghubungi bank/leasing tempat Anda meminjam tanpa perlu datang langsung ke kantornya. Hubungi melalui telepon, e-mail, Whatsapp, atau sarana komunikasi digital lain.
Ingat untuk tetap di rumah untuk mencegah penyebaran Covid-19. Beberapa pengumuman bank/leasing yang memberikan keringanan dapat Anda lihat di situs atau media sosial resmi OJK.
7. Apakah pengajuan pasti akan diberikan keringanan kredit/pembiayaan?
Pemberian keringanan ini diutamakan untuk usaha kecil yang terkena dampak Covid-19 dengan nilai pinjaman di bawah Rp 10 miliar, terutama UMKM, pekerja harian, nelayan, ojek daring, dan usaha kecil lain yang sejak terkena dampak Covid-19 mengalami kesulitan membayar cicilan pinjaman.
Bank/leasing yang akan menilai apakah Anda memenuhi kategori tersebut dan Anda akan diberikan bentuk keringanan yang sesuai, dan juga disesuaikan dengan kondisi keuangan bank/leasing tersebut.
Ingat, pemberian keringanan ini tidak berlaku untuk semua orang, hanya untuk masyarakat yang betul-betul membutuhkan. Bank/leasing memberikan keringanan dengan berhati-hati dan mencegah terjadinya moral hazard atau aji mumpung dari sekelompok orang yang sebetulnya sanggup membayar, tetapi menolak untuk membayar.
Jadi, apabila Anda masih memiliki penghasilan tetap atau masih sanggup membayar, buang jauh-jauh niat Anda untuk memanfaatkan keringanan ini. Biarlah bank/leasing fokus membantu saudara-saudara kita yang lebih membutuhkan.
8. Apa manfaat pemberian keringanan ini? Mengapa tidak sekaligus dihapuskan saja seluruh utang masyarakat di bank/leasing?
Pemberian keringanan ini untuk membantu masyarakat yang kesulitan membayar pinjaman, tetapi di sisi lain dapat tetap menjaga stabilitas keuangan. Mengapa dilakukan selektif? Sebab, bank/leasing juga mengalami kesulitan pemasukan akibat terkena dampak Covid-19.
Perusahaan bank/leasing tetap harus membayar bunga kepada para penabung/investor dan mengeluarkan biaya operasional (menggaji karyawan, biaya sewa, listrik, air, dan lain-lain), sementara tidak ada pendapatan dari nasabah.
Apabila harus menghapus semua utang yang ada, bank/leasing bisa terancam tutup, mem-PHK pegawai, dan ujung-ujungnya bisa berimbas ke ekonomi Indonesia. Perlu dipahami bahwa bank/leasing hanyalah lembaga perantara, mengalirkan modal dari masyarakat untuk disalurkan menjadi kredit pembiayaan kepada masyarakat.
Jika aliran kredit ini berhenti, perekonomian juga akan berhenti. Sebagaimana disampaikan ekonom Mirza Adityaswara lalu (CNBC Indonesia, 27 Maret 2020), bahwa sekitar 30 persen kredit perbankan adalah kredit konsumen, seperti kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan mobil (KPM).
Kemudian 15 persen hingga 20 persen adalah kredit UMKM sehingga sektor perbankan dan lembaga pembiayaan menghadapi risiko ”default yang disengaja” untuk eksposur 40 persen-50 persen kredit nasional atau setara dengan Rp 2.500 triliun, jumlah yang pasti akan membangkrutkan ekonomi Indonesia.
Namun, jika proses restrukturisasi dijalankan sesuai aturan yang disampaikan OJK, kekhawatiran itu tidak akan terjadi. Jadi, mari kita bersama-sama bijaksana melihat kebijakan pemberian keringanan pembiayaan ini.
Berikan kepada yang berhak dan betul-betul membutuhkan untuk menjaga kesehatan ekonomi Indonesia. Tentu, kita juga tetap berusaha agar virus korona ini cepat berlalu dengan selalu menjaga kesehatan pribadi dan tetap #DiRumahAja.