Dinamika Tanggap Kebijakan terhadap Covid-19
Dengan anggapan penurunan kasus baru akan terus berlanjut, diprakirakan jumlah kasus positif akan mencapai sekitar 11.000 orang jika kebijakan sekarang dilanjutkan.
Kapankah prakiraan terjadinya puncak Covid-19 di Indonesia?
Kasus pertama, dua orang diumumkan positif Covid-19 pada 2 Maret 2020. Selanjutnya pada kurun 2-15 Maret 2020, jumlah orang yang positif Covid-19 meningkat pesat menjadi 117 orang. Mulai 16 Maret, pemerintah gencar mengampanyekan pembatasan sosial (social distancing) dengan mengurangi aktivitas di luar rumah dalam bentuk bekerja dari rumah, belajar di rumah, dan beribadah dalam rumah.
Kenyataannya, kampanye pembatasan sosial masih belum efektif karena kasus positif Covid-19 yang dimulai dari Depok meluas ke Jakarta sebagai episenter, selanjutnya menyebar ke daerah lain di wilayah Indonesia seiring dengan pergerakan orang antarprovinsi. Dalam kurun waktu 16-31 Maret, jumlah orang yang positif Covid-19 meningkat sangat pesat menjadi 1.528 sehingga gagasan karantina wilayah (lockdown) di Jakarta semakin gencar disuarakan sebagian masyarakat dan ditolak pemerintah.
Seiring dengan penambahan kasus pada 30 Maret menjadi 1.414, akhirnya pemerintah mengambil langkah menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada 31 Maret 2020. PSBB mencakup peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, serta pembatasan kegiatan di tempat dan fasilitas umum.
Pada 10 April 2020, Provinsi DKI Jakarta resmi memberlakukan PSBB. Selanjutnya diikuti dengan penerapan PSBB di seluruh wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek); beberapa kota/kabupaten di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur; serta beberapa kota/kabupaten dan provinsi di luar Jawa. Penerapan PSBB tingkat provinsi pertama kali dilakukan DKI, selanjutnya menyusul Sumatera Barat sejak 23 April 2020. Dengan skala PSBB yang meluas ke provinsi lain, diharapkan mata rantai penyebaran Covid-19 bisa diputus.
Ada dua kebijakan utama dalam penerapan PSBB, yaitu jaga jarak dengan pembatasan sosial serta pembatasan gerak dengan diam di rumah dan tidak mudik. Yang disebut terakhir semula berbentuk imbauan tidak mudik telah meningkat menjadi larangan mudik sejak 25 April 2020. Kebijakan ini dilengkapi dengan gerakan memakai masker untuk semua.
Ada dua kebijakan utama dalam penerapan PSBB, yaitu jaga jarak dengan pembatasan sosial serta pembatasan gerak dengan diam di rumah dan tidak mudik.
Pola tanggap kebijakan
Alur cerita perjalanan Covid-19 dan tanggap kebijakan pemerintah di atas menjelaskan empat pola. Pertama, pola peningkatan pesat secara eksponensial kasus Covid-19 dalam waktu dua bulan mencapai 7.000 kasus positif dan per 29 April angka kasus positif mencapai 9.511 orang serta meninggal 773 orang. Kedua, pola peningkatan tanggap kebijakan secara bertahap dari imbauan, peringatan, larangan, sampai ancaman pelanggaran penerapan jaga jarak dan pembatasan gerak.
Ketiga, pola skala jaga jarak semula berbasis pemerintahan kota/kabupaten/provinsi bergeser meluas menjadi berbasis wilayah (DKI) dan sekitarnya, Tangerang Raya, dan Bandung Raya secara terpadu. Keempat pola pembatasan gerak dari imbauan diam di rumah, bekerja dari rumah, beribadah di rumah, dan jangan mudik, bagi yang telanjur mudik isolasi mandiri, sampai larangan mudik untuk menghentikan pergerakan orang antarprovinsi.
Empat pola tersebut saling berjalin berkelindan dalam rangkaian timbal balik yang penulis sebut sebagai dinamika tanggap kebijakan terhadap Covid-19 di Indonesia. Pertanyaannya, kapan Covid-19 akan berakhir? Jawaban pasti tentu tidak ada yang tahu karena gelombang kedua kasus Covid-19 dapat saja muncul kembali seperti pengalaman Wuhan setelah Covid-19 dinyatakan berakhir.
Jika pertanyaannya, kapankah prakiraan puncak Covid-19 di Indonesia? Setelah masa puncak akan diikuti dengan nol penambahan kasus positif baru sehingga upaya penyelesaian Covid-19 akan terfokus pada pasien dalam perawatan, yang akhirnya akan menurunkan pesat laju kematian dan meningkatkan pesat laju kesembuhan.
Berdasarkan hasil simulasi permodelan sistem dinamis, menggunakan data sampai 25 April (hari ke-52), hasil simulasi efek kebijakan yang dikelompokkan menjadi: (i) efek kebijakan 1, kendali ketat terhadap jaga jarak dan pembatasan gerak; (ii) efek kebijakan 2, kendali ketat terhadap jaga jarak dan kendali sangat ketat terhadap pembatasan gerak; (iii) efek kebijakan 3, kendali sangat ketat terhadap jaga jarak dan pembatasan gerak.
Pengungkit keberhasilan
Dari hasil simulasi permodelan, jumlah kasus Covid-19 diprakirakan mencapai puncaknya sebagai berikut: (i) jika kebijakan 1 sekarang dipertahankan, yaitu kendali ketat terhadap jaga jarak dan pembatasan gerak, puncak Covid-19 akan terjadi sekitar hari ke-103 sejak kasus pertama, yaitu sekitar 10 Juni 2020.
Kemudian, (ii) jika kebijakan 2, yaitu kebijakan 1 sekarang ditingkatkan dengan kendali sangat ketat terhadap pembatasan gerak, baik pergerakan orang di dalam maupun antarkota/kabupaten/provinsi, puncak Covid-19 akan terjadi sekitar hari ke-93 sejak kasus pertama, yaitu sekitar 1 Juni 2020.
Selanjutnya, (iii) jika kebijakan 3, yaitu kebijakan 1 sekarang ditingkatkan dengan kendali sangat ketat, baik terhadap jaga jarak di tempat-tempat aktivitas yang diperbolehkan maupun pembatasan gerak orang di dalam dan antarkota/kabupaten/provinsi, puncak Covid-19 akan juga terjadi sekitar hari ke-93 sejak kasus pertama, yaitu sekitar 1 Juni 2020.
Pembelajaran dari simulasi kebijakan ini adalah pengungkit keberhasilan kebijakan sangat ditentukan oleh kendali sangat ketat terhadap pembatasan gerak orang di dalam dan antarkota/kabupaten/provinsi. Data penambahan kasus baru positif terbesar terjadi pada hari ke-46 (data 400 kasus baru positif), setelah itu cenderung terus menurun.
Terlepas dari angka-angka prakiraan di atas—yang dapat keliru karena anggapan keliru—Covid-19 lebih dari sekadar angka karena menyentuh semua segi kehidupan manusia, sosial ekonomi, dan budaya. Pesan kemanusiaan dari tulisan ini bahwa selalu ada harapan badai Covid-19 akan berlalu. Yakin!
(Erman Aminullah, Profesor Riset Bidang Kebijakan Iptek LIPI)