Indonesia Pasca-Covid-19
Pandemi Covid-19 membuat masyarakat kita dan masyarakat dunia berubah karena menemukan normalitas baru. Pandemi Covid-19 mengajarkan dengan keras banyak hal yang sebelumnya kurang dipahami masyarakat.
Seluruh dunia sedang tergagap karena mendadak sontak dilanda pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19).
Berawal dari Wuhan, China, sejak Desember 2019, Covid-19 menyebar sangat cepat ke lima benua, menumpangi interaksi antarbangsa yang begitu intens di era globalisasi dan interdependensi ekonomi saat ini. Hingga tulisan ini dibuat, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengonfirmasi kasus Covid-19 di 210 negara.
Pandemi ini telah mengakibatkan hilangnya nyawa dan memengaruhi kehidupan miliaran manusia di seluruh dunia. Pembatasan perjalanan antarnegara adalah langkah awal yang diandalkan untuk mencegah meluasnya pandemi. Sebanyak 174 negara telah menutup perbatasannya, baik secara parsial maupun menyeluruh.
Menurut CNN, saat ini sekitar 93 persen penduduk dunia (7,2 miliar orang) terkena larangan bepergian. Berbagai event internasional pada 2020, mulai dari Olimpiade Tokyo, Ekspo Dunia di Dubai, hingga ribuan acara pertemuan, pameran, dan olahraga internasional, ditunda. Dampaknya, banyak maskapai penerbangan menghentikan operasi.
Semua negara berupaya mengatasinya dengan berbagai cara. Ada yang berhasil, seperti China, Korea Selatan, dan Vietnam. Ada yang belum berhasil karena angka penularan yang meningkat tinggi diiringi kematian massal, seperti Italia di bawah pemerintahan PM Giuseppe Conte dan Amerika Serikat di bawah Presiden Trump.
Jerman, negara dengan sistem jaminan sosial yang rapi dan disiplin masyarakat yang tinggi, juga mengalami kerepotan. India tertatih-tatih. Dari keberhasilan dan kekurangan yang dialami banyak negara, bisa dipetik pelajaran bahwa keberhasilan mencegah memburuknya situasi ditentukan kepatuhan warganya.
Pandemi ini telah mengakibatkan hilangnya nyawa dan memengaruhi kehidupan miliaran manusia di seluruh dunia.
Di Indonesia, penyebaran Covid-19 mulai terdeteksi pada 2 Maret 2020, termasuk negara yang belakangan mendapatkan kasus positif. Sampai hari ini (29 April 2020), warga Indonesia yang terpapar Covid-19 berjumlah 9.771 orang. Berhasil sembuh 1.391 orang, lebih banyak dari yang meninggal, 784 orang.
Beberapa minggu mendatang diharapkan jumlah yang sembuh setiap hari sudah bisa lebih banyak dari yang terpapar baru. Kita patut optimistis, beberapa bulan mendatang Covid-19 di Indonesia sudah dapat dikendalikan.
Respons kebijakan
Pemerintah telah mengambil langkah-langkah yang tepat dan terukur; menyaring orang yang datang dari luar negeri, anjuran untuk sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta penerapan penjarakan sosial dan fisik. Masyarakat diminta bekerja, belajar, dan beribadah di rumah, yang secara umum dipatuhi.
Sangat dihargai kepatuhan umat Islam yang mengikuti anjuran mengganti ibadah Jumat di masjid dengan shalat Dzuhur di rumah, umat Hindu yang menyelenggarakan ibadah hari raya Nyepi di rumah, juga umat Kristiani yang mengikuti ibadah dalam rangka Paskah secara daring dari rumah masing-masing.
Kebijakan penjarakan sosial dan mewajibkan penggunaan masker yang diterapkan di Korea Selatan, Jepang, dan Ceko cukup berhasil.
Kebijakan penjarakan sosial dan mewajibkan penggunaan masker yang diterapkan di Korea Selatan, Jepang, dan Ceko cukup berhasil. Di Korea, ditambah rapid test massal untuk segera menemukan mereka yang terpapar dan memisahkan dari yang tidak terpapar memberikan pengobatan dan penyembuhan bagi yang terpapar dan menjaga yang tidak terpapar.
Proyeksi Badan Intelijen Negara (BIN) bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia yang memperkirakan puncak pandemi Covid-19 di Indonesia akan terjadi di akhir Mei, dengan jumlah terpapar 95.000 orang, sudah diantisipasi pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), diikuti dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB. PSBB di episentrum pandemi Covid-19 di Tanah Air, seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat, telah diterapkan sesuai dengan kewenangannya.
Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 serta Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Darurat Kesehatan Masyarakat Covid-19.
Krisis Covid-19 telah membawa dinamika baru dalam hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Hal yang wajar karena sebagai negara, baru kali ini kita menghadapi kedaruratan sebesar ini di bidang kesehatan dan keselamatan masyarakat.
Jangan dilupakan fakta bahwa Indonesia memiliki populasi terbesar keempat di dunia, yang jumlah penduduknya sebesar gabungan populasi Jerman, Italia, Perancis, dan Inggris sekaligus, yang tentu sangat kompleks untuk mengaturnya.
Memang, di semua negara, penanganan masalah Covid-19 telah juga menjadi bagian dari persaingan politik. Ini adalah momentum untuk menyempurnakan prosedur respons setiap institusi dan koordinasi kenegaraan kita untuk situasi genting dan kritis akibat munculnya ancaman bersifat biologis di masa depan.
Ancaman pandemi bersifat global oleh virus sudah beberapa kali muncul dalam sejarah. Sebelum Covid-19 ini, ada ebola, SARS, flu burung, dan MERS yang penyebarannya bisa dilokalisasi, beberapa di antaranya karena virusnya lebih jinak.
Hingga pandemi Covid-19 ini bisa kita kendalikan, kegiatan ekonomi akan sangat menurun, bahkan sebagian telah terhenti, dengan membawa konsekuensi serius.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dampak kerusakan ekonomi akibat pandemi Covid-19 pada Indonesia lebih serius daripada akibat krisis ekonomi 1997/1998. Pemerintah sudah menyiapkan skenario kalau angka pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini minus 0,2 persen. Untuk anggaran negara, perkiraan moderatnya akan terjadi defisit hingga Rp 850 triliun.
Pandemi Covid-19 telah memukul dunia usaha nasional. Tak sedikit pelaku usaha yang merumahkan, bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut Menteri Ketenagakerjaan, jumlah pekerja/buruh yang dirumahkan dan terkena PHK 1,5 juta orang. Sebanyak 1,24 juta di antaranya dari sektor formal di 51.565 perusahaan dan sisanya dari sektor informal.
Diperkirakan, kredit bermasalah (nonperforming loans/NPL) perbankan nasional akan naik sangat tinggi; semoga tidak melampaui kemampuan bank untuk memikulnya agar tidak terjadi distrust yang dapat memicu rush (penarikan dana secara besar-besaran oleh nasabah) perbankan.
Nilai saham emiten-emiten besar mengalami kejatuhan yang sangat besar. Saham Astra sempat terkoreksi 50 persen, BCA 30 persen, BNI 60 persen, Semen Indonesia 43 persen, Jaffa 51 persen, Indosat 50 persen, Gudang Garam 30 persen, Indofood 30 persen, Kalbe 38 persen, Garuda Indonesia 68 persen, Jasa Marga 48 persen, dan lain-lain.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dampak kerusakan ekonomi akibat pandemi Covid-19 pada Indonesia lebih serius daripada akibat krisis ekonomi 1997/1998.
Bank Indonesia mencatat, modal asing yang keluar dari pasar modal akibat pandemi Covid-19 (hingga 1 April 2020) mencapai Rp 171,6 triliun.
Stimulus kelompok rentan
Guna melindungi kelompok paling rentan, serangkaian stimulus sudah disiapkan pemerintah, seperti memberikan pembebasan biaya listrik untuk konsumen daya 450 VA selama April, Mei, dan Juni serta diskon 50 persen untuk konsumen 900 VA.
Kelonggaran kredit selama satu tahun untuk pengemudi ojek daring, nelayan, dan sopir taksi. Bagi pengusaha sektor usaha kecil dan menengah yang memiliki kredit di bawah Rp 10 miliar diberi fasilitas penundaan cicilan selama satu tahun dan penurunan bunga.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyiapkan anggaran Rp 10 triliun untuk pelaksanaan proyek padat karya bagi masyarakat terdampak Covid-19. Program Kartu Prakerja untuk 5,4 juta peserta digunakan sebagai instrumen jaring pengaman sosial (social safety net) untuk meringankan beban hidup dan membantu daya beli masyarakat yang terdampak Covid-19.
Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta keluarga diberi tambahan anggaran dari Rp 29,13 triliun menjadi Rp 37,4 triliun. Program Kartu Sembako penerima manfaatnya ditambah dari 15,6 juta menjadi 20 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Untuk masyarakat di Jabodetabek, ada bantuan bahan pokok dan uang tunai Rp 600.000 per KPM per bulan. Untuk di luar Jabodetabek, disiapkan bantuan langsung tunai untuk 9 juta KPM non-PKH dan non-Kartu Sembako.
Pembiayaan stimulus
Melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, disediakan Rp 405,1 triliun; untuk kesehatan Rp 75 triliun, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, serta Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.
Untuk menjaga kelancaran pembiayaan sekaligus menambah cadangan devisa, pemerintah akan menambah utang, antara lain menerbitkan Global Bond terbesar yang pernah dikeluarkan dalam sejarah nasional, yaitu 4,3 miliar dollar AS dengan 1 miliar dollar AS di antaranya memiliki tenor 50 tahun dengan bunga 4,5 persen per tahun.
Tambahan utang didukung dengan payung Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19), yang memungkinkan pelebaran defisit dari maksimal 3 persen ke 5,4 persen dari PDB.
Untuk stabilisasi moneter, Gubernur Bank Indonesia (BI) menyebutkan adanya komitmen fasilitas repo line dari bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (Fed), senilai 60 miliar dollar AS guna menopang cadangan devisa yang berdampak pada stabilitas nilai tukar sebagai bantalan kedua (second line of defense). Presiden China Xi Jinping juga sudah menyatakan akan membantu pemulihan ekonomi Indonesia.
Lembaga pemeringkat AS, Fitch, meramalkan dunia akan memasuki resesi dan pertumbuhan global akan berada di antara 0 persen hingga minus 0,5 persen.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, pada 2020 terjadi kemunduran ekonomi global terparah sejak Depresi Besar (Great Depression) 1930-an dengan lebih dari 170 negara mengalami pertumbuhan pendapatan per kapita negatif dan terjadi penurunan standar hidup.
IMF menyatakan menyiapkan 1 triliun dollar AS untuk memulihkan perekonomian global. Menurut Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), perdagangan global akan mengalami penurunan hingga sepertiga dari proyeksi awal untuk 2020. Uni Eropa menyiapkan 500 miliar euro untuk menggerakkan kembali ekonomi negara-negara anggota yang paling terpukul. Presiden AS Donald Trump mengumumkan stimulus bernilai 2 triliun dollar AS untuk memulihkan ekonomi AS.
Kita perlu menyiapkan skenario membangkitkan kembali ekonomi nasional, yang juga tak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi global.
Pascapandemi Covid-19, perekonomian hampir semua negara akan terbebani dengan kenaikan utang. Begitu juga Indonesia. Untuk itu, pemerintah perlu menata ulang struktur industri dan perekonomian nasional agar dapat sebanyak mungkin menekan impor.
Penulis optimistis ekonomi Indonesia bisa bertahan dan kembali normal dalam tiga tahun ke depan, terutama dengan menggerakkan potensi untuk menumbuhkan industri nasional kita sendiri, khususnya industri pengolahan menengah dan kecil untuk semua produk primer serta politik energi yang tepat dengan menekan impor energi dan kemandirian pangan yang bertumpu pada pangan lokal.
Pandemi Covid-19 membuat masyarakat kita dan masyarakat dunia berubah karena menemukan normalitas baru. Pandemi Covid-19 mengajarkan dengan keras banyak hal yang sebelumnya kurang dipahami masyarakat. Masyarakat jadi paham, tangan kita bisa menjadi perantara masuknya virus, bakteri, dan basil ke dalam tubuh kita.
Permukaan meja, pegangan pintu, dan knop lift bisa terdapat droplet yang mengandung virus atau bakteri. Kebiasaan mencuci tangan dan membersihkan diri akan berlanjut, yang menghasilkan kualitas higiene masyarakat yang lebih baik, yang bermanfaat untuk pencegahan penyakit atau keracunan.
Kebiasaan jalan-jalan tanpa tujuan di mal-mal akan berkurang drastis. Kebiasaan saling berjabat tangan dan cipika-cipiki yang berpotensi menularkan virus, bakteri, dan basil juga perlu kita renungkan dengan melihat tradisi di Jepang dan masyarakat Jawa tradisional yang jika bertemu kenalan saling membungkukkan badan. Atau, tradisi Batak dengan mengucap horas sambil mengangkat kedua tangan atau tradisi Tionghoa dengan kiong hi, menggenggam kedua tangan di dada.
Penulis berharap, pascapandemi Covid-19 akan muncul masyarakat Indonesia yang percaya pada sains; lebih bertanggung jawab pada diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sosialnya; mandiri; tidak menyusahkan orang lain; hubungan kekeluargaan yang akrab; masyarakat yang memperhatikan kesehatan jasmani dan rohani; menjadi lebih hemat dan bisa menabung, antara lain dengan menyederhanakan acara-acara sosial, seperti pernikahan. Taman-taman kota akan semakin menjadi kebutuhan untuk masyarakat berjemur.
Akan lebih banyak anggota masyarakat yang belajar dan bekerja dari rumah dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih. Menjadi masyarakat yang siap lahir-batin menghadapi munculnya pandemi atau pagebluk lain di masa depan.
Sebagai bangsa, kita juga harus jadi bangsa yang mandiri secara teknologi untuk menghadapi potensi penggunaan senjata biologi yang dilancarkan negara atau kelompok teroris di masa depan. Semua warga negara sesuai kewenangan dan kompetensinya ikut bertanggung jawab menyukseskan proses di atas.
(Siswono Yudo Husodo, Ketua Pembina Yayasan Universitas Pancasila)