Sudah lebih dari satu bulan kita menjalani pembatasan keluar rumah dalam upaya meredam penularan pandemi Covid-19. Kita bekerja dari rumah, belajar dari rumah, berdoa juga dari rumah. Kalau toh perlu bertemu dengan orang lain, kita disarankan untuk menjaga jarak dan mengenakan masker.
Kita mengurangi bahkan menghentikan aktivitas rutin terkait pekerjaan, sekolah, dan kehidupan sehari-hari yang biasanya dilakukan di luar rumah. Berbagai kegiatan itu banyak yang kemudian kita alihkan ke media komunikasi berbasis jaringan internet. Volume dan intensitas penggunaan internet meningkat untuk bertukar cerita, saling mendoakan, dan membesarkan hati.
Kendati komunikasi virtual berbasis internet saat ini begitu dominan, para pakar ilmu komunikasi yakin bahwa komunikasi bermedia (secanggih apa pun) tidak bisa sepenuhnya menggantikan interaksi langsung manusia. Setelah beberapa minggu terpaksa membatasi interaksi langsung dengan orang lain di luar rumah, implikasinya mulai terasa: ”Rasanya ada yang tidak lengkap”.
Teknologi memang memfasilitasi kebutuhan manusia untuk berinteraksi. Namun, justru di saat inilah kita bisa merasakan bahwa teknologi tidak menyubstitusi interaksi langsung antarmanusia yang seutuhnya.
Komunikasi langsung yang memungkinkan penggunaan berbagai indera (communication modes): penglihatan (visual), pendengaran (auditory), penciuman (bau-bauan, olfactory), pengecapan (rasa, gustatory), dan sentuhan (tactile). Hal ini bisa dibaca, misalnya, dalam Communication and Human Behavior, 2014, oleh Ruben, Stewart, dan Householder.
Sentuhan kita wujudkan misalnya melalui bersalaman, menepuk pundak, membelai, merangkul, memeluk. Akhir-akhir ini, semua itu—kadang dengan berat hati—terpaksa kita batasi bahkan kita hindari.
Semoga setelah krisis ini berakhir, kita bisa mensyukuri nikmatnya interaksi langsung antarmanusia, yang hangat dan melibatkan seluruh pancaindera, sesuatu yang memang tidak akan tergantikan oleh teknologi.
EDUARD LUKMAN
Jl Warga, RT 014 RW 003, Pejaten Barat,
Pasar Minggu, Jakarta 12510
Ramadhan di Saat Korona
Bulan Ramadhan yang sudah kita jalani beberapa hari ini sungguh terasa lain. Karena wabah Covid-19, banyak keterbatasan yang kita alami.
Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah imbauan kepada masyarakat untuk tetap berada di rumah dan menjaga jarak (physical distancing) untuk memutus rantai penularan virus korona. Imbauan ini membuat aktivitas menjadi terbatas, termasuk serangkaian kegiatan yang biasa dilakukan selama Ramadhan.
Kementerian Agama juga telah mengeluarkan Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di Tengah Pandemi Wabah Covid-19, Senin (6/4), ditandatangani Menteri Agama Fachrul Razi.
Beberapa poin penting yang diatur dalam panduan ini adalah meniadakan shalat Tarawih di masjid, buka puasa bersama, hingga iktikaf di masjid pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Shalat Id pun tidak akan dilakukan di masjid atau di lapangan. Menurut Menag, untuk itu akan terbit fatwa MUI menjelang waktunya.
Sebagai orang beriman, kita percaya segala sesuatu Allah yang putuskan. Inilah saatnya untuk lebih introspeksi, sejauh apa peran kita di Bumi. Apakah kita sudah menjaga Bumi dengan baik, atau malah membuat banyak kerusakan.
Mari memohon ampunan kepada Sang Pencipta dengan kesadaran untuk lebih menghargai hubungan alam, manusia, dan Tuhan, dengan membiasakan perilaku baik di mana pun dan kapan pun.
Faqih Mubaroq
Derwolo RT 054 RW 023, Kulon Progo, Yogyakarta