Sebuah keputusan tepat, 270 pemilihan kepala daerah yang semula hendak dilaksanakan serentak pada 23 September 2020 akhirnya ditunda.
Oleh
Editor
·2 menit baca
Sebuah keputusan tepat, 270 pemilihan kepala daerah yang semula hendak dilaksanakan serentak pada 23 September 2020 akhirnya ditunda.
Penundaan itu ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 4 Mei 2020. Sungguh berisiko apabila pilkada dipaksakan di tengah negeri yang masih dilanda pandemi Covid-19.
Persoalan selanjutnya adalah sampai kapan pilkada harus ditunda. Dalam pembahasan, berkembang tiga opsi: Desember 2020, Maret 2021, dan September 2021. Perppu No 2/2020 mengatur penundaan tiga bulan hingga Desember 2020.
Berarti ada asumsi, pada akhir Mei bangsa ini terbebas dari pandemi. Sebab, apabila pemungutan suara dilakukan Desember 2020, tahapan pilkada harus sudah dimulai awal Juni 2020, mulai dari pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS), verifikasi faktual syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), serta pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.
Kita semua tentu berharap pertiwi bisa segera terbebas dari pandemi. Namun, apakah harapan itu cukup realistis mengingat tinggal tersisa waktu 20 hari. Sementara pada Jumat (8/5/2020) masih ada penambahan kasus baru positif Covid-19 sebanyak 336 kasus. Dari 13.112 total kasus positif, 9.675 orang masih dirawat, 2.494 orang sembuh, dan 943 orang meninggal.
Dunia pun masih terus berupaya keras menemukan obat dan vaksin. Sebelum ditemukan obat dan vaksin, kondisi normal seperti sebelumnya sulit terbayangkan. Hingga saat ini pun belum ada yang memastikan kapan pandemi berakhir.
Kondisi ini tentu akan menjadi tantangan tersendiri bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Di satu sisi harus memastikan pilkada berjalan demokratis dan meningkat kualitasnya. Di sisi lain harus memastikan pelaksanaannya sesuai protokol kesehatan agar tidak menimbulkan kluster baru dan terjadinya penularan gelombang kedua akibat adanya pergerakan penyelenggara pilkada, peserta, dan pemilih yang masif.
Tanpa ada penyesuaian yang matang, pilkada tidak akan optimal dan boleh jadi partisipasi politik pun akan anjlok.
Pandemi Covid-19 menuntut kondisi normal baru. Interaksi fisik menjadi terbatasi, wajib mengenakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan, dan mendorong semua aktivitas secara digital. Tanpa ada penyesuaian yang matang, pilkada tidak akan optimal dan boleh jadi partisipasi politik pun akan anjlok.
Perppu No 2/2020 Pasal 201A Ayat (3) tetap membuka ruang adanya penundaan atau penjadwalan kembali pelaksanaan pemungutan suara serentak segera setelah bencana non-alam berakhir. Di sinilah butuh kebijaksanaan untuk menilainya secara jernih.
Penilaian ini hendaknya bukan didasarkan pragmatisme belaka, khawatir peta politik berubah. Pertimbangan utama hendaknya keselamatan bangsa: keselamatan penyelenggara, keselamatan peserta, keselamatan pemilih, juga keselamatan praktik berdemokrasi.