Perundingan internal Taliban dan Pemerintah Afghanistan terus diganggu sejumlah aksi kekerasan oleh militan Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS.
Oleh
Editor
·2 menit baca
Perundingan internal Taliban dan Pemerintah Afghanistan terus diganggu sejumlah aksi kekerasan oleh militan Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS.
Serangan terakhir menimpa rumah sakit bersalin yang dijalankan lembaga medis internasional, Médecins sans Frontières (MSF), Selasa (12/5/2020). Warga Syiah yang bermukim di sekitar rumah sakit menyebutkan mendengar dua ledakan besar dan diikuti tembakan. Tiga penyerang menembak membabi buta, hingga menimbulkan kepanikan. Sampai Rabu (13/5) sore, sudah 24 orang, termasuk bayi yang baru lahir, tewas dalam serangan tersebut. Di masa lalu, kawasan ini menjadi langganan serangan NIIS.
Hanya selang satu jam, Selasa, serangan bom bunuh diri juga terjadi di pemakaman umum, Nangarhar. Dalam serangan ini, NIIS mengaku bertanggung jawab. Sebaliknya, Taliban menyatakan tidak terlibat dalam dua peristiwa di atas. Memang, NIIS nyaris selalu ada di balik kekerasan di Afghanistan setelah tercapai kesepakatan damai antara Taliban dan Amerika Serikat (AS) di Doha, Qatar, 29 Februari 2020.
NIIS juga menyatakan bertanggung jawab atas serangan ke kuil Sikh di Kabul, Maret lalu, selain serangan di Khost, yang menewaskan seorang anak dan melukai 10 orang. Kelompok militan ini juga bertanggung jawab atas serentetan serangan hari Senin (11/5) di Kabul. Intelijen Afghanistan, Senin malam, mengatakan menangkap seorang pemimpin NIIS, Zia-ul Haq, yang juga dikenal Syekh Abu Omer al-Khorasani.
Namun, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani secara langsung menyatakan Taliban harus bertanggung jawab atas serangan ke rumah sakit bersalin itu. Dia meminta aparat keamanan melancarkan serangan ke Taliban. ”Mereka tak berhenti memerangi dan membunuh warga Afghanistan dan tempat-tempat umum,” kata Ghani.
Pernyataan Ghani mencerminkan kemarahannya atas situasi Afghanistan yang terus bergolak. Belum lagi, kegalauannya atas hasil pemilu yang terus dipersoalkan. Lawan Ghani dalam pemilu presiden, Abdullah Abdullah, terus meminta pemilu ulang karena menilai banyak kecurangan dilakukan kubu Ghani.
Mereka tak berhenti memerangi dan membunuh warga Afghanistan dan tempat-tempat umum.
Apalagi, sejak awal perundingan damai AS dan Taliban menimbulkan masalah ketika Taliban secara sepihak menolak kehadiran wakil Pemerintah Afghanistan. Tak semua hak dan kewajiban Taliban dan Pemerintah Afghanistan tercantum jelas dalam kesepakatan AS-Taliban tersebut.
Di sisi lain, NIIS terus berusaha mengganggu pembicaraan damai antara pemerintah dan Taliban. Persaingan Taliban dan NIIS ini membuat Ghani selalu dalam posisi sulit. Ghani sejak awal tak yakin akan komitmen damai Taliban.
Dalam situasi apa pun, kita ingin perundingan antara Taliban dan Pemerintah Afghanistan berlanjut mengingat terlalu lama warga Afghanistan menderita akibat kekerasan. Sebab, satu-satunya harapan damai hanya bisa muncul dari meja perundingan.