Enam tahun lalu, saya menulis surat pembaca di harian Kompas (Selasa, 6/3/2014) tentang kesalahan nama pengarang lagu ”Ibu Pertiwi”. Sekarang, saya terpaksa menulis surat lagi karena kesalahan itu terulang kembali.
Dulu, saya mengoreksi tulisan Yudi Latif yang menyebut pengarang lagu ”Ibu Pertiwi” adalah Kamsidi Samsuddin (Kompas, 11/2/2014). Yudi Latif membalas dengan mengucapkan terima kasih atas koreksi
saya.
Sekarang, dalam situasi yang memprihatinkan karena pandemi Covid-19, lagu ”Ibu Pertiwi” sering diperdengarkan, terutama di televisi. Pada 27 Maret 2020, lagu ”Ibu Pertiwi” muncul dalam laporan siang TV One
dan disebutkan pengarangnya adalah Ismail Marzuki.
Lagu ini telah dinyanyikan Jemaat HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) sejak lama setelah zending Jerman mengabarkan Injil di Tanah Batak. Dalam Buku Ende (buku nyanyian Gereja HKBP No 219) dijelaskan bahwa lagu itu diciptakan oleh Charles Crozat Converse (1832-1918) dan syairnya oleh Joseph Medlicott Sortiver (1820-1886). Lagu ini mengungkapkan Yesus sebagai sahabat baik dan sejati yang tidak berubah.
Sesudah ”Kamsidi” muncul ”Ismail Marzuki”, sementara pengarang dan pencipta lagu asli telah meninggal lebih dari 100 tahun lalu. Apakah boleh seseorang mengambil alih ciptaan orang lain, termasuk lagu, tanpa menyebutkan sumber aslinya? Saya kira ini tidak etis.
Apabila nanti lagu-lagu nasional kita yang bagus-bagus ”diambil oleh” melodinya oleh pencipta baru dan diganti syairnya, apakah akan kita diamkan atau benarkan?
Untung saya masih berumur panjang dan terus berlangganan Kompas sehingga bisa berkomentar lagi.
Dr CS Hutasoit
Jalan Riam Kanan, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan
Lagu ”Ibu Pertiwi” 2
Saya ikut miris dan sedih ketika akhir-akhir ini televisi swasta sering memutar lagu ”Ibu Pertiwi” seiring kondisi kita yang sedang prihatin.
Meski demikian, ada kesalahan tentang pengarang lagu tersebut. Dalam Surat Kepada Redaksi berjudul ”Pahlawan Kemanusiaan” Kompas (Selasa, 28/4/2020), Bapak Karsono menulis bahwa lagu itu ciptaan Ismail Marzuki.
Saya tidak bermaksud tidak menghormati Ismail Marzuki yang lagu-lagu ciptaannya indah-indah dan membangkitkan rasa cinta Tanah Air, tetapi saya hanya meluruskan sejarah bahwa lagu ”Ibu Pertiwi” itu aslinya 100 persen ”What a Friend We Have Jesus” milik penyair Joseph Scriven yang ia tulis tahun 1855.
Scriven berasal dari Dublin, Irlandia. Ada yang menyebut lagu tersebut disadur oleh komponis asal Solo, Kamsidi Samsuddin, pada 1908. Tidak jelas mengapa tiba-tiba muncul nama Ismail Marzuki sebagai pengarangnya.
Yang jelas lagu ”Ibu Pertiwi” itu tidak hanya mirip (beberapa bar), tetapi benar-benar persis keseluruhannya.
Mungkin zaman dulu tidak ada sarana untuk meluruskan sejarah, tetapi sekarang semua orang bisa mengakses informasi ke seluruh penjuru dunia. Kita perlu lebih teliti dan hati-hati, jangan sampai generasi muda penerus bangsa tersesat mengikuti sejarah yang tak benar.
Iwan darsono
Cisedane RT 09 RW 06, Darmo, Wonokromo,
Kota Surabaya 60241
Catatan Redaksi:
Kami berterima kasih kepada Saudara Dr CS Hutasoit dan Iwan Darsono
atas penjelasannya yang mencerahkan ihwal lagu ”Ibu Pertiwi”.
Selain liriknya, lagu tersebut bermelodi 100 persen sama dengan ”Ise do Ale-alenta” yang tersua di Buku Ende nomor 219 dan ”Yesus Kawan Sejati” yang tersua di Kidung Jemaat nomor 453. Kedua buku nyanyian gereja itu menyebut lagunya diciptakan Charles C Converse. Buku Ende menyebut diciptakan tahun 1918, sementara Kidung Jemaat menyebut tahun 1868. Lirik tentang Yesus sebagai kawan sejati itu ditulis dalam bahasa Inggris oleh Joseph M Scriven pada 1855.
Demikian yang bisa kami jelaskan dari sumber tertulis.