Meski penerapan aturan pembatasan sosial berskala besar sudah disertai aturan sanksinya, dalam praktiknya sanksi tersebut sering tidak sejalan. Pada 7 Mei 2020, kami mengirim surat soal pelanggaran menjaga jarak di wilayah kami tinggal ke Kapolsek Senen dengan tembusan ke Lurah Senen dan Gubernur DKI Jakarta. Namun, belum ada tindak lanjut.
Sehari sebelum menulis surat ini, Jumat malam hingga Sabtu (15-16/5/2020) dini hari, warga tidak hanya melanggar aturan menjaga jarak, tetapi juga berbicara keras-keras dan main gim. Hal itu terlalu sering terjadi dan tidak ada sanksi. Padahal, kami dekat dengan Brimob Senen, Polsek Senen, dan Kelurahan Senen.
Apakah kampung kami kebal sanksi hukum? Kami sebagai bagian dari warga yang selama ini menahan diri dan melaksanakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dari Gubernur DKI Jakarta tentu merasa keberatan. Selain istirahat terganggu, kami juga khawatir pelanggaran ini bisa memicu banyak kasus Covid-19 baru.
Kartini
Kelurahan Senen RT 002 RW 005, Senen, Jakarta Pusat
Pasukan Keliling
Hingga hari ini, aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masih berlaku. Kita wajib taat agar tidak terjadi ledakan kasus Covid-19.
Saya mengusulkan pembentukan pasukan untuk berkeliling guna menyerukan: ”Jangan berkerumun, jaga jarak, pakai masker”. Pasukan itu, misalnya, terdiri dari militer, polisi, dan sukarelawan yang mencintai bangsa dan negara ini. Apakah seruan menjaga jarak didengarkan? Akankah dipatuhi rakyat?
Kenyataannya, di pelbagai kawasan masih banyak warga yang kurang mengindahkan peraturan PSBB ini.
Pokoknya kita sudah memenuhi kewajiban dengan terus mengingatkan, termasuk mengirim pasukan keliling.
Jumlah pasien Covid-19 yang meledak akan sangat membebani tenaga medis, rakyat, dan negara kita.
Titi Supratignyo
Pondok Kacang, Tangsel
KIP Kuliah
Program kerja Presiden Joko Widodo tentang Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah kurang terkoordinasi di lapangan.
Upaya pemerintah menambah 400.000 lulusan sekolah menengah atas sebagai penerima bantuan subsidi pendidikan pada 2020 rumit pengurusannya dan tak ada penjelasan pihak terkait.
Merasa memenuhi syarat, kami mendaftarkan anak ke https://kip-kuliah.kemdikbud.go.id/. Setelah mengisi berbagai data siswa, muncul nomor pendaftaran dan kode akses akun KIP Kuliah atas nama Thrisa Ning Latisha.
Setelah mengisi data keluarga, ekonomi, rumah, aset, sampai prestasi dan rencana, saat memencet tombol ”Cek status pada DTKS” ternyata status ”Belum Terdata”. Status Kelengkapan Berkas: ”Belum Lengkap”. Perlu rekomendasi dari pihak DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) Kementerian Sosial, apakah nama di akun berhak mendapatkan KIP Kuliah.
Sesuai info //pusdatin. kemsos.go.id/pendaftaran-mandiri-dtks, kami harus mengurus pengantar dari RT-RW untuk mendapat keterangan tidak mampu dari kelurahan baru masuk DTKS Kemensos. Pihak kelurahan tidak tahu apa yang mesti dilakukan.
Kami juga berupaya mencari informasi kontak telepon dan daring ke situs web Kemensos. Panggilan ke nomor (021) 22804288 berhari-hari tidak diangkat dan e-mail berisi permintaan informasi tentang DTKS lebih dari sebulan ke pusdatinkesos@kemsos.go.id belum dijawab.
Kami akhirnya ke Suku Dinas Sosial Kantor Wali Kota Jakarta Selatan. Kami menerima surat pengantar ke perguruan tinggi yang kami pilih, menyatakan: data Thrisa dan keluarganya dalam proses masuk DTKS.
Ternyata Politeknik Sahid yang kami pilih baru mau diajukan ke pemerintah untuk menerima mahasiswa ber-KIP Kuliah. Kami balik ke kontak di situs web KIP Kuliah Kemdikbud. Namun, e-mail hingga dua minggu belum dijawab.
Pusat panggilan Kemdikbud juga tak ada yang mengangkat. Apakah kami harus langsung ke Gedung C lantai 13 Kemdikbud di Sudirman?
Nurfani Abidin
Orangtua Siswa, Jl Manggasari RT 012 RW 005, Jati Padang, Pasar Minggu,
Jakarta Selatan