Buku mutakhir Slavoj Zizek tahun 2020, Pandemic! Covid-19 Shakes the World, terbaca di sampulnya sebagai PANIC! Aksara DEM ukuran kecil tersembunyi dalam aksara I, seperti pembedaan taktis demi pernyataan: Kepanikannya lebih pandemik daripada virusnya—sekaligus terbenarkan ”teori Koskow” bahwa peristiwa sosial budaya terekam dalam sampul buku (2009: xv).
Terbit sekitar 100 hari dari 31 Desember 2019, saat Pemerintah China melaporkan kasus pneumonia yang tak jelas penyebabnya kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), provokasi apalagi yang ditulis ZizŽžek, ”filsuf paling berbahaya di Barat” (Kirsch: 2009), dalam paparan ”buku cepat” 115 halaman itu?
ideologi perlawanan
Menyangkut musibah, ZŽizžek mengutip proses lima tahap Elisabeth Kübler-Ross atas reaksi manusia: pengingkaran, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan penerimaan. Setelah mengujikan konsep ini pada bencana ekologis dan ancaman kontrol digital, ŽZizžek lantas mengujikannya pada reaksi atas pandemi Covid-19, dan menandai terdapatnya (1) pengingkaran: ”tidak ada yang serius, selain ada penyebar kepanikan”; (2) kemarahan: ”ini dari China, pemerintah tidak efisien”; (3) tawar-menawar: ”ada yang mati, tapi tidak seserius SARS, bisa dibatasi”; (4) depresi: ”kita semua terkutuk”; (5) penerimaan: ”virus korona memang akan selalu ada, selalu mengancam keselamatan, dan meledak pada saat yang paling tidak diharapkan”.
Di seluruh dunia, tanpa harus bersamaan, tahap penerimaan itu akan sampai juga, bahkan—untuk sebagian—sudah dimulai cara hidup bersama virus korona yang tidak akan pergi. Protokol masker dan jarak sosial yang tetap berlaku menjadi penanda awal normalitas baru. Namun untuk cara hidup lain di luar pertimbangan medis dan psikologis, yakni ekonomi, yang bakal mengalami megabencana, suatu pertarungan ideologis sebetulnya sedang berlangsung atas pilihan cara melawan. Menurut ZŽizžek, pilihan yang mulai tampak hanya dua: komunisme atau barbarisme.
Adapun yang dimaksudnya sebagai komunisme terkandung pada pepatah: dalam krisis kita semua adalah sosialis. Format yang disebutnya Komunisme Perang 1918 ini terlacak di negeri kapitalis Amerika Serikat, ketika Donald Trump membatasi kebebasan perusahaan swasta, dengan memaksakan produksi segala kebutuhan untuk melawan virus korona. Segenap peraturan pasar konvensional juga terlanggar jika pemikiran atas Universal Basic Income, cek 1.000 dollar AS untuk setiap warga dewasa yang menguras triliunan dollar AS, jadi dijalankan.
Dalam hal barbarisme, rupa-rupanya terdapat model gagasan Nicolae Ceaușescu pada tahun terakhirnya di Romania, 1989, ketika warga pensiunan tidak diterima di rumah sakit, apa pun sakitnya, karena dianggap sudah tidak berguna bagi khalayak. Pembantu Gubernur Texas Dan Patrick juga melempar gagasan di Fox News bahwa ekonomi Amerika Serikat lebih penting daripada kesehatan khalayak: ”Mari kembali bekerja, mari kembali pada kehidupan, gunakan akal, dan di antara kita yang 70 tahun lebih, menjadi urusan kita masing-masing.”
Jadi di Amerika Serikat pun sudah berlangsung kontestasi antara barbarisme, yang teracu kepada Darwinisme purba (”survival of the fittest”); dan komunisme, dalam arti yang disaksikan ZŽizžek: negara berperan lebih aktif dalam organisasi produksi kebutuhan medis, seperti masker, peralatan uji, respirator, pengambil alihan hotel maupun resor, menjamin penyelamatan minimum semua korban PHK, yang berarti mengabaikan mekanisme pasar.
Paimo dan barbarisme
Pada titik ini, komunisme yang disebutkan ŽZizžek seperti lebih manusiawi dibandingkan barbarisme berikut: jadikan khalayak kebal Covid-19, yang tidak menjadi kebal dan mati biarkan saja, karena kehidupan harus membaik secepatnya, berapa puluh persen pun penduduk yang mati, jadilah! Dalam pertimbangan etis, argumen semacam ini cukup lemah untuk dipertanggungjawabkan.
Namun meski menyebutkan model Komunisme Perang 1918, ŽZizžek tidak sempat mengungkap yang diterapkan kaum Bolshevik pada Perang Saudara 1918-1921, antara Tentara Merah dan Tentara Putih dalam perebutan bekas wilayah Kekaisaran Rusia, yakni (1) produksi dikelola negara; (2) negara mengontrol kerja setiap warga; (3) negara memproduksi apa pun dalam perusahaan yang diambil alih; (4) sentralisasi ekstrem di wilayah yang dikuasai Bolshevik; (5) negara menjadi distributor sekaligus produser; (6) menghapus uang sebagai alat penukar. Hasilnya? Tentara Merah menang perang, tetapi dengan ekonomi hancur lebur dan rakyat di kota-kota kelaparan, sampai mengungsi ke daerah pertanian (Trueman, historylearningsite.co.uk./25/4/2020).
Mengadopsinya tanpa kontrol ketat negara bermakna kegagalan, seperti dimungkinkan kericuhan rasial di Amerika Serikat belakangan. Bahwa kapitalisme memanfaatkan kritik komunisme untuk memperbaiki dirinya, jelas diketahui ŽZizžek ketika mengajukan proposisi ”komunisme yang bukan komunis” ini. Dalam konteks Eropa, faktor ketiga—setelah virus dan ekonomi—memperparah situasi: gelontoran pengungsi Suriah yang dilepas Turki, sebagai hasil pertarungan geopolitik antara Putin dan Erdogan, sehingga ZŽizžek menyebutnya ”virus Putogan”.
Adalah kondisi Paimo dan kawan-kawan yang mungkin tidak diketahuinya: sulit bekerja sama agar berkenan dikendalikan pemerintah, dan sungguh menantang seni penyuluhan untuk membuat Paimo paham, betapa ”zaman normal” belum pasti akan kembali. Tentu ini semua juga belum menjelaskan: bagaimana kita semua akan berubah?
SENO GUMIRA AJIDARMA Wartawan