Mulai tahun 2021 pegawai negeri sipil, TNI, Polri, dan swasta terkena potongan wajib perumahan rakyat. Prinsip gotong royong mengemuka. Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat pada 20 Mei lalu untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
Semangat UU Tapera ialah menyediakan hunian rakyat dengan bergotong royong. Setiap pegawai negeri sipil, TNI, Polri, dan karyawan swasta wajib mengikuti program Tapera, selain diikuti peserta mandiri. Pegawai dan karyawan akan dipotong gajinya 2,5 persen dan 0,5 persen dibayar pemberi kerja dengan dasar penghitungan gaji maksimal Rp 12 juta.
Dana akan dihimpun Badan Pengelola Tapera. Menurut Pasal 18 peraturan ini, simpanan peserta dialokasi ke dalam dana pemupukan, dana pemanfaatan, dan dana cadangan. Pemanfaatan akan diutamakan untuk peserta yang belum memiliki rumah dan berpenghasilan rendah, maksimal Rp 8 juta per bulan. Peserta dapat meminjam untuk memiliki, membangun, atau memperbaiki hunian.
Dana pemupukan akan diinvestasikan melalui mekanisme kontrak investasi kolektif. Peserta yang tidak memenuhi syarat mendapat pinjaman perumahan akan menerima pengembalian iuran ditambah hasil pemupukan saat berhenti sebagai peserta. Pertanyaan yang muncul, mengapa harus ikut mengiur jika tidak dapat memanfaatkan untuk memiliki rumah?
Salah satu amanat Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara harus menyediakan kebutuhan dasar rakyat di bidang pangan, sandang, dan papan sebagai bagian dari pemenuhan hak asasi manusia. Dua yang pertama relatif telah terpenuhi. Untuk papan, pada tahun 2019 masih ada kekurangan penyediaan hunian 7,6 juta unit, walaupun sudah menyusut dari 11,4 juta unit pada tahun 2015.
Kebutuhan hunian akan terus bertambah sejalan dengan pertambahan penduduk. Iuran Tapera diharapkan semakin mempersempit kesenjangan antara penyediaan dan kebutuhan hunian. Dalam melaksanakan Tapera, prinsip keadilan, kemanfaatan, dan keberlanjutan harus dijaga. Berkeadilan adalah memberi manfaat yang baik bagi peserta, termasuk yang tidak memenuhi syarat meminjam.
Juga harus ada sistem yang akuntabel dan transparan yang memungkinkan peserta dapat memiliki hunian pada saat paling membutuhkan. Kehati-hatian dalam memupuk, memanfaatkan, dan mencadangkan dana harus menjadi prioritas. Pengelola Tapera perlu memastikan pemanfaatan dana ada dalam siklus tertutup yang berhubungan dengan kegiatan penyediaan hunian, mulai dari pengadaan bank tanah, penyediaan bahan bangunan, hingga sertifikasi hak kepemilikan rumah.
Pengawasan terhadap seluruh proses harus ketat dan transparan. Tapera sudah menjadi program wajib bagi setiap pekerja dengan tujuan memenuhi kebutuhan papan rakyat kecil. Harus dipastikan program ini berkelanjutan, siapa pun pemimpin pemerintahan ke depan.