Polri, BNN, dan lembaga terkait harus melanjutkan perang terhadap narkoba yang sudah dicanangkan Presiden Joko Widodo pada awal 2016.
Oleh
Trimedya Panjaitan
·4 menit baca
Di tengah masa sulit akibat pandemi Covid-19 yang sedang dihadapi bangsa ini, ada bahaya lain yang tetap mengancam, yakni penyalahgunaan narkoba. Wabah Covid-19 tak membuat aktivitas peredaran narkoba berhenti. Bahkan, muncul modus yang memanfaatkan bencana nasional non-alam ini.
Pengungkapan kasus-kasus narkoba belakangan ini menunjukkan, jaringan internasional dan lokal tetap beraksi dalam situasi wabah kali ini. Sepanjang Januari-April 2020, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkap 17.407 kasus narkoba dengan jumlah tersangka 22.500 orang dan barang bukti yang disita 5,53 ton narkoba berbagai jenis.
Tetap maraknya peredaran narkoba ini melanjutkan tren tahun-tahun sebelumnya. Menurut rilis akhir tahun 2019 Badan Narkotika Nasional (BNN), sepanjang 2019 BNN bersama Polri, TNI, Bea dan Cukai, serta Imigrasi mengungkap 33.371 kasus narkoba dengan barang bukti narkotika jenis ganja total 112,2 ton, sabu 5,01 ton, ekstasi 1,3 juta butir, dan PCC 1,65 juta butir yang disita dari sejumlah tempat di seluruh Indonesia.
Tersangka kasus narkoba yang ditangkap 42.649 orang. Kemudian berhasil dipetakan 98 jaringan sindikat narkoba, 84 jaringan di antaranya diungkap. Mereka terdiri dari 27 jaringan sindikat narkoba internasional, 38 jaringan dalam negeri/jaringan baru, dan 19 jaringan sindikat narkoba yang melibatkan warga binaan/napi sebagai pengendali jaringan di 14 lembaga pemasyarakatan (lapas).
Dalam rilis itu tak disebut nilai kerugian akibat peredaran narkoba pada 2019. Namun, hasil penelitian BNN dan Puslitkes Universitas Indonesia pada 2017 menyebutkan sekitar 1,77 persen atau 3,3 juta penduduk Indonesia menjadi penyalah guna narkoba dengan jumlah kerugian ekonomi dan sosial Rp 84,7 triliun.
Sementara angka prevalensi terhadap narkotika tahun 2019 sebesar 1,80 persen dengan jumlah pengguna sekitar 3,6 juta orang, naik 0,03 persen dibandingkan dengan tahun 2017. Diperkirakan, nilai kerugian akibat narkoba tahun 2019 setara atau melebihi tahun 2017.
Memanfaatkan logistik
Kasus narkoba paling kakap di masa wabah Covid-19 adalah pengungkapan penyelundupan 821 kilogram sabu yang disebutkan bernilai Rp 4,5 triliun pada 23 Mei 2020. Upaya penyelundupan sabu di Serang, Banten, ini dibongkar Polri, yaitu Satuan Tugas Khusus Merah Putih Polri bersama Polda Banten.
Saat penggerebekan, sabu sudah dikemas dalam kotak makanan 517.200 gram, plastik putih bening 147.460 gram, plastik plakban kuning 92.920 gram, plastik plakban warna coklat 74.460 gram, dan plastik kecil 210 gram. Pelaku yang ditangkap, BA, warga negara Pakistan, dan AS, warga negara Yaman, diduga bagian dari sindikat jaringan Pakistan dan Yaman.
Kepala Bareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo, dalam jumpa pers di Jakarta, 23 Mei, menyebutkan, dengan disitanya 821 kilogram narkoba itu, diperkirakan ada lebih dari 3,2 juta masyarakat terselamatkan dari narkoba. Diperkirakan, setiap kilogram sabu bisa dipakai 4.000 orang.
Penyelundupan narkoba dengan modus distribusi logistik—salah satu sektor yang dibolehkan beroperasi di masa pandemi—terjadi pada penggerebekan oleh Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri di Merak, Cilegon, 20 Mei lalu. Operasi ini menggagalkan peredaran gelap 66 kilogram sabu yang disembunyikan dalam safe deposit boks yang dibawa truk logistik. Selanjutnya, ditemukan 5 kilogram sabu yang disisipkan dalam paket makanan.
Menurut Wakil Kepala Polri Komjen Gatot Eddy Pramono, temuan ini berawal dari informasi intelijen bahwa di masa pandemi, sindikat narkoba akan memanfaatkan transportasi logistik untuk transit narkoba dari jalur lintas timur Sumatera menuju Jakarta.
Keberhasilan Polri dan BNN dalam memberantas narkoba ini patut diapresiasi. Pemberantasan narkoba sangat penting untuk menyelamatkan generasi muda kita. Menurut data BNN, dari angka prevalensi terhadap narkotika 2019 sebesar 1,80 persen, sebagian besar adalah remaja. Usia pertama kali menggunakan narkoba berkisar 17-19 tahun, terbanyak di rentang usia produktif (35-44 tahun).
Keberhasilan Polri dan BNN dalam memberantas narkoba ini patut diapresiasi.
Polri harus menegakkan hukum secara tegas terhadap pelaku peredaran narkoba. Semua barang bukti harus dimusnahkan tanpa sisa. Pemusnahan harus dikawal bersama sebab nilainya tidak main-main, triliunan rupiah, sehingga dikhawatirkan ada pihak tertentu yang tergoda untuk ”bermain” dengan barang bukti itu.
Polri harus mengungkap semua kasus narkoba sampai tuntas. Dalam kasus 821 kilogram sabu, misalnya, Polri harus membongkar sindikat jaringan Timur Tengah ini sampai ke akarnya dan memproses hukum pelakunya secara tegas. Polri dan BNN harus mengenakan ancaman hukuman mati untuk para pelaku dalam tiga kasus narkoba kelas kakap yang terjadi sepanjang Mei tersebut.
Polri, BNN, dan lembaga terkait harus melanjutkan perang terhadap narkoba yang sudah dicanangkan Presiden Joko Widodo pada awal 2016. Perang ini telah dilanjutkan Presiden pada 28 Februari 2020 dengan meneken Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN) Tahun 2020-2024.
Di tengah bencana Covid-19, perang terhadap narkoba tidak boleh melemah.
(Trimedya Panjaitan
Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI-P, Wakil Ketua MKD DPR)