Satire Don Quijote
Penerbitan buku Don Quijote dalam bahasa Indonesia menjadi tanda bahwa fiksi klasik ini merupakan karya sastra unggulan yang tak lekang oleh waktu.
Judul : Don Quijote dari La Mancha
Penulis : Miguel de Cervantes
Penerjemah : Apsanti Djokosujatno
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Cetakan : I, Juni 2019
Tebal : 517 halaman
ISBN : 978-602-433-766-7
Dari sekian banyak manusia, saya menduga bahwa kebanyakan manusia tidak suka dengan kritikan. Penyebab utamanya adalah sifat dasar manusia yang lebih bahagia dipuja daripada dihina, padahal kritikan kerap kali berbuah kebaikan atau kemajuan.
Sebagian orang mengkritik secara blak-blakan, sementara lainnya lebih memilih ”cari cara aman”. Maksud dari cari cara aman adalah penggunaan kritik secara implisit, tetapi tetap menggigit. Kritik semacam ini biasanya disampaikan dengan menggunakan gaya satire.
Ahli bahasa Indonesia Gorys Keraf memaknai satire sebagai ungkapan tentang kelemahan manusia yang mengundang tawa, karena bersifat ironi. Kritik gaya satire lebih menguntungkan penggunanya daripada gaya-gaya lainnya, sebab satire mampu melindungi penggunanya (pencipta atau pengucap satire) dari risiko dipersalahkan atas kritikannya—sebab poliseminya—sehingga satire aman sebagai kritikan sekaligus menyenangkan sebagai hiburan.
Isu-isu sosial, politik, budaya, dan sejenisnya yang telah menjadi polemik; memancing berbagai pihak untuk mengutarakan gagasannya dan pasti akan menuai pro-kontra. Sialnya, suara tak akan didengar jika tak ada mahar. Tangan tak lagi berkekuatan jika tidak disertai kekuasaan. Tulisan tak lagi garang sejak dikekang undang-undang.
Namun, kabar gembira selalu ada bagi mereka yang tak berputus asa; satire adalah solusinya. Hukum akan kesulitan menangkap satire, sebab sulit ditebak karena implisit, sulit ditangkap karena polisemi, dan tak bisa dimarahi karena ia mengundang tawa.
Oleh sebab itu, membaca sebuah ungkapan satire bagi saya adalah menambah wawasan sekaligus menyenangkan. Hal inilah yang saya rasakan kala membaca Don Quijote dari La Mancha.
Ahli bahasa Indonesia Gorys Keraf memaknai satire sebagai ungkapan tentang kelemahan manusia yang mengundang tawa, karena bersifat ironi.
Satire bernada ironi
Satire yang disampaikan dalam wujud ironi dapat diungkapkan dengan cara menyatakan makna yang kontradiktif dengan makna sebenarnya, memutar balik suasana yang terjadi dengan keadaan sebenarnya, atau ketaksesuaian keinginan dengan kenyataan. Hal ini berlandaskan pada pengertian ironi sendiri, yakni majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan makna sesungguhnya (berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kelima).
Miguel de Cervantes cukup cerdik dalam memasukkan dialog satire di setiap tokoh, lebih-lebih pada diri sang pelayan setia Don Quijote yang sedikit kurang ajar, Sancho Panza. Saya menyebut Sancho Panza demikian karena meskipun kurang ajar, dia setia terhadap tuannya.
Sikap kurang ajar Sancho Panza tecermin dalam sindirannya kepada Don Quijote selaku tuannya yang dikemas dalam bentuk satire. Salah satunya adalah ketika Don Quijote ingin bertarung melawan kincir angin yang dianggap monster raksasa.
Sancho Panza, sebagai pelayan setia, tentunya tidak ingin tuannya berakhir terluka sia-sia sehingga ia mengingatkan Don Quijote agar mengurungkan niatnya yang sama sekali tak dihiraukan oleh Don Quijote. Sesuai perkiraan Sancho Panza, Don Quijote dengan mudah diterbangkan oleh si kincir angin, lalu jatuh terkapar di tanah. Saat itulah, Sancho Panza mengungkapkan satirenya.
”Bukankah sudah saya katakan agar Tuan berhati-hati dengan apa yang tuan lakukan, bahwa itu semua adalah kincir angin, dan hanya orang yang kepalanya penuh dengan kincir angin yang tak akan mengetahuinya” (hlm 64).
Sontak saja satire Sancho Panza membuat saya ngakak, sebab betapa saking jengkelnya si Sancho hingga menyebut pikiran Don Quijote dipenuhi dengan kincir angin, padahal sebenarnya pikiran Don Quijote justru dipenuhi dengan imajinasi raksasa, putri, dan ksatria; sungguh sangat ironis.
Ungkapan satire Sancho juga bisa bermakna sarkasme, dengan dalil kepala Don Quijote tidak diisi dengan otak, tetapi diisi dengan kincir angin, sehingga Don Quijote tidak bisa berpikir. Inilah kelebihan satire yang menjadikannya tidak bisa dipersalahkan karena makna satire itu implisit sekaligus polisemi.
Sikap kurang ajar Sancho Panza tecermin dalam sindirannya kepada Don Quijote selaku tuannya yang dikemas dalam bentuk satire.
Satire nada ironi lainnya ditunjukkan oleh Sancho Panza saat merasa kelaparan dalam perjalanannya dengan sang tuan. Namun, Don Quijote hanya memberikan khotbah tentang kesabaran, janji keadaan yang lebih baik, dan kisah-kisah klasik tentang keksatriaan. Hal itu membuat Sancho Panza sedikit kesal karena khotbah tidak akan dapat menuntaskan urusan lapar. Akhirnya, muncullah sebuah satire nada ironi dari lisan cerdik sang pelayan:
”Tuanku lebih bagus bekerja sebagai pendakwah daripada ksatria pengembara,” kata Sancho (hlm 48).
Lagi-lagi, satire si Sancho Panza membuat saya terbahak. Bagaimana tidak, sudah jelas-jelas Don Quijote ingin dan telah menasdikkan dirinya sendiri sebagai sang ksatria pengembara dengan tugas membetulkan yang salah dan membalaskan jiwa-jiwa yang terluka, malah disebut pendakwah; ini jadi ironi sekali. Masih banyak satire nada ironi di dalam Don Quijote, tetapi mengulas semuanya berarti sama saja menghalangi pembaca untuk menemukannya sendiri.
Sarkasme gaya satire
Secara denotatif, arti sarkasme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penggunaan kata-kata pedas untuk menyakiti orang lain dalam bentuk cemoohan atau ejekan kasar. Oleh sebab itu, sarkasme cenderung melukai dan tidak berdimensi moral. Namun, sarkasme akan menjadi smart sarcasm jika diungkapkan dengan gaya satire.
Robert Harris dalam artikelnya yang berjudul The Purpose and Method of Satire menyatakan, humor yang terkandung di dalam satire—tak peduli kritikan itu pedas level seribu atau sejuta—akan membuat penerima kritikan (pembaca atau pendengar) lebih mudah menerima kritikan, sebab mereka (dibaca ”penerima kritikan”) merasa terhibur. Hal inilah yang membuat sarkasme gaya satire disebut sarkasme genius atau smart sarcasm.
Miguel de Cervantes dapat dikatakan cukup berhasil dalam membuat sarkasme-sarkasme yang genius dalam dialog tokoh-tokohnya. Di antara sekian smart sarcasm di dalam Don Quijote dari La Mancha, terdapat dua ungkapan sarkasme gaya satire yang paling menarik. Pertama, ejekan Don Quijote kepada Sancho Panza karena ketakutannya dan yang kedua adalah olok-olok Don Quijote kepada Sancho Panza karena terlalu banyak bicara.
Sarkasme genius yang pertama disampaikan oleh Don Quijote kala Sancho Panza melakukan suatu hal yang tidak bisa diwakilkan kepada orang lain. Sementara itu, Sancho Panza tidak bisa menjauh sedikitpun dari sang tuan karena rasa takut yang berlebihan. Sancho Panza berada dalam posisi dilematis, antara tak bisa menahan hasrat dan menjaga rasa hormat seorang pelayan kepada tuannya.
Akhirnya, Sancho Panza memutuskan untuk mengeluarkannya secara sembunyi-sembunyi, berusaha tanpa suara, dan tanpa memicu curiga. Sayangnya, sesuatu yang telah keluar dengan rasa lega itu tetap menimbulkan bunyi yang khas sekaligus bau yang khas pula.
Terbongkarlah fakta yang sebenarnya terjadi sehingga terwujudlah sebuah sarkasme gaya satire dari Don Quijote, ”Tampaknya kau ketakutan sekali, Sancho”.
”Tetapi mengapa Tuan baru lebih tahu sekarang daripada sebelumnya?”
”Karena kau lebih bau daripada sebelumnya, dan bukan bau wangi,” jawab Don Quijote (hlm 166).
Kekonyolan Sancho Panza sekaligus satire cerdas Don Quijote yang mengolok Sancho, yang dengan genius lewat menyebutnya takut karena lebih bau anyir dari sebelumnya gegara kentutnya menarik.
Miguel de Cervantes dapat dikatakan cukup berhasil dalam membuat sarkasme-sarkasme yang genius dalam dialog tokoh-tokohnya.
Sarkasme gaya satire menarik kedua diungkapkan Don Quijote saat Sancho Panza ingin meminta izin untuk mengatakan sesuatu padanya yang sebelumnya dilarang bicara oleh sang tuan. Terjadilah sebuah sarkasme gaya satire dari si ksatria pengembara.
”Katakan,” jawab Don Quijote, ”dan singkat saja, karena pidato yang panjang tak ada yang menyenangkan” (hlm 177).
Don Quijote memang memberi izin Sancho untuk berbicara, tetapi Don Quijote tidak ingin Sancho berbicara terlalu berbusa-busa. Sebab bagi pendengar, pidato/khotbah/ceramah/sejenisnya yang terlalu lama, entah bermutu atau tidak, adalah hal yang paling membosankan.
Novel klasik
Seorang sastrawan terkemuka dari Nigeria, Ben Okri, pernah mengatakan bahwa terdapat satu novel yang harus dibaca sebelum manusia mati, itulah Don Quijote karya lelaki berkebangsaan Spanyol yang bernama Miguel de Cervantes.
Ungkapan Ben Okri bukanlah sebuah opini tanpa dasar, sebab novel klasik yang kali pertama dicetak pada tahun 1605 ini telah dikukuhkan oleh Norwegian Book Club sebagai karya sastra paling berarti sepanjang masa di tahun 2002 dan telah diterjemahkan ke dalam 140 bahasa asing (selain bahasa Spanyol) serta diperkirakan telah terjual 500 juta eksemplar.
Penerbit Pustaka Obor Indonesia (2019) bekerja sama dengan Kedutaan Besar Spanyol dan Repsol menerbitkan karya sastra klasik yang sudah berusia lebih dari 400 tahun itu dalam edisi terjemahan utuh dua jilid dalam bahasa Indonesia yang diterjemahkan oleh Prof Apsanti Djokosujatno.
Secara garis besar, keunggulan novel Don Quijote adalah kuatnya karakter penokohan Don Quijote serta gaya berkisah Cervantes dalam memporakporandakan pandangan dominan tentang sosok ksatria. Sebelumnya, ksatria adalah sosok lelaki gagah yang tak pernah kalah dalam sebuah pertempuran; namun Cervantes mengacak-acak pandangan tersebut lewat sosok Don Quijote (yang dibaca ”Don Kikhote”) yang diceritakan sebagai seorang ksatria pengembara tua, lemah, yang hanya pandai berbicara.
Penerbitan buku Don Quijote dalam bahasa Indonesia menjadi tanda bahwa fiksi klasik ini merupakan karya sastra unggulan yang tak lekang oleh waktu.
Akhmad Idris
Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Surabaya