Pariwisata dapat menggerakkan ekonomi masyarakat dengan kesadaran pada industri bahwa perilaku konsumen berubah akibat pandemi Covid-19.
Oleh
Editor KOMPAS
·2 menit baca
Pariwisata dapat menggerakkan ekonomi masyarakat dengan kesadaran pada industri bahwa perilaku konsumen berubah akibat pandemi Covid-19.
Bagi Indonesia, sektor pariwisata menjadi andalan penerimaan devisa dan penyerapan tenaga kerja sebelum pandemi Covid-19. Saat pandemi, pariwisata menjadi sektor yang paling terpukul.
Hampir enam bulan sejak kasus pertama Covid-19 diumumkan, sejumlah kawasan ekonomi, antara lain, China, Korea Selatan, dan Uni Eropa, mulai membuka kawasan wisata. Di Indonesia, beberapa tempat wisata mulai dibuka. Minat masyarakat lokal mendatangi tempat wisata sangat tinggi dan cenderung mengabaikan protokol kesehatan.
Pariwisata kerap dianggap sebagai jalan tercepat, termurah, dan termudah menggerakkan ekonomi masyarakat. Efek ekonominya langsung terasa ketika wisatawan menggunakan jasa transportasi, konsumsi, akomodasi, dan jasa lain. Namun, pariwisata juga dapat menjadi sumber penularan baru apabila pengelola daerah tujuan wisata dan industri penunjang tidak mengindahkan protokol kesehatan.
Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO) membuat perkiraan berdasarkan tiga peristiwa besar, yaitu terorisme 11 September 2001 terhadap menara kembar World Trade Center di Amerika Serikat, merebaknya virus severe acute respiratory syndrome (SARS) tahun 2003, dan krisis ekonomi global 2008-2009. Sektor pariwisata memerlukan waktu untuk pulih sekitar satu sampai satu setengah tahun (Kompas, 19/6/2020).
Pandemi Covid-19 berbeda dari tiga peristiwa di atas. Covid-19 menyebar cepat karena orang yang terinfeksi sebagian besar masih dapat beraktivitas dan sebagian tidak menunjukkan gejala. Meskipun tingkat kematian orang terinfeksi rendah, penyebarannya yang cepat membuat jumlah total korban meninggal tinggi. Kondisi ini menyebabkan orang berpikir ulang untuk berwisata seperti sebelum pandemi, setidaknya sampai vaksin ditemukan.
UNWTO menyebut jumlah wisatawan pada tahun ini anjlok separuh ketimbang pada tahun lalu. Untuk dapat pulih seperti pada tahun lalu, membutuhkan waktu lebih dari dua tahun. Kabar baiknya, kawasan Asia Pasifik akan lebih cepat pulih.
Untuk mendapat manfaat dari pulihnya pariwisata, kita harus dapat meyakinkan masyarakat dunia bahwa kita menjalankan protokol kesehatan yang diakui dunia terhadap wisatawan asing dan lokal serta semua pelaku industri pariwisata.
Kita dapat memulai dengan mengupayakan kawasan tertentu menjadi zona hijau berkelanjutan pariwisata, yaitu di kawasan yang infrastrukturnya relatif memadai, sumber daya manusia cukup andal, dan sudah dikenal di mancanegara.
Persyaratan ketat terhadap wisatawan domestik dan mancanegara yang diberlakukan negara-negara lain harus kita terapkan juga di kawasan pariwisata terpilih. Kita perlu menunjukkan kesiapan infrastruktur kesehatan untuk menangani Covid-19. Sejalan dengan itu, penapisan terhadap orang dengan Covid-19 harus terus dilakukan.