Presiden Joko Widodo mendesak dipercepatnya relaksasi dan bantuan likuiditas bagi koperasi dan UMKM, agar bisa jadi pengungkit ekonomi nasional yang tertekan pandemi.
Oleh
Editor
·3 menit baca
Presiden Joko Widodo mendesak dipercepatnya relaksasi dan bantuan likuiditas bagi koperasi dan UMKM, agar bisa jadi pengungkit ekonomi nasional yang tertekan pandemi.
Percepatan menjadi kata kunci menghindari kontraksi tajam ekonomi di kuartal III dan IV. Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan Presiden juga mengeluhkan lambannya penyerapan anggaran penanganan dampak pandemi. Minimnya penyerapan memunculkan kekhawatiran akan dalamnya kontraksi ekonomi dan pemulihan tak bisa dipacu lebih cepat.
Kita melihat birokrasi belum mampu bergerak cepat dalam situasi pandemi yang menuntut kecepatan. Hingga 1 Juli 2020, menurut Badan Anggaran DPR, realisasi alokasi anggaran penanganan Covid-19 baru mencapai 18,3 persen dari total anggaran Rp 695,2 triliun. Untuk bantuan likuiditas bagi koperasi dan UMKM (KUMKM), menurut Kementerian Koperasi dan UKM, per 21 Juli 2020, realisasinya baru 9,59 persen. Untuk bantuan sosial 36,2 persen, kesehatan 5,1 persen, dan insentif usaha 11,2 persen.
Saat ini, proyeksi suram membayangi ekonomi, dengan pertumbuhan triwulan II diprediksi minus 4,3-5,0 persen, kontraksi tajam dari triwulan I yang masih tumbuh 2,97 persen.
Kendalanya, antara lain, tumpang tindih data, lamanya proses verifikasi, selain rendahnya antusiasme wajib pajak memanfaatkan insentif perpajakan. Persoalannya, seperti diingatkan Presiden, kita berhadapan dengan momentum. Saat ini, proyeksi suram membayangi ekonomi, dengan pertumbuhan triwulan II diprediksi minus 4,3-5,0 persen, kontraksi tajam dari triwulan I yang masih tumbuh 2,97 persen.
Banyak ekonom mengingatkan, resesi ekonomi seperti di- prediksi Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) sulit dihindari. Yang bisa dilakukan: meminimalkan resesi agar kontraksi yang terjadi tak terlalu dalam. Kabar baiknya, selain kontraksi ekonomi kita tak separah negara maju atau banyak negara berkembang lain, Indonesia diperkirakan IMF akan jadi perekonomian tercepat kedua yang pulih setelah China.
Hal ini bisa diwujudkan jika kita bisa memaksimalkan daya ungkit ekonomi, salah satunya koperasi dan UKM, serta kekuatan BUMN yang besar dan strategis. Kontraksi tajam triwulan III dan IV hanya bisa ditekan jika kita mampu bergerak cepat dalam beberapa bulan ini.
Mendorong UMKM bisa jadi kekuatan pengungkit dan sumber pertumbuhan baru menghadapi pandemi, sebab kontribusinya yang sangat besar pada ekonomi. Data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2017, sekitar 62,9 juta pelaku usaha di negeri ini adalah UMKM dan menyerap 97 persen tenaga kerja nasional.
Bukan hanya kecepatan, komitmen dan keseriusan juga tak kalah penting. Banyak kalangan melihat pemerintah masih setengah hati karena bantuan lebih banyak menyasar usaha besar. Dalam insentif pajak, pemerintah hanya menanggung PPh Final UMKM senilai Rp 2,4 triliun. Untuk usaha besar diberikan insentif pajak Rp 94,6 triliun. Untuk subsidi bunga UMKM juga hanya diberikan enam bulan sebesar 6 persen dan 3 persen, hanya mencakup 12 persen UMKM saja.
Menambah alokasi anggaran, mempercepat restrukturisasi dan dana penjaminan adalah bentuk komitmen pada koperasi dan UMKM. Selain itu, memperluas cakupan dan kanal penya- luran, dibarengi dengan memperkuat fondasi dan kapasitas koperasi dan UMKM untuk berkembang di masa depan.