Sejarah mengajarkan bahwa krisis juga dapat menciptakan kesempatan bagi perdamaian. Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan momentum ini untuk bina damai dengan lebih baik.
Oleh
Retno Marsudi
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 memiliki dampak mendalam bagi perdamaian dan keamanan internasional. Untuk beberapa negara yang saat ini tengah didera konflik, pandemi ini justru menambah kerawanan mereka. Beberapa di antaranya bahkan terancam jatuh kembali ke jurang krisis.
Faktor-faktor pemicu konflik yang belum tuntas dapat meningkatkan ketegangan, antara lain, meningkatnya kesenjangan, lemahnya sistem kepemerintahan, kemiskinan, lemahnya infrastruktur kesehatan, runtuhnya perekonomian, dan kelangkaan pangan.
Segala disrupsi tersebut terjadi dalam skala yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Hal ini berpotensi menihilkan jerih payah pembinaan perdamaian yang telah dilakukan selama bertahun-tahun. Di saat yang sama, situasi pandemi semakin mempersulit pelaksanaan tugas pasukan perdamaian PBB dan upaya mediasi di lapangan.
Segala disrupsi tersebut terjadi dalam skala yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.
Diplomasi perdamaian
Upaya perdamaian yang telah berjalan selama ini dapat mengalami kemunduran. Terhitung sejak bulan Februari hingga sekarang, setidaknya 69 negara telah menunda pemilihan umum yang merupakan bagian penting dari proses perdamaian di beberapa negara,
Intinya, langkah bina damai dan upaya melestarikan perdamaian menjadi semakin menantang. Untuk itu, diplomasi Indonesia telah secara aktif mengusung tiga hal.
Pertama, bina damai harus menjadi bagian dari respons komprehensif dalam mengatasi pandemi. Kita perlu terus mendukung negara-negara yang sedang didera konflik untuk mengambil pendekatan holistik dalam mengatasi keterkaitan antara krisis kesehatan dan berbagai dampaknya, dari aspek sosio-ekonomi hingga upaya perdamaian dan keamanan.
Dukungan kita sudah seharusnya difokuskan untuk memperkuat kapasitas dan sumber daya institusi di negara-negara yang terdampak oleh konflik.
Kita juga harus mengatasi ketimpangan akses terhadap kesehatan masyarakat dan pengobatan Covid-19. Meningkatnya persaingan antarnegara dalam memperoleh vaksin Covid-19 justru akan semakin merugikan negara-negara yang terdampak konflik.
Selain itu, kita juga perlu mendorong partisipasi seluruh pemangku kepentingan di tingkat lokal dalam pemajuan agenda bina damai. Para pemangku kepentingan lokal memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap dampak-dampak konflik. Pada saat yang sama, kita juga perlu memastikan lingkungan global yang kondusif dalam menjaga perdamaian di situasi pandemi ini.
Kita juga harus mengatasi ketimpangan akses terhadap kesehatan masyarakat dan pengobatan Covid-19.
Di kawasan Asia Tenggara, para menteri luar negeri ASEAN telah mengeluarkan pernyataan tekad bersama pada 8 Agustus 2020 yang menggarisbawahi pentingnya prinsip-prinsip yang dimuat di Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN) dan Treaty of Amity and Cooperation (TAC) dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan di tengah dinamika geopolitik saat ini.
Kedua, pemeliharaan perdamaian memerlukan sinergi yang kuat di antara semua badan di bawah sistem PBB.
Berbagai badan PBB tidak dapat lagi bekerja secara sendiri-sendiri. PBB harus mengambil langkah yang koheren dengan mengedepankan keunggulan dari setiap badan di bawahnya. PBB perlu mengintegrasikan kepekaan terhadap potensi konflik dalam penanganan pandemi Covid-19.
Dewan Keamanan PBB perlu memainkan perannya untuk memastikan implementasi penuh dari Resolusi 2532. Langkah-langkah seperti perjanjian damai ataupun jeda kemanusiaan akan memastikan tersalurkannya bantuan dan perawatan kepada warga sipil yang terdampak Covid-19 di tengah konflik.
Sebagai aktor di lapangan, Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB memiliki kemampuan untuk memonitor bagaimana pandemi Covid-19 dapat memperburuk situasi konflik dan dapat berperan sebagai sistem peringatan dini (early warning system).
Di sisi lain, berbagai badan PBB, memiliki kemampuan teknis untuk mengatasi berbagai pemicu konflik yang muncul selama pandemi.Komisi Pemeliharaan Perdamaian (Peacebuilding Commission/PBC) yang merupakan badan utama PBB dalam bina damai memiliki peran sangat penting untuk mengoordinasikan langkah penanggulangan oleh seluruh mekanisme PBB dan mitranya, termasuk organisasi regional, institusi keuangan internasional, dan pihak swasta.
PBC perlu memaksimalkan perannya dalam pengembangan strategi komprehensif PBB untuk menangani dampak jangka panjang dari pandemi.
Berbagai upaya bina damai di masa Covid-19 ini dapat menjadi masukan bagi evaluasi arsitektur pemeliharaan perdamaian PBB.
Ketiga, bina damai mengharuskan kita untuk menggunakan sumber daya secara tepat guna. Laporan Sekjen PBB mengenai pemeliharaan perdamaian dan bina damai mencatat adanya penurunan bantuan pembangunan yang dialokasikan untuk upaya bina damai di negara-negara terdampak konflik.
Sebagian besar negara terdampak konflik saat ini dihadapkan pada dilema antara pembiayaan bagi pembangunan infrastruktur kesehatan dan pendanaan upaya bina damai. Untuk itu, penting bagi kita untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang terbatas ini. Kemitraan antara PBB dan institusi keuangan internasional menjadi sangat penting.
Pada saat yang sama, kita perlu untuk terus berpikir kreatif dan menjajaki sumber pendanaan inovatif dalam upaya bina damai, termasuk melalui Kerja Sama Selatan-Selatan dan pelibatan para filantrof dan kalangan swasta.
Pandemi ini dapat semakin memperuncing dinamika konflik di beberapa negara, namun kita perlu tetap optimistis. Sejarah mengajarkan bahwa krisis juga dapat menciptakan kesempatan bagi perdamaian. Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan momentum ini untuk bina damai dengan lebih baik.