Gelombang kedua pandemi Covid-19 melanda sejumlah negara. Selain itu, muncul galur baru yang lebih menular. Bagi Indonesia yang belum selesai dengan gelombang pertama, perlu langkah konsisten dan fokus untuk mengatasi.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Sejumlah negara yang mulai bernapas lega dan membenahi ekonominya kini dihadapkan kembali pada gelombang kedua infeksi SARS-CoV-2.
Sebenarnya gejalanya sudah tampak Juni lalu. Saat itu, China melaporkan munculnya kembali kasus Covid-19. Demikian juga Korea Selatan, Jepang, dan Australia. Kini, kasus di Korsel makin marak. Selandia Baru yang telah reda selama tiga bulan juga melaporkan lonjakan kasus.
Bagaimana Indonesia? Sayangnya, kita bersama sejumlah negara lain, seperti Filipina, India, dan Amerika Serikat, belum melewati gelombang pertama. Kasus masih tinggi di beberapa daerah di Indonesia, bahkan di DKI Jakarta, pusat pemerintahan dan tempat segala kebijakan dibuat.
Masalah lain, ada mutasi virus SARS-CoV-2. Awal pekan, Malaysia dan Filipina melaporkan galur (strain) D614G yang lebih mudah menular. Juni lalu, tim Universitas Airlangga menemukan galur yang sama. Jika galur tersebut menyebar, bisa menyebabkan lonjakan kasus besar-besaran.
Kita bersama sejumlah negara lain, seperti Filipina, India, dan Amerika Serikat, belum melewati gelombang pertama.
Padahal, fasilitas pemeriksaan untuk tes usap dengan RT-PCR masih kurang di Indonesia. Orang menunggu berhari-hari untuk dapat memastikan ada virus di tubuhnya.
Tanpa ada kesadaran, mereka bisa saja bepergian ke mana-mana, berkumpul dengan banyak orang, dan menularkan virus. Ada kecenderungan orang enggan periksa karena ada stigma serta kekhawatiran terganggu secara sosial dan ekonomi.
Di sisi lain, terjadi kelelahan kronis pada tenaga kesehatan. Banyak rumah sakit kekurangan fasilitas perawatan, terutama untuk unit perawatan intensif, termasuk ventilator. Jika situasi tak kunjung pulih, ekonomi dan sistem kesehatan tak hanya terpuruk, tetapi bisa ambruk. Modal untuk bangkit adalah manusia yang sehat dan mampu bekerja untuk membangun ekonomi negara.
Mau tak mau, pemerintah harus fokus melakukan pembenahan dan penguatan layanan kesehatan, termasuk memastikan fasilitas perawatan terpenuhi. Demikian juga kebutuhan tenaga kesehatan, tidak hanya para dokter, tetapi juga perawat dan seluruh tenaga kesehatan penunjang.
Arahan Presiden Joko Widodo untuk memasifkan 3T, yakni testing (pemeriksaan spesimen), tracing (penelusuran kasus), dan treatment (perawatan penderita), harus dilakukan secara konsisten di lapangan. Selain itu, perlu pemberian pemahaman di masyarakat dan contoh konsisten para pemimpin termasuk kontrol tayangan televisi terkait pelaksanaan protokol kesehatan.
Perlu ada perubahan cara berpikir, yakni mencegah orang lain tertular merupakan sikap terpuji dan heroik. Pemerintah dan masyarakat perlu mendukung warga yang positif Covid-19 secara fisik dan psikologis sehingga orang mau terbuka dan mencegah penularan lebih luas. Ada kesadaran untuk isolasi mandiri bagi mereka yang positif Covid-19 atau mengalami gejala. Semua langkah tersebut penting sebelum ada vaksin yang bisa melindungi kita semua.