Kini waktunya pemerintah mengaudit industri garam. Hasil audit berbasis data tersebut diharapkan menjadi dasar pemerintah menyusun strategi dan kebijakan pengembangan garam secara utuh.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Harga garam yang naik-turun tajam memperlihatkan komoditas penting ini seharusnya mendapat perhatian serius karena potensi ekonominya.
Harga di tingkat petani garam saat ini Rp 250-Rp 350 per kilogram, sementara biaya produksi berkisar Rp 450-Rp 550 per kilogram. Harga yang rendah terjadi sejak tahun 2019, sementara sebelumnya pernah mencapai Rp 1.200 per kilogram.
Penyebab jatuhnya harga garam rakyat salah satunya karena tingginya impor garam. Kuota impor garam tahun ini naik dari 2,8 juta ton menjadi 2,9 juta ton dengan proyeksi kebutuhan 4,4 juta ton, terdiri dari kebutuhan industri sebesar 3,74 juta ton, rumah tangga 321.000 ton, dan lainnya 398.000 ton. Sementara itu, alih-alih mendorong peningkatan produksi dalam negeri, pemerintah merevisi ke bawah produksi dari 2,5 juta ton menjadi 1,5 juta ton.
Pada sisi lain, harus diakui kualitas garam rakyat perlu diperbaiki. Kadar natrium klorida (NaCl) rata-rata di bawah 95 persen, sementara industri membutuhkan di atas 95 persen. Ladang garam rakyat berukuran kecil-kecil sehingga perlu dibentuk rumpun produksi agar lebih efisien. Minimnya infrastruktur jalan di daerah ladang garam petani ikut meningkatkan biaya angkut yang menggerus pendapatan petani.
Pemerintah tengah mengupayakan garam masuk di dalam kelompok barang pokok dan penting agar dapat ditentukan harga pokok pembelian garam. Upaya ini untuk menjaga harga garam produksi puluhan ribu petani.
Namun, banyak yang harus dilakukan untuk menjaga harga garam stabil dan memberi keuntungan wajar bagi petani. Petani harus diberi teknologi tepat guna untuk meningkatkan kualitas, bantuan permodalan, serta mendapat kepastian pasar dan harga. Dengan demikian, petani dapat diyakinkan menaikkan produktivitas dan kualitas garam memberi mereka manfaat.
Ironisnya, tahun ini terjadi kelebihan produk garam rakyat. Jumlah garam rakyat menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah 778.136 ton. Dari jumlah tersebut, 673.100 ton berasal dari produksi tahun 2019. Di luar jumlah tersebut, terdapat produksi PT Garam (Persero) sebanyak 38.789 ton.
Pada sisi lain, nilai tambah garam dapat berlipat ketika digunakan di dalam industri, seperti tekstil, kertas, bubur kertas, plastik, polivinil klorida, dan migas.
Kini waktunya pemerintah mengaudit industri garam. Audit meliputi luas lahan dan potensi produksi, petani garam, penguasaan teknologi dan permodalan, industri dalam negeri, importir garam, hilirisasi industri garam, hingga pengawasan garam impor. Juga perlu audit kelembagaan agar penanganan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan selain KKP tidak menimbulkan ketidakefektifan dan inefisiensi pengembangan industri garam.
Hasil audit berbasis data tersebut kita harap menjadi dasar pemerintah menyusun strategi dan kebijakan pengembangan garam secara utuh, termasuk menentukan impor garam yang harus dapat menurun dalam lini waktu yang jelas.