Perkembangan Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia Saat Ini
Ketakutan dan kesalahpahaman mengenai HIV/AIDS akan menghilang dan stigma diharapkan juga akan hilang. Tampaknya jalan menuju tujuan bersama penanggulangan HIV/AIDS di dunia akan semakin lancar
Oleh
Samsuridjal Djauzi
·5 menit baca
Saya mulai minum obat antiretroviral sejak tahun 2002, sudah 18 tahun. Waktu itu saya masih berumur 20 tahun dan sekarang sudah mempunyai dua orang anak yang berumur 8 dan 5 tahun. Istri saya negatif, begitu pula kedua anak saya. Saya merasa amat tertolong dengan program obat ARV subsidi penuh pemerintah yang mulai berjalan pada tahun 2005. Jadi, selama 15 tahun ini saya menikmati obat ARV dengan cuma-cuma.
Viral load saya tidak terdeteksi. Saya merasa sehat dan bisa bekerja produktif seperti karyawan lainnya. Hanya saja saya tak boleh berhenti minum obat karena jika terhenti, virus di tubuh saya akan berkembang biak lagi. Obat yang saya minum sekarang jauh lebih menyenangkan, cukup satu tablet sehari pada malam hari. Ini amat membantu saya untuk tidak lupa minum obat.
Saya bekerja di perusahaan swasta di lapangan dan mengambil obat ke Jakarta dua bulan sekali. Sejak bulan Maret 2020, karena pandemi Covid-19, saya tak dapat ke Jakarta dan untunglah obat saya dapat dikirimkan dari rumah sakit. Saya melakukan konsultasi melalui panggilan video dengan dokter saya setiap dua bulan. Saya mendapat obat dengan lancar sehingga saya tak mengalami putus obat.
Sejak ada pandemi Covid-19, tampaknya perhatian kalangan kesehatan tertumpah pada Covid-19, apalagi jumlah kasus barunya semakin banyak. Sebagai salah seorang yang menikmati program terapi ARV gratis, saya ada perasaan khawatir jika suatu waktu program pengadaan obat ARV ini akan terhenti karena dana pemerintah diutamakan untuk penanggulangan Covid-19. Apalagi saya baca harga vaksin Covid-19 lumayan mahal, padahal jutaan masyarakat Indonesia akan diimunisasi.
Mohon penjelasan dokter apakah program penanggulangan HIV/AIDS terganggu karena Covid-19? Apakah cita-cita semula, yaitu pada tahun 2030 kita akan mencapai keadaan tidak ada lagi kasus baru HIV/AIDS, tak ada lagi kematian karena AIDS, dan tidak ada lagi diskriminasi masih akan dapat kita capai?
Saya dan kawan-kawan amat mendambakan program tersebut berhasil. Saya telah menyaksikan banyak teman saya meninggal karena HIV/AIDS pada waktu belum ada obat ARV atau karena komplikasi infeksi oportunistik. Apakah harapan kami, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), masih akan dapat diwujudkan?
Mohon penjelasan dokter mengenai perkembangan penanggulangan AIDS di Tanah Air dewasa ini. Terima kasih.
J di C
Program penanggulangan HIV/AIDS berjalan terus. Kita bersama negara-negara lain mempunyai komitmen untuk mencapai keadaan tak ada lagi kasus baru HIV/AIDS, tak ada lagi kematian akibat penyakit tersebut, dan tak ada lagi diskriminasi. Untuk itu, pemerintah sudah mengeluarkan beberapa kebijakan, yaitu test HIV diperbanyak agar mereka yang terdeteksi dapat diobati secara dini.
Orang yang diobati dengan ARV secara dini tidak hanya mendapat manfaat virus di dalam tubuhnya menjadi tak terdeteksi, tetapi juga membuat dirinya bukan menjadi sumber penularan bagi orang lain. Kita berharap sebagian besar orang yang terinfeksi akan dapat terdiagnosis dan mereka mendapat terapi secara dini agar virus HIV di dalam tubuhnya menjadi tak terdeteksi lagi.
Dengan tidak menjadi sumber penularan, kasus baru HIV dapat dikurangi, bahkan dapat menjadi tak ada. Dulu, ibu hamil yang HIV positif berisiko menularkan kepada bayinya sekitar 30 persen. Sekarang di banyak negara penularan HIV dari ibu hamil ke bayinya sudah tidak terjadi lagi.
Terapi ARV secara dini diharapkan dapat mencegah timbulnya infeksi oportunistik, yaitu infeksi yang terjadi pada kekebalan tubuh yang amat menurun. Kita ketahui bahwa kematian pada HIV/AIDS disebabkan terutama oleh karena infeksi oportunistik ini. Oleh karena itu, kita berharap kematian akan dapat ditekan sekecil mungkin bahkan kalau mungkin menjadi tidak ada lagi.
Jika ODHA dapat hidup normal di tengah masyarakat, ketakutan dan kesalahpahaman mengenai HIV/AIDS akan menghilang dan stigma diharapkan juga akan hilang. Tampaknya jalan menuju tujuan bersama penanggulangan HIV/AIDS di dunia akan semakin lancar.
Bersamaan dengan kemajuan dalam penanggulangan HIV/AIDS, penanggulangan penyakit menular seksual juga dijalankan, begitu juga dengan TBC yang merupakan koinfeksi yang tersering pada HIV/AIDS. Sekitar tahun 2000 remaja kita ramai menggunakan narkoba suntikan, sekarang angkanya menurun tajam meski di beberapa kota masih tetap ada.
Pengetahuan remaja tentang bahaya narkoba semakin meningkat meski godaan untuk menggunakan obat yang menimbulkan adiksi juga tetap besar. Perdagangan narkoba masih terjadi dan sudah tentu yang menjadi korban adalah remaja. Remaja dan orangtua perlu memahami bahaya penggunaan zat adiktif. Jika telah sampai terjadi adiksi, terapinya menjadi sulit dan memakan waktu lama.
Setiap tahun sekitar 5 juta bayi lahir di negeri kita. Semasa Covid-19 jumlah bayi yang akan lahir di tahun 2021 akan bertambah. Sudah tentu kita ingin bayi yang lahir merupakan bayi yang sehat, tumbuh kembang menjadi anak dan orang dewasa yang akan membangun negeri kita ini.
Pemerintah telah mencanangkan program eliminasi 3 penyakit, yaitu HIV, sifilis, dan hepatitis B. Semua ibu hamil diperiksa apakah mempunyai penyakit tersebut. Jika tidak ada, tentu kita bersyukur. Namun, jika ada, tersedia cara agar bayi yang dikandung tidak tertular.
Ibu hamil tentulah menginginkan agar bayi yang akan dilahirkan dalam keadaan sehat. Karena itu, ibu hamil perlu memahami pentingnya pemeriksaan ketiga penyakit tersebut yang dapat menular kepada bayi yang akan dilahirkannya.
Masyarakat pada umumnya sudah memahami pentingnya memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif pada bayi. Bayi hanya mendapat ASI selama enam bulan, setelah itu baru diberikan makanan tambahan selain ASI. Bayi perlu dilindungi dengan imunisasi. Kita semua sedang menunggu dengan penuh harapan vaksin Covid-19.
Jangan lupa kita sudah mempunyai berbagai vaksin yang amat bermanfaat untuk melindungi bayi dan anak dari penyakit menular, yaitu BCG, hepatitis B, DPT, Hib, polio, campak, rubela, dan lain-lain. Vaksin-vaksin tersebut amat bermanfaat dan perlu kita berikan untuk bayi dan anak Indonesia.
Seluruh anak di Indonesia berhak untuk mendapat imunisasi dan masyarakat harus mengawal hak anak tersebut. Jangan sampai ada anak Indonesia yang tak mendapat imunisasi. Jika sampai terjadi, berarti kita semua telah lalai melindungi anak-anak kita.
Kita masih menghadapi pandemi Covid-19. Pemerintah bersama-sama masyarakat berusaha menekan penularan penyakit ini. Meski perhatian kita banyak ditumpahkan pada masalah Covid-19, pemeliharaan kesehatan masyarakat secara keseluruhan tetap harus berjalan, baik penyakit infeksi maupun penyakit degeneratif, yaitu penyakit diabetes melitus, penyakit jantung koroner, penyakit paru kronik, penyakit ginjal kronik, penyakit hati, dan lain-lain.
Semoga kita bersama dapat memelihara kesehatan kita dan masyarakat kita, baik bayi, anak, orang dewasa, maupun orang usia lanjut dapat hidup secara sehat, produktif, dan bahagia.