Kita tahu hambatan besar yang dihadapi, dan hal itu bukan pekerjaan mudah. Kompleksitas dan implementasi kebijakan, termasuk kontinuitas program pemulihan ekonomi dan penyerapannya, menjadi tantangan.
Oleh
REDAKSI
·3 menit baca
Tahun 2020 adalah tahun turbulensi yang tak ada presedennya dengan adanya Covid-19. Seberapa cepat kita bisa keluar dari krisis ini menentukan seberapa cepat ekonomi pulih.
Hal itu yang membuat pemulihan ekonomi Indonesia 2021 diwarnai optimisme dengan berbagai catatan. Dalam arti, tren pemulihan yang sudah dimulai pada paruh kedua 2020 akan berlanjut pada 2021, kendati skala, kecepatan, dan pemerataannya akan sangat bergantung pada bagaimana kita bisa mengendalikan penyebaran kasus Covid-19. Semakin lama Covid-19 dikendalikan, pengereman aktivitas ekonomi masih akan terjadi. Berarti pulihnya ekonomi masih akan terkendala. Keberhasilan program vaksinasi menjadi salah satu kunci.
Pernyataan pemerintah bahwa vaksin akan digratiskan menjadi kabar baik. Keyakinan ini diperkuat oleh pernyataan Bank Indonesia (BI) yang akan mendukung pendanaan vaksin lewat mekanisme pembelian surat berharga negara dengan skema berbagi beban (burden sharing).
Problemnya mungkin lebih pada ketersediaan vaksin untuk bisa menjangkau seluruh masyarakat dalam waktu cepat, dan pelaksanaan vaksinasi yang pasti menjadi tantangan tersendiri, mengingat jumlah penduduk yang besar, wilayah yang sangat luas, dan masih adanya resistensi dari sebagian masyarakat. Sejauh ini, komitmen pasokan vaksin yang mencukupi untuk seluruh warga negara masih menjadi tanda tanya.
Selain komitmen kerja sama dengan Sinovac untuk pengadaan vaksin, dan sejauh mana kapasitas Bio Farma untuk memproduksi di dalam negeri, belum ada pernyataan dari pemerintah terkait kerja sama dengan produsen vaksin lain untuk pengadaan vaksin tambahan yang jumlahnya bisa menutupi kebutuhan seluruh penduduk.
Hal ini baru bicara cakupan dan distribusi, belum lagi bicara efektivitas dan daya tahan dari vaksin yang ada. Ketidakpastian ini yang menjadikan Bank Dunia melihat perjalanan pemulihan ekonomi Indonesia akan sangat panjang dan penuh tantangan. Kebijakan kesehatan publik menjadi kunci dalam upaya pemulihan jangka pendek, menengah, dan panjang. Penegakan protokol kesehatan yang ketat masih jadi kunci.
Penegakan protokol kesehatan yang ketat masih jadi kunci.
Pemerintah dan lembaga lain lebih optimistis dari Bank Dunia yang dikenal konservatif. Jika Bank Dunia memprediksi Indonesia 2021 hanya tumbuh 4,4 persen, menyusul 2020 yang diprediksi minus 2,2 persen, pemerintah meyakini kita tumbuh 4,5-5,5 persen. Bappenas memprediksi 5,0 persen.
BI melihat pemulihan ekonomi sesuai trajektori, dengan pertumbuhan 2021 sebesar 4,8-5,8 persen. Dana Moneter Internasional (IMF) lebih berani lagi, yaitu 6,1 persen, di atas level prapandemi. Berbagai indikator, seperti nilai tukar rupiah, neraca perdagangan, dan arus modal, secara umum positif meski dari sisi eksternal dihadapkan pada situasi tidak pasti, terutama dengan pemulihan global yang belum merata, faktor geopolitik-geoekonomi, termasuk perang dagang dan perubahan pola kerja ekonomi global pasca-Covid-19.
Kita tahu hambatan besar yang dihadapi, dan hal itu bukan pekerjaan mudah. Kompleksitas dan implementasi kebijakan, termasuk kontinuitas program pemulihan ekonomi dan penyerapannya, menjadi tantangan. Perlu kerja lebih keras pemerintah serta dukungan dan kerja sama semua pihak agar pemulihan bisa diwujudkan lebih cepat.