Semoga WHO mampu meyakinkan China bahwa tujuan penelitian asal-usul Covid-19 semata-mata untuk kepentingan bersama masyarakat global, bukan untuk menyalahkan negara itu.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Rasa lega saat Pemerintah China membuka pintu untuk meneliti asal-usul virus SARS-CoV-2 kembali menjadi keprihatinan karena ternyata izin ditarik lagi.
Dari sejak awal pandemi, China memang tampak enggan menerima uluran tangan internasional untuk bekerja sama. Bahkan, setelah hampir setahun pandemi, baru kali ini China mengizinkan tim Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) datang meneliti asal-usul virus penyebab Covid-19.
Awal merebaknya Covid-19 memang di Wuhan, China. Salah satu teori adalah virus korona baru itu menyebar melalui kelelawar di Huanan, pasar tradisional yang menjual pelbagai jenis binatang hidup, santapan masyarakat China.
Teori lain menyatakan, SARS-CoV-2 adalah virus penelitian yang lepas dari laboratorium karena kecelakaan atau bahkan disengaja. Semua dugaan tentunya perlu dikonfirmasi dengan metode ilmiah untuk membuktikan kesahihannya.
Virus korona sebenarnya sudah muncul selama hampir 20 tahun. Virus pertama disebut SARS-CoV, ditemukan tahun 2002, menyebabkan severe acute respiratory syndrome (SARS) atau infeksi saluran pernapasan akut di beberapa negara. Menurut Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit (CDC), 8.098 orang terinfeksi dan 774 orang meninggal.
Berikutnya adalah Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS CoV), penyakit saluran pernapasan yang menular dari unta ke manusia dan kemudian dari manusia ke manusia. MERS-CoV muncul tahun 2012, menginfeksi 2.442 orang di seluruh dunia, dengan kematian 3-4 pasien dari setiap 10 orang yang dilaporkan kena MERS.
Terakhir adalah SARS-CoV-2 yang dengan cepat menyebar ke seluruh dunia dan menjadi pandemi. Hingga Rabu (6/1/2021), Worldometers.info melaporkan, ada 86.950.557 kasus positif dan 1.878.508 orang di antaranya meninggal.
Oleh karena itu, penting mengetahui asal-usul, kondisi, dan perilaku virus. Dari cara patogen ini melewati hambatan spesies dan akhirnya menular dari manusia ke manusia. Pemahaman mekanisme evolusi dan proses molekuler virus akan sangat membantu antisipasi potensi wabah, sekaligus mengembangkan strategi vaksin dan pengobatan.
Ketertutupan China akan menghambat akselerasi penanggulangan Covid-19. Apalagi dilihat dari sejarahnya, Pemerintah China sempat tidak mau mengakui temuan dr Li Wenliang, yang pertama mengabarkan virus itu di Wuhan. Ketika dr Li Wenliang meninggal karena infeksi SARS-CoV-2, juga tidak ada pernyataan resmi dari Pemerintah China meski dikabarkan Partai Komunis China meminta maaf kepada keluarga.
Demikian pula halnya jurnalis warga Zhang Zhan yang dihukum empat tahun penjara gara-gara menulis langkah dan kebijakan Pemerintah Wuhan dan China dalam menghadapi pandemi Covid-19 (Kompas, 6/1/2021).
Semoga WHO mampu meyakinkan China bahwa tujuan penelitian semata-mata untuk kepentingan bersama masyarakat global, bukan untuk menyalahkan China.