Membuka sekolah di tengah kasus Covid-19 yang terus meningkat berisiko tinggi memicu penularan di sekolah. Padahal, kondisi sedang memburuk, antara lain berupa ketersediaan tempat tidur di rumah sakit yang menipis.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Saat ini tingkat penyebaran kasus Covid-19 di masyarakat masih tinggi. Bahkan, rasio positif Covid-19 di Indonesia pun terus meningkat.
Jika menjelang akhir 2020 rasio positif Covid-19 rata-rata di atas 20 persen atau dari setiap lima orang yang diperiksa ada satu yang positif, pada awal 2021 ini lebih dari 29 persen.
Penyebaran kasus Covid-19 juga hampir merata di seluruh wilayah Indonesia dengan risiko penyebaran yang masih besar. Sebagian besar provinsi memang menunda membuka sekolah mulai Januari 2021. Namun, ada 14 provinsi yang menyatakan siap membuka sekolah atau menggelar pembelajaran tatap muka di sekolah serta 4 provinsi menggelar pembelajaran tatap muka dan jarak jauh (Kompas, 6/1/2021).
Jika menilik data Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 per 6 Januari 2021, dari 14 provinsi itu, beberapa wilayah di antaranya masih didominasi zona merah.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), misalnya, dari lima kota/kabupaten yang ada, empat di antaranya berstatus zona merah. Demikian juga Bali, dari sembilan kabupaten/kota, lima di antaranya berstatus zona merah.
Sesuai dengan surat keputusan bersama (SKB) empat menteri yang diumumkan pada 20 November 2020, keputusan pembukaan sekolah merupakan wewenang pemerintah daerah. Pembelajaran tatap muka di sekolah dimungkinkan dilakukan di semua zona, asalkan memenuhi daftar periksa protokol kesehatan hingga izin orangtua siswa bagi siswa yang akan mengikuti pembelajaran tatap muka.
Namun, terpenuhinya persyaratan itu tidak cukup menjamin keamanan siswa, guru, dan tenaga pendidikan dari risiko terinfeksi virus korona baru selama penyebaran Covid-19 di masyarakat masih tinggi. Di dalam lingkungan sekolah bisa saja protokol kesehatan terlaksana dengan baik, tetapi bagaimana di luar pagar sekolah, di masyarakat?
Terus meningkatnya kasus Covid-19 mengindikasikan masih ada masalah dalam upaya penanganan Covid-19. Imbauan agar tidak berkerumun, selalu mengenakan masker, mencuci tangan, dan juga mengurangi mobilitas untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 belum sepenuhnya dipatuhi masyarakat. Demikian pula praktik tracing, testing, treatment (3T) belum sepenuhnya diterapkan pemerintah.
Tetap membuka sekolah di tengah kasus Covid-19 yang terus meningkat tidak hanya berisiko tinggi terjadi penularan di sekolah, tetapi juga memperburuk kondisi. Dengan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit yang menipis serta jumlah dokter dan tenaga kesehatan yang terus berkurang karena Covid-19, pasien baru berisiko tidak tertangani dengan baik.
Pembukaan sekolah pada masa pandemi harus dipersiapkan dengan baik dan hal ini tidak dimulai dari penerapan protokol kesehatan di sekolah, tetapi dari upaya memutus mata rantai penularan Covid-19 di masyarakat. Saat ini, upaya ini harus dilakukan bersama-sama dengan upaya memaksimalkan pembelajaran jarak jauh untuk mengatasi krisis pembelajaran akibat penutupan sekolah.