Covid-19 bukan lagi ancaman pribadi, tetapi sudah menjadi ancaman massa. Yang dibahayakan tidak lagi individu, tetapi masyarakat umum. Kalau orang tak divaksin, berarti akan membahayakan dan mengancam hidup masyarakat.
Oleh
CB KUSMARYANTO SCJ
·5 menit baca
Masyarakat di seluruh dunia terguncang oleh adanya wabah Covid-19. Tidak ada satu pun aspek kehidupan yang tidak terkena dampak Covid-19 yang menyerang manusia tanpa pandang bulu. Entah kaya ataupun miskin, entah pejabat tinggi ataupun rakyat jelata, semuanya terpapar, bahkan terkena wabah Covid-19.
Jumlah mereka yang terinfeksi Covid-19 setiap harinya terus meningkat. Sampai dengan tulisan ini dibuat, sudah lebih dari 90 juta orang terkena Covid-19 di seluruh dunia dan lebih dari 828.000 di Indonesia. Yang mengalami kematian juga banyak. Tercatat ada sekitar 1,94 juta di seluruh dunia dan di Indonesia ada lebih dari 24.000. Data ini menunjukkan betapa mudahnya Covid-19 menyebar dan membahayakan hidup manusia.
Sejak kemunculannya pertama kali di dunia, para ahli sudah berlomba, adu cepat untuk menemukan vaksin sebagai sarana ampuh untuk mengatasi wabah ini. Dipercayai bahwa vaksin memberikan pengharapan akan menyelesaikan masalah Covid-19 ini. Sebab, vaksin itu akan meningkatkan kekebalan tubuh sehingga bisa melindungi tubuh dari serangan penyakit.
Dipercayai bahwa vaksin memberikan pengharapan akan menyelesaikan masalah Covid-19 ini.
Antivaksin
Ketika vaksin Covid-19 sudah tersedia dan hampir dilakukan vaksinasi, muncullah aksi-aksi penolakan vaksin di masyarakat. Motivasinya ada macam- macam: belum aman, ada konspirasi dimasuki micro chip dalam vaksin itu, melanggar hak asasi manusia, dan sebagainya.
Sebenarnya kelompok antivaksin itu bukanlah gerakan baru karena sudah ada sejak abad ke-18 ketika diketemukan vaksin cacar, lalu ada reaksi antivaksin cacar. Mereka itu dikenal dengan nama Anti Vaksin atau Anti-Vaxxer.
Mereka mendirikan organisasi dengan nama Liga Anti-Vaksin. Mereka memandang bahwa vaksin sebagai sesuatu yang berbahaya dan harus ditentang sehingga mereka membuat propaganda dan gerakan menentang vaksinasi.
Di Indonesia, antivaksin juga disuarakan baik oleh masyarakat umum maupun beberapa kalangan terpelajar. Masyarakat umum menentang vaksinasi karena khawatir akan keamanan vaksin itu, sementara kaum terpelajar menentang oleh karena dipandang sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Aspek etis vaksinasi
Dalam situasi biasa, vaksinasi itu adalah hak otonomi setiap individu. Pemberian vaksin (vaksinasi) itu sama dengan pemberian obat. Itu adalah hak otonomi setiap orang untuk menentukan sendiri apakah mau menerima atau tidak. Untuk itulah diperlukan informed consent ketika pasien setuju atau informed refusal kalau pasien menolak.
Baik vaksinasi maupun pengobatan itu 100 persen hak otonomi pasien. Mengapa? Sebab yang punya badan adalah pasien sehingga kalau dia sakit, ya, pasien sendiri yang merasakan; kalau dia sehat, ya, pasien yang merasakan.
Hak otonomi manusia menyatakan bahwa manusia berhak untuk mengatur dirinya sendiri. Pasien yang sakit tidak bisa diwajibkan berobat ke rumah sakit. Demikian juga vaksinasi cacar juga tidak bisa diwajibkan karena kalau tidak divaksin, yang bakal terkena cacar dan mengalami penderitaan juga dirinya sendiri. Kalau orang dengan tahu, mau, dan sadar mau menanggung risiko tidak divaksin, itu adalah hak dia dan orang lain tidak berhak untuk mencampuri.
Vaksinasi di masa pandemi
Vaksinasi Covid-19 di masa pandemi sedikit berbeda pendekatan etisnya. Covid-19 adalah virus yang mudah tersebar dengan kasus kematian yang tinggi. Hampir tidak ada negara di seluruh dunia ini yang tidak terkena. Penyebarannya sangat cepat dan mudah sehingga menyebabkan ketakutan melanda seluruh dunia.
Dampak lainnya juga sangat besar, misalnya dari segi ekonomi, sosial kemasyarakatan, politik, dan keagamaan. Dampak bagi keuangan negara juga sangat besar: dana yang sebenarnya bisa dipakai untuk menyejahterakan masyarakat harus dipergunakan untuk penanggulangan Covid-19 ini. Sementara ancaman kematian menjadi sangat riil karena semakin banyaknya orang yang terjangkiti virus ini.
Kalau orang tak divaksin, berarti akan membahayakan dan ancaman kematian bagi masyarakat.
Dalam situasi seperti ini, ancaman Covid-19 tidak lagi ancaman pribadi, tetapi sudah menjadi ancaman massa. Yang dibahayakan tidak lagi individu, tetapi masyarakat umum. Kalau orang tak divaksin, berarti akan membahayakan dan ancaman kematian bagi masyarakat.
Oleh karena itu, wajar bahwa vaksinasi itu tidak lagi menjadi hak otonomi setiap individu, tetapi menjadi kewajiban umum. Mengapa?
Sebab, tidak ada seorang pun yang boleh dan berhak menjadikan hidup orang lain terpapar pada bahaya penyakit dan kematian. Penghormatan terhadap otonomi (respect for autonomy) kalah dibandingkan dengan penghormatan terhadap hidup manusia (respect for life) karena hidup manusia menjadi dasar dari adanya hak untuk dihormati otonominya.
Adanya otonomi mengandaikan adanya hidup, maka hidup menjadi lebih fundamental dan tidak boleh dikurbankan demi otonomi.
Mengenai alasan penolakan vaksinasi karena secara ilmiah belum terbukti aman, dari segi etis tidak bisa dipertahankan. Pada 2005, UNESCO mengeluarkan dokumen Universal Declaration on Bioethics and Human Rights. Pada Pasal 3.2. dikatakan, ”Kepentingan dan kesejahteraan individu manusia harus lebih diutamakan dibandingkan dengan kepentingan ilmu pengetahuan dan masyarakat.”
Di satu pihak, sangat dimengerti pentingnya riset iptek demi perkembangan peradaban bangsa manusia, tetapi di lain pihak riset itu tidak boleh mengorbankan manusia, sekalipun riset tersebut sangat bermanfaat untuk manusia dan iptek itu sendiri. Hidup manusia harus lebih diutamakan daripada riset tersebut.
Kalau sekarang ini yang tersedia hanyalah vaksin yang secara ilmiah (melalui riset) belum terbukti 100 persen keamanannya, demi perlindungan kesejahteraan dan hidup manusia, vaksin seperti itu sah untuk dipergunakan. Hidup dan kesejahteraan manusia harus lebih diutamakan daripada riset itu sendiri karena riset adalah demi kesejahteraan serta hidup manusia dan bukan sebaliknya.
Kecuali kalau ada indikasi medis yang kontra terhadap vaksinasi bagi seseorang, vaksinasi Covid-19 tersebut mandatori dan bahkan kewajiban bagi warga negara.
CB KusmaryantoSCJ, Dosen Bioetika Kedokteran pada Pascasarjana Universitas Sanata Dharma dan Center for Bioethics and Medical Humanities Fakultas Kedokteran UGM.