Menentukan jumlah orang miskin dengan kriteria pendapatan atau pengeluaran sebenarnya sangat sulit. Banyak rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian tradisional atau informal dengan penghasilan tidak menentu.
Oleh
ALI KHOMSAN
·3 menit baca
Banyak hal harus dibenahi Menteri Sosial Tri Rismaharini, termasuk data penerima bantuan yang tak pernah diperbarui sejak 2015.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, garis kemiskinan pada Maret 2020 adalah Rp454.652 per kapita per bulan. Sedangkan garis kemiskinan Bank Dunia adalah 1,9 dollar AS per kapita per hari, atau setara Rp798.200 per bulan (kurs Rp14.000).
Kalau rumah tangga terdiri dari empat orang, maka untuk kriteria Bank Dunia perlu minimal penghasilan Rp3.192.800 per bulan agar tidak disebut rumah tangga miskin. Dengan standar Bank Dunia, angka kemiskinan lebih dua kali lipat.
Berbagai bantuan diluncurkan pemerintah saat ini. Kriteria berbeda-beda meski intinya sama: membantu orang miskin.
Salah satunya BLT dana desa. Mengacu Permendes 6/2020, ada punya 14 kriteria calon penerima bantuan ini. Di antaranya rumah berlantai tanah/bambu/kayu murah, dinding bambu/rumbia/kayu murah/tembok tanpa plester, air minum dari sumur/mata air/sungai/air hujan, tanpa listrik, makan 1-2 kali sehari.
Banyak kepala desa kesulitan menetapkan bantuan dengan kriteria itu.
Banyak kepala desa kesulitan menetapkan bantuan dengan kriteria itu. Mungkin 14 kriteria tersebut cocok untuk orang yang sangat melarat hidupnya sementara yang perlu bantuan (apalagi saat pandemi) adalah orang yang kehilangan pekerjaan, atau cukup masuk kategori miskin menurut kriteria BPS.
Di sekitar garis
Banyak rumah tangga miskin yang lantai rumahnya diplester, tidak menggunakan kayu bakar karena subsidi gas melon, dan makan tiga kali hari.
Ciri kemiskinan di Indonesia adalah banyak rumah tangga di sekitar atau sedikit di atas garis kemiskinan nasional, sehingga meski tidak miskin, mereka rentan terhadap kemiskinan. Selain itu, banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan namun menjadi miskin karena tidak dapat mengakses pelayanan dasar seperti ketersediaan air bersih dan perumahan layak huni.
Pendekatan yang umum dipakai dalam mengukur kemiskinan adalah kebutuhan dasar (basic needs) yang diukur dari pengeluaran (sebagai proksi dari pendapatan) rumah tangga atas pengeluaran sejumlah (bundel) komoditas sesuai ukuran kebutuhan minimumnya.
Angka itulah yang kemudian dijadikan batas (poverty line), membagi penduduk miskin dan penduduk tidak miskin (Yohandarwati et al, 2004). Karena perbedaan harga dan jenis komoditas, maka garis kemiskinan bisa berbeda antar-daerah.
Penggunaan garis kemiskinan yang terlalu rendah dapat memunculkan angka kemiskinan yang keliru. Banyak orang akan terklasifikasi tidak miskin padahal sangat menderita.
Kalau mencermati fakta statistik bahwa jumlah orang miskin “hanya” 25 juta orang, padahal yang berhak mendapatkan bantuan PKH 10 juta rumahtangga atau setara 40 juta orang, berapa sebenarnya jumlah orang miskin di Indonesia?
Menurut Chambers dalam Nasikun (2001), kemiskinan dapat dibagi dalam empat bentuk. Pertama, kemiskinan absolut yaitu pendapatan seseorang berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mendasar.
Kedua, kemiskinan relatif yaitu kemiskinan akibat kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga terjadi ketimpangan distribusi pendapatan.
Ketiga, kemiskinan kultural akibat kultur malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.
Keempat, kemiskinan struktural karena rendahnya akses terhadap sumber daya akibat sistem sosial, budaya dan politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan.
Menentukan jumlah orang miskin dengan kriteria pendapatan atau pengeluaran sebenarnya sangat sulit.
Kriteria yang tak mudah
Menentukan jumlah orang miskin dengan kriteria pendapatan atau pengeluaran sebenarnya sangat sulit. Banyak rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian tradisional atau informal dengan penghasilan tidak menentu.
Oleh sebab itu, dalam upaya pengentasan orang miskin perlu indikator kemiskinan (bukan hanya garis kemiskinan). Indikator harus realistis dan mudah dipakai di lapangan. Indikator ini antara lain status janda tanpa pekerjaan, pendidikan kepala rumah tangga rendah, kecilnya luas lantai rumah, tiadanya fasilitas buang air besar dan sebagainya.
Dari aspek gizi dan makanan, indikatornya adalah konsumsi daging yang rendah dan sebaliknya konsumsi ikan asin tinggi, serta adanya balita bergizi buruk dan stunting.
Ali Khomsan,Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia, IPB University.