Berakhir sudah Olimpiade Tokyo 2021, yang sarat silang pendapat sebelum dimulai. Tontonan gairah berkompetisi dari para atlet tetap diiringi nilai-nilai sportivitas.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Olimpiade Tokyo 2020 yang terselenggara 23 Juli 2021 hingga 8 Agustus 2021, menjadi salah satu Olimpiade bersejarah yang bakal terus dikenang. Mengingat, inilah Olimpiade pertama di tengah pandemi, yang diikuti 11.090 atlet dari 205 kontingen, dan mempertandingkan 33 cabang olahraga.
Pro dan kontra gelaran Olimpiade ini bergulir sejak 2020, kala pandemi Covid-19 merebak di dunia. Silang pendapat bergulir hingga sebelum kejuaraan multicabang sejagat ini dimulai.
Namun, Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan Pemerintah Jepang bergeming dengan keputusan pelaksanaan Olimpiade pada akhir Juli hingga awal Agustus ini. Dengan protokol kesehatan sangat ketat, mulai dari tes Covid-19 rutin bagi atlet, masa isolasi dengan jumlah hari tak boleh ditawar, hingga merelakan tribune tanpa penonton, Olimpiade Tokyo 2020 ditutup dalam kesederhanaan, Minggu (8/8/2021).
Tanda tanya kepastian Olimpiade membuat para atlet kebingungan mengatur jadwal latihan. Mayoritas negara sudah memprogramkan atlet mereka mencapai performa puncak (peak performance) pada 2020. Target performa itu disesuaikan dengan usia, prestasi dan kondisi terkini atlet, yang terpantau dari latihan dan uji coba.
Situasi makin rumit saat jadwal diundur setahun. Performa puncak para atlet diatur ulang, disesuaikan dengan jadwal Olimpiade pada 2021. Agenda event pra-olimpiade yang berantakan akibat pandemi juga membuat uji coba amburadul.
Dengan berbagai fakta sulit itu, Olimpiade Tokyo 2020 digelar juga dan menuntaskan 17 hari pelaksanaan. Panggung akbar olahraga ini menghadirkan momen-momen kompetisi kelas dunia, yang tetap mengindahkan nilai sportivitas.
Di cabang atletik, publik dunia menjadi saksi saat Mutaz Essa Barshim (Qatar) dan Gianmarco Tamberi (Italia), dua rival di loncat tinggi, rela berbagi medali emas. Ketika panitia memastikan medali emas bisa untuk dua atlet, Barshim dan Tamberi berpelukan bahagia. Persaingan bukan segalanya, karena persahabatan dalam olahraga lebih abadi.
Berbagai problem jelang Tokyo 2020, salah satunya juga berkonsekuensi pada tumbangnya unggulan utama di berbagai cabang. Di bulu tangkis, tidak ada pemain nomor satu dunia yang meraih emas. Di atletik, dominasi Amerika Serikat di nomor lari cepat 100 meter dan estafet 4 x 100 meter putra harus rela beralih ke tangan pelari-pelari Italia.
Di bola voli, tim putra Brasil, yang langganan final dan tiga kali meraih emas Olimpiade, harus tersisih di semifinal oleh Perancis, peraih emas. Di kolam renang, dunia juga menyambut kehadiran raja renang baru, Caeleb Dressel (Amerika Serikat), dan ratu renang Emma McKeon (Australia).
Kekalahan sang unggulan, dan sebaliknya kemenangan sang kuda hitam, tak lantas memunculkan perseteruan berlebihan. Yang kalah dan yang menang tetap saling respek. Sembari, tentu saja, bersiap menuju perhelatan berikutnya di Paris 2024, dengan penampilan lebih prima.
Sepanjang perhelatan Tokyo 2020, dunia menyaksikan betapa sportivitas dalam olahraga kekal adanya. Pandemi Covid-19 tak meluruhkannya.