Berita bahwa PLN akan memensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batubara pada 2025 menimbulkan pemikiran tentang energi penggantinya.
Bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, gas, dan batubara, selain merupakan sumber emisi karbon, juga terbatas ketersediaannya. Perlu dipikirkan sumber energi baru yang bersih, seperti tenaga surya, air, angin, dan panas bumi.
Kompas (Selasa, 28/9/2021) memuat berita ”Komitmen pada Energi Bersih Lemah”. Banyak negara berjanji siap mengganti bahan bakar fosil dengan energi bersih, tetapi di negara maju sekalipun, hal itu bukan perkara mudah.
Negara tetangga, Malaysia, mengumumkan tidak lagi menggunakan batubara dan mengurangi emisi karbon hingga 45 persen pada 2030. Australia berjanji menghentikan pemakaian batubara di dalam negeri, tetapi di sisi lain masih menjual batubara ke negara-negara lain.
Sumber energi bersih sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil menjadi sangat penting untuk masa depan dunia. Maka, pengembangan teknologi energi baru terbarukan sebagai energi bersih sangat diperlukan dan karena itu menjadi obyek riset yang menjanjikan.
Riset di bidang energi baru terbarukan memerlukan persiapan terarah dan dirancang baik agar menghasilkan inovasi tepat guna. Salah satu persiapan riset adalah pemetaan paten (patent mapping) untuk mengidentifikasi teknologi yang sudah ada dan dilindungi paten.
Tujuan pemetaan paten ada tiga arah, pertama untuk menghindari pengulangan riset, kedua menghindari pelanggaran hak paten pihak lain, dan ketiga bisa menentukan obyek riset secara tepat.
Sebagai contoh, pemetaan paten di bidang energi panas bumi (geotermal) menghasilkan fakta bahwa di dalam negeri yang mempunyai hak paten adalah Pertamina Geothermal Energy sebanyak 12 paten, Universitas Diponegoro 5 paten, dan Pertamina Persero 3 paten.
Dibandingkan dengan perolehan paten global di bidang geotermal, angka itu sangat kecil. Halliburton Energy Services, misalnya, memiliki 3.454 paten. Artinya, peluang riset di bidang energi baru terbarukan terbuka lebar, bisa dilakukan secara cerdas dengan pemetaan paten.
Gunawan Suryomurcito
Konsultan HKI, Pondok Indah, Jakarta
Pembunuhan
Dalam peristiwa tragis yang menimpa ibu dan putrinya di Subang, sampai sekarang pelakunya belum ditemukan. Para penegak hukum masih bekerja keras untuk mengungkap.
Setiap ada peristiwa pembunuhan, saya selalu teringat kejadian di perumahan Modernland, Tangerang. Akhir Februari 1998, ada pembunuhan sepasang suami istri.
Sudah lebih dari 23 tahun peristiwa tersebut belum terungkap, termasuk apa latar belakang pembunuhan itu.
Bisa dipastikan bukan perampokan karena tak ada barang berharga yang hilang. Pelaku memang membawa salah satu mobil korban, tetapi ditinggalkan di sekitar Cilegon. Mobil hanya untuk kabur.
Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan pintu dan jendela. Artinya, pembunuh datang seperti tamu, barangkali dikenal oleh korban. Saat peristiwa terjadi, korban hanya berdua di rumah, sedangkan anak-anaknya sekolah di kota lain.
Tahun-tahun pertama setelah peristiwa tragis itu, para penegak hukum silih berganti menyampaikan perkembangan penyidikan. Namun, seiring waktu, tidak ada kontak lagi.
Sempat beredar kabar bahwa dalang pembunuhan tersebut adalah orang kuat di negeri kita. Penyidikan menjadi tersendat, bahkan mungkin terhambat. Diduga, motifnya adalah persaingan bisnis.
Sebagai tambahan informasi, sang suami adalah seorang penerbang yang kebetulan juga menjalankan bisnis.
Menjadi pertanyaan, sebenarnya untuk jangka waktu berapa lama sebuah kasus kejahatan—apalagi kelasnya adalah pembunuhan—”tidak dilanjutkan” penyidikannya oleh pihak yang berwajib?
Sepengetahuan saya, di sejumlah negara dengan sistem hukum yang baik, tidak ada penyidikan peristiwa kejahatan yang dihentikan.
Saya adalah adik kandung korban perempuan, yang bersama keluarga besar dan sudah tentu anak-anaknya, masih berharap agar kasus tersebut terungkap. Semoga para penegak hukum tidak lupa.
Samesto Nitisastro
Pesona Khayangan, Depok
”Wi-Fi” dan TVRI
Sejak menggunakan First Media (ID 11487754), saluran TVRI jadi sering error dengan penjelasan: ”Untuk sementara saluran ini tidak tersedia”.
Semakin mengecewakan karena error hampir selalu terjadi setiap ada acara olahraga. Dari Piala Eropa, Copa America, hingga Olimpiade Tokyo 2020, siaran langsung TVRI error, sementara RCTI tidak masuk jaringan First Media.
Ironis karena TVRI seperti slogannya sebagai saluran pemersatu bangsa, bisa diakses di seluruh wilayah kerja NKRI, tetapi justru First Media menghambat semangat persatuan keindonesiaan dengan mengebiri TVRI. Kekecewaan ini menjadi-jadi karena tagihan yang selalu naik.
Formulir kontrak menyatakan tarif Rp 223.500 per bulan, sekarang Rp 289.500.
Semoga dalam siaran PON Papua kali ini First Media tidak memboikot TVRI dan tagihan bulanan kembali sesuai kontrak awal.
Yes Sugimo
Jl Melati Raya, Melatiwangi, Cilengkrang, Bandung 40616