Pernyataan anggota DPR milenial di atas merupakan gambaran sikap feodalistik. Sungguh memprihatinkan. Apalagi kita baru memperingati Hari Sumpah Pemuda. Para pendiri bangsa pasti menangis mengetahui hal ini.
Oleh
Hadisudjono Sastrosatomo
·3 menit baca
Menarik dan melegakan membaca Tajuk Rencana (Kompas, 23/11/2021) berjudul ”OTT dengan Pemberitahuan”. Tajuk itu mengajak kita berpikir jernih dan berjiwa adil dalam memperlakukan manusia warga negara.
Isinya menanggapi anggota Komisi Hukum DPR yang mengatakan, polisi, jaksa, dan hakim semestinya tidak bisa ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) karena mereka adalah simbol negara.
Selain mengecilkan makna simbol negara, ucapan itu juga mengingkari prinsip kesamaan di muka hukum. Pasal 27 UUD 1945 menegaskan, setiap warga negara punya kedudukan yang sama di muka hukum.
Menurut Azmi Syahputra, dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti (Kompas, 21/11/2021), seharusnya semua pihak menghindari area rawan korupsi, bukan malah meminta pengecualian OTT. Logika yang terbalik-balik.
Justru, citra institusi rusak karena perbuatan korupsi penegak hukum dan kepala daerah. Bukan karena OTT. Jadi tidak ada pengecualian. Siapa pun bisa di-OTT.
Pada 22/11/2021, Kompas memuat berita luar negeri: ”Mantan PM Israel Benjamin Netanyahu Diadili dalam Kasus Korupsi”. Orang yang telah berkuasa cukup lama pun tidak kebal hukum.
Jangan sampai pernyataan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Bosowa, Makassar, Marwan Mas, yang kerap menyebut Indonesia sebagai ”negara surga bagi koruptor”, jadi kenyataan. Nyatanya, para pencuri uang rakyat itu masih dapat berbagai ”keistimewaan”. Dari remisi, pembebasan bersyarat, hingga grasi.
Pernyataan anggota DPR milenial di atas merupakan gambaran sikap feodalistik. Sungguh memprihatinkan. Apalagi kita baru memperingati Hari Sumpah Pemuda. Para pendiri bangsa pasti menangis mengetahui hal ini.
Tata nilai bangsa Indonesia perlu terus dibangun dan ditingkatkan. National character building perlu dihidupkan kembali. Kita perlu bekerja keras untuk mencapai Indonesia tangguh, maju, dan jujur.
Selain warisan yang kasatmata seperti pembangunan infrastruktur, warisan nirkasatmata berupa watak bangsa yang luhur juga perlu dibangun. Itulah warisan kepemimpinan Presiden Jokowi yang akan selalu dikenang.
Hadisudjono Sastrosatomo
Anggota Tim Pengarah Etika Bisnis dan Organisasi SS-PEBOSS–STM PPM
Menteng Raya, Jakarta 12970
Seleksi KPU dan Bawaslu
Saat ini sedang berlangsung tahapan seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027.
Tim seleksi yang dipercaya menjalankan proses seleksi menjadi sorotan. Ini karena publik berharap tim yang ditunjuk Presiden Joko Widodo mampu mencari calon penyelenggara pemilu yang jujur dan berintegritas.
Mereka kini tengah bekerja keras dan pada Januari 2022 nama-nama calon anggota KPU dan Bawaslu akan diserahkan ke Presiden. Presiden selanjutnya meneruskan ke DPR untuk uji kepatutan dan kelayakan.
Tuntutan publik kepada tim seleksi begitu besar mengingat salah satu anggota KPU periode 2017-2022, Wahyu Setiawan, terbukti menerima suap dari salah satu caleg DPR PDI-P, Hasan Masiku. Wahyu masuk penjara, Hasan hilang ditelan bumi.
Sekalipun proses seleksi penyelenggara pemilu tahun ini dilakukan saat pandemi, ekspektasi publik tetap tinggi. Tentunya, hasil ekspektasi itu harus diwujudkan dengan nama-nama calon yang berintegritas dan berkualitas.
Jangan sampai proses pemilihan berada dalam ”tekanan” pimpinan ormas, parpol, DPR, ataupun lingkaran pemerintahan, istana, demi mengamankan gerbong untuk agenda Pemilu 2024.
Semoga kerja-kerja tim seleksi tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga berani bersikap independen, bisa memutuskan tanpa intervensi ”tekanan” dari para elite politik yang berkepentingan.