”Unicorn” atau perusahaan rintisan yang bervaluasi di atas 1 miliar dollar AS terus bermunculan di tengah pandemi. Apa yang menjadi penyebab jumlah ”unicorn” bertambah begitu cepat?
Oleh
Andreas Maryoto
·4 menit baca
Tahun ini sepertinya menjadi tahun unicorn, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain. Usaha rintisan dengan nilai di atas 1 miliar dollar AS bermunculan dan berkembang pesat. Pandemi menjadi salah satu pemercepat pertumbuhan unicorn. Keharusan berada di rumah dan menjaga jarak menjadikan teknologi digital makin dibutuhkan dalam keseharian.
Secara global, menurut Pitchbook yang merupakan lembaga yang mencatat investasi di perusahaan teknologi, jumlah usaha rintisan terus bertambah secara signifikan. Mereka mengatakan, ketika kami pertama kali menerbitkan artikel ini pada 2019, ada 354 unicorn aktif yang dibangun secara global dari tahun sebelumnya, yaitu 348. Pada akhir 2019, ada 439 perusahaan unicorn aktif, termasuk 139 usaha rintisan baru.
Pada 2020 terdapat 162 perusahaan baru di seluruh dunia yang berhak mendapat status unicorn sehingga jumlah unicorn aktif mencapai 538. Masih menurut catatan mereka, sejauh ini pada 2021, unicorn memulai dengan awal yang kuat setelah satu kuartal. Pada 24 Maret, sebanyak 86 perusahaan baru, termasuk orang-orang seperti Blockchain.com, Mambu, Rivian Automotive dan Zapier, membuat debut unicorn mereka.
Per data PitchBook pada bulan itu, jumlah perusahaan unicorn aktif mencapai 602 secara global. Awal Desember juga ada kabar jumlah unicorn global telah mencapai 800 usaha. Jumlah ini tentu bertambah lagi karena belakangan bermunculan juga unicorn baru. Menjelang akhir tahun, beberapa unicorn juga lahir.
Laporan terbaru dari laman Business Insider menyebutkan, pada 2021 ini jumlah unicorn yang lahir dalam setahun telah memecahkan rekor. Lebih dari 340 perusahaan rintisan Amerika Serikat menjadi unicorn di berbagai industri hingga pada pertengahan Desember. Angka itu berarti di dalam setiap hari ada unicorn lahir di Amerika Serikat.
Di India, Jumlah usaha rintisan baru pada tahun ini disebutkan mencapai 42 perusahaan. Bidang-bidang usaha mereka adalah kesehatan, perdagangan, pelayanan farmasi, dan mata uang kripto. India sangat bernafsu untuk memperbanyak jumlah unicorn.
Secara keseluruhan, jumlah unicorn negara itu telah mencapai 82 buah, tetapi pada tahun depan mereka menargetkan akan mengelola 100 unicorn. Capaian itu lebih cepat dibandingkan dengan target Pemerintah India, yaitu jumlah tersebut akan tercapai pada 2023.
Di Indonesia jumlah unicorn mengalami kenaikan juga. Meski jumlah pastinya membingungkan. Ada yang menyebut jumlah unicorn Indonesia baru mencapai 7 buah, tetapi ada pula yang menyebut hingga 11 unicorn. Kebingungan itu muncul karena tidak sedikit para pendiri usaha rintisan mengklaim dirinya sebagai unicorn.
Akan lebih bisa dipercaya apabila ada lembaga yang melakukan validasi terhadap valuasi mereka sehingga pernyataan telah bergabung di dalam grup unicorn tidak dilakukan sepihak. Akan tetapi, apa pun perkembangan ini menarik dan Indonesia bisa berada di pentas global dalam industri digital.
Kita tentu bertanya-tanya, apa yang menjadi penyebab jumlah unicorn bertambah begitu cepat?
Seorang penulis bidang teknologi Debarqhya Sil di dalam tulisan di Inc24 menyebutkan, usaha yang didirikan sebelum 2011 membutuhkan rata-rata 9,3 tahun sejak tanggal awal untuk memasuki klub unicorn. Usaha rintisan yang didirikan pada dan setelah 2012 membutuhkan rata-rata 4,8 tahun untuk melampaui penilaian 1 miliar dollar AS.
Usaha rintisan yang masuk ke unicorn antara tahun 2012 dan 2020 rata-rata membutuhkan waktu 7,5 tahun, sedangkan usaha rintisan yang menjadi unicorn pada 2021 membutuhkan waktu rata-rata 6,6 tahun. Belakangan, waktu untuk mencapai unicorn memang lebih pendek.
Pandemi menjadi pendorong utama kenaikan valuasi usaha rintisan. Masa-masa orang harus berada di rumah karena kebijakan pembatasan telah menyebabkan orang semakin bergantung pada aplikasi. Oleh karena itu, penambahan jumlah pengguna yang mengunduh, jumlah yang menggunakan aplikasi, dan tentu lalu lintas kenaikan data dalam penggunaan aplikasi. Kenaikan ini pasti menambah valuasi usaha rintisan sehingga bisa menjadi unicorn.
Di samping itu, pendanaan usaha rintisan juga makin bervariasi. Salah satu penjelasannya adalah konvergensi yang terus meningkat antara pasar swasta dan publik. Pada masa lalu, perusahaan sering mengandalkan penawaran saham perdana untuk mendapatkan modal yang dibutuhkan untuk operasi.
Namun, sekarang perusahaan dapat mengumpulkan dana swasta dalam jumlah yang lebih besar sejak dini. Langkah ini memungkinkan mereka untuk mencapai penilaian miliaran dollar AS tanpa harus mencari modal ke pasar modal.
Di dalam bidang teknologi, kemampuan usaha rintisan mempermudah berbagai urusan menjadi kunci mereka memenangkan hati para pengguna. Pada saat pandemi, beberapa aplikasi berhasil mengatasi kebingungan dan kepanikan orang karena mereka memiliki teknologi yang lebih maju. Sekalipun sudah ada perusahaan lain yang berada di bidang itu. Sebagai contoh, cara mendaftar, memesan, dan mengeksekusi saham makin dipermudah ketika muncul aplikasi perdagangan saham meski pemain lama sudah ada.
Kombinasi antara pandemi, pendanaan, dan solusi teknologi memang mempercepat sebuah usaha rintisan berkembang pesat. Ketika sebagian orang melihat pandemi sebagai situasi yang menekan, ada beberapa orang melihatnya sebagai tantangan untuk menghasilkan solusi.
Inovasi pendanaan juga makin bervariasi. Keunggulan teknologi sekali lagi membuktikan bahwa faktor ini menjadi penentu di tengah persaingan industri digital.
Mereka yang mampu membuat inovasi untuk melayani pengguna akan memenangi kompetisi. Kompetisi ini menghasilkan sejumlah usaha rintisan yang berkembang pesat. Bila dalam tahun ini muncul 800 unicorn, dalam sehari lahir dua unicorn di Bumi.