Berbagai pembatasan yang terkait dengan investasi syariah sejatinya melindungi investor dari unsur-unsur ketidakjelasan dan potensi penipuan. Namun, ketersediaan produk syariah belum sebanyak produk konvensional.
Oleh
Anastasia Joice Tauris Santi
·3 menit baca
Untuk memulai investasi, kadang ada calon investor yang galau, khawatir keputusan investasinya tidak sesuai dengan kaidah syariah. Sebenarnya, instrumen investasi yang seturut dengan kaidah syariah sudah cukup banyak.
Secara umum, kaidah investasi syariah harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya kehalalan barang, cara memperoleh, dan penggunaannya. Investasi juga tidak boleh mengandung unsur riba, gharar, dan maysir.
Riba merupakan kegiatan ekonomi yang mengenakan tambahan atau bunga terhadap pokok utang. Sementara gharar adalah ketidakpastian dalam sebuah transaksi sehingga berpotensi terjadi penzaliman dari satu pihak terhadap pihak lainnya. Contoh, investasi yang belum jelas instrumen dan obyeknya, seperti yang ditawarkan investasi bodong.
Sebenarnya, instrumen investasi yang seturut dengan kaidah syariah sudah cukup banyak.
Untuk menghindari jebakan investasi semacam ini, investor dapat mengecek apakah harga yang ditawarkan wajar, serta barang dan penyerahannya jelas. Di Indonesia, hal ini dapat dilakukan melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Suatu investasi atau entitas yang menawarkan investasi yang jelas semestinya terdaftar di OJK.
Sementara maysir merupakan transaksi yang mengandung unsur perjudian. Judi terkait erat dengan spekulasi. Dalam hal ini spekulasi yang mengacu pada skema yang mengalokasikan sedikit dana untuk mendapatkan dana dalam jumlah besar.
Untuk mendapatkan pengembalian besar, ada hak orang lain yang diambil. Dalam konteks investasi, skema ponzi dan money game termasuk di dalamnya. Investasi dengan situasi seperti ini sudah jelas tidak sesuai kaidah syariah.
Selain itu, investasi yang halal pun dapat berubah menjadi haram jika dilakukan dengan praktik yang tidak baik. Misalnya, jika sebuah investasi syariah mengandung unsur penipuan atau tadlis.
Bisa juga karena terjadinya pemaksaan akad dari satu pihak ke pihak lainnya, menimbun untuk mencari keuntungan besar, atau menyembunyikan kondisi tidak sempurna atau adanya kecacatan.
Produk
Secara umum, produk investasi konvensional tidak jauh berbeda dengan produk investasi syariah. Demikian pula dengan kinerjanya. Berbagai pembatasan yang terkait dengan investasi syariah sejatinya melindungi investor dari unsur-unsur ketidakjelasan dan potensi penipuan. Namun, ketersediaan produk syariah belum sebanyak produk konvensional.
Instrumen investasi yang seturut dengan prinsip syariah di antaranya emas, tanah, atau bangunan. Sementara untuk produk investasi di pasar modal, para investor dapat memilih obligasi ritel, seperti sukuk ritel atau sukri. Dapat pula memilih saham-saham syariah.
Beberapa sekuritas telah memasukkan pilihan investasi saham syariah dalam platform online trading-nya. Jika investor sudah memutuskan untuk memilih saham syariah, dia tidak dapat bertransaksi saham yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, seperti saham perbankan konvensional.
Reksa dana syariah juga dapat menjadi pilihan. Reksa dana ini sudah diracik berdasarkan prinsip syariah dan diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah pada setiap manajer investasi. Reksa dana ini berisi obligasi sukuk atau saham yang masuk dalam Daftar Efek Syariah.
Jadi, dengan memegang prinsip syariah, kita tetap dapat berinvestasi.