IMF: Utang Indonesia Aman, Tetapi Jangan Berpuas Diri
Pemerintah Indonesia mampu mengelola tingkat utangnya dengan baik dan dengan kehati-hatian. Masyarakat global, khususnya para investor, masih menunjukkan optimisme terhadap perekonomian Indonesia.
Oleh
JAMES P WALSH
·4 menit baca
Sejak pandemi Covid-19 dimulai, jutaan orang telah meninggal karena Covid-19 di berbagai belahan dunia. Namun, pandemi ini tidak hanya merupakan sebuah tragedi sisi kemanusiaan, tetapi juga tragedi sisi ekonomi.
Banyak negara telah mengambil kebijakan pembatasan mobilitas untuk mencegah penyebaran virus. Namun demikian, kebijakan tersebut seperti pedang bermata dua yang juga menyebabkan aktivitas ekonomi terhambat, banyak masyarakat kehilangan mata pencaharian, serta sektor usaha menghadapi ketidakpastian atas kapan kondisi ekonomi dan permintaan dapat kembali seperti saat sebelum pandemi.
Dalam menghadapi tantangan pandemi, pemerintah di seluruh dunia berusaha menjaga kesehatan masyarakat dan memastikan tersedianya lapangan pekerjaan. Kebijakan yang sifatnya extraordinary telah diambil oleh banyak negara, termasuk Indonesia.
Insentif perpajakan, penjaminan dan pemberian pinjaman bagi usaha kecil serta bantuan langsung kepada masyarakat menjadi kebijakan yang dipilih oleh banyak negara.
Pada saat yang sama, pembatasan mobilitas yang menyebabkan terganggunya roda perekonomian, membuat masyarakat kehilangan pendapatan dan perusahaan yang mengalami penurunan laba. Akibatnya, penerimaan pemerintah dari perpajakan menurun sehingga memperlebar defisit anggaran. Untuk menutup defisit tersebut, pemerintah perlu meningkatkan pembiayaan anggaran, salah satunya bersumber dari utang.
Untuk menutup defisit tersebut, pemerintah perlu meningkatkan pembiayaan anggaran, salah satunya bersumber dari utang.
Masih aman
Di Indonesia, pemerintah telah memperbesar alokasi belanja negara untuk mendukung fasilitas kesehatan, testing & tracing, penyediaan vaksin, insentif usaha, serta memberikan bantuan langsung kepada masyarakat terdampak.
Negara di seluruh dunia menghadapi tantangan serupa dan membuat pilihan yang sama. Apakah pilihan ini tepat? Untuk Indonesia, jawabannya adalah ya. Tingkat nominal utang Indonesia saat ini memang menjadi lebih tinggi dibanding 2019. Tetapi, dengan memerhatikan kondisi saat ini dan perkiraan aktivitas ekonomi di masa depan, IMF melihat bahwa secara umum tingkat utang Indonesia masih aman.
IMF melakukan asesmen ekonomi secara rutin seluruh anggotanya di mana salah satu bagian dari proses tersebut adalah melihat kemampuan anggota dalam hal pengelolaan utang. Dalam hal ini, IMF tidak bergantung pada suatu threshold (ukuran) tertentu.
IMF melihat bahwa tiap negara mempunyai kondisi dan prospek yang berbeda. Sebagai contoh, negara dengan tingkat utang yang meningkat karena aktivitas investasi pada sektor energi baru dan terbarukan (EBT) akan lebih mudah mengakses sumber pembiayaan di masa mendatang. Namun, negara yang menambah utang secara berlebih pada saat kondisi ekonomi sedang tumbuh tinggi (economic boom) cenderung mengalami tekanan pada beban pembayaran utang pada saat laju pertumbuhan mulai melambat (moderation).
Dalam laporan IMF, Oktober 2021, yang akan diperbarui pada awal 2022, IMF memperkirakan utang Pemerintah Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) telah meningkat dari sekitar 30,6 persen pada akhir 2019 menjadi 36,6 persen pada 2020. Pada akhir 2021, rasio ini diperkirakan dapat mencapai 41,4 persen.
Sekilas, tingkat rasio ini memang tampak tinggi, tetapi melihat kondisi saat ini, kenaikan rasio tersebut merupakan hasil dari kebijakan yang banyak diambil juga oleh negara-negara lain. Justru, Pemerintah Indonesia mampu mengelola tingkat utangnya dengan baik dan dengan kehati-hatian.
Hal ini tercermin dari beberapa hal berikut. Pertama, perekonomian Indonesia bergerak cukup stabil, bahkan selama pandemi. Kedua, tekanan dari arus keluar (outflow) dana asing yang terjadi tahun lalu telah mereda dan pasar keuangan Indonesia telah berbalik mencatat -kan dana masuk (inflow) yang membantu cadangan devisa mencapai posisi cukup tinggi.
Ketiga, biaya utang Indonesia saat ini juga tak lebih tinggi dari sebelum pandemi. Tak seperti banyak negara berkembang lain, lembaga pemeringkat internasional tak menurunkan peringkat kelayakan kredit Indonesia. Masyarakat global, khususnya para investor, masih menunjukkan optimisme terhadap perekonomian Indonesia.
Jangan berpuas diri
Namun, bukan berarti Indonesia bisa berpuas diri. Ketika ekonomi kembali pulih, penerimaan pajak diperkirakan akan kembali meningkat sejalan dengan disahkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Di sisi lain, pengeluaran yang bersifat extraordinary akan secara otomatis menurun. Indonesia saat ini sudah memiliki kerangka pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang kuat. Sebelum pandemi Covid-19, Indonesia telah mampu menjaga defisit anggaran tidak lebih dari tiga persen dari PDB, sebuah kebijakan yang disiplin dan menunjukkan kehati-hatian.
Meskipun saat ini defisit APBN Indonesia meningkat, namun kondisi makro yang tercermin dari inflasi Indonesia masih cukup terkendali dan laju pertumbuhan ekonomi sudah mulai menunjukkan pemulihan. Dengan asumsi pemulihan tersebut berlanjut, dan tidak ada permasalahan baru yang muncul terkait Covid-19, IMF melihat bahwa defisit anggaran Indonesia dapat kembali berada di bawah tiga persen dari PDB pada 2023, sesuai peta jalan yang ditetapkan pemerintah.
IMF akan terus belajar dari Indonesia serta menyampaikan pengalaman pelaksanaan kebijakan dari negara lain kepada Indonesia.
Di sisi lain, saat ini hingga 2023 Indonesia memimpin forum G-20, suatu forum kerja sama multilateral yang beranggotakan negara-negara yang termasuk dalam kategori perekonomian terbesar dunia.
Forum ini memberikan peluang bagi negara-negara tersebut untuk dapat duduk bersama membahas isu-isu kebijakan perekonomian terkini. Pengelolaan kebijakan fiskal Indonesia yang didasari kehati-hatian serta komitmen untuk menjaga defisit adalah hal yang menarik dan inovatif.
IMF akan terus bekerja bersama dengan Indonesia. Melalui hubungan yang konstruktif, IMF akan terus belajar dari Indonesia serta menyampaikan pengalaman pelaksanaan kebijakan dari negara lain kepada Indonesia.
James P Walsh Kepala Perwakilan Dana Moneter Internasional (IMF) di Indonesia