Cacar monyet diprediksi tak akan menjadi pandemi berat seperti Covid-19 karena penularannya spesifik dan membutuhkan kontak erat. Namun, WHO mengingatkan kita untuk serius memitigasi dan menanggulanginya.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kasus pertama cacar monyet akhirnya dilaporkan di Indonesia. Dengan 270 juta penduduk dan akses masuk yang banyak, temuan memang tinggal menghitung hari.
Pasien terkonfirmasi cacar monyet itu laki-laki berusia 27 tahun dan baru pulang dari bepergian ke luar negeri. Menurut Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril, pasien dalam kondisi baik sehingga cukup melakukan isolasi mandiri. Tidak perlu rawat inap (Kompas, 21/8/2022).
Dengan demikian, sudah 94 negara melaporkan kasus cacar monyet. Hingga pekan lalu, total kasus terkonfirmasi mencapai 41.358 kasus, menurut Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (CDC). Sebagian besar kasus berasal dari Benua Eropa, diikuti Amerika Serikat (AS).
Cacar monyet atau monkeypox bukan penyakit baru. Ditemukan pertama kali pada monyet tahun 1958, baru tahun 1970 dilaporkan kasus pertama pada manusia, di kawasan Afrika barat dan tengah. Namun, baru tahun 2022 terjadi penularan antarmanusia yang cepat di banyak negara. Dalam satu minggu, peningkatannya mencapai 20 persen. Tidak mengherankan jika pada 23 Juli 2022 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan cacar monyet sebagai masalah darurat kesehatan global.
Sebenarnya cacar monyet diprediksi tidak akan menjadi pandemi berat seperti Covid-19 karena penularannya yang spesifik dan membutuhkan kontak erat. Namun, WHO mengingatkan kita untuk serius memitigasi dan menanggulanginya, daripada kemudian merebak dalam skala tak terduga.
Kita pun sebaiknya bersiap, setidaknya dengan meningkatkan kewaspadaan para petugas bandara ataupun pelabuhan, yang menjadi gerbang masuk Indonesia. Orang dengan ruam di kulit muka dan tangan harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat. Temuan sebaiknya diikuti dengan penelusuran untuk menghentikan rantai penularan.
Baru tahun 2022 terjadi penularan antarmanusia yang cepat di banyak negara.
Masyarakat juga perlu diedukasi sebaik-baiknya, terutama untuk tidak bersentuhan, menggunakan barang bersama, apalagi berhubungan seksual dengan yang tertular. Cacar monyet sejauh ini banyak ditemukan pada kelompok homoseksual, tetapi ada juga tenaga kesehatan dan anak-anak yang tertular karena kontak dekat.
Selanjutnya, kelompok berisiko tinggi juga perlu didorong mengedukasi orang-orang di lingkungannya. Mereka harus tahu gejala, segera ke fasilitas kesehatan terdekat, dan menginformasikan potensi penularan kepada tenaga kesehatan. Akan lebih baik lagi apabila pemerintah, bekerja sama dengan organisasi profesi terkait, menyiapkan tempat khusus di fasilitas kesehatan untuk pasien cacar monyet.
Kita perlu menangani masalah ini dengan serius, tetapi kita tidak boleh khawatir berlebihan agar tidak terlalu banyak energi yang ditumpahkan. Apalagi, selain umumnya bergejala ringan dan sembuh sendiri, cacar monyet juga sudah ada vaksinnya. Kuncinya menerapkan protokol kesehatan tanpa lelah, di mana pun kita berada.