Berbeda dengan kata biasa, istilah lebih ”kebal konteks”. Dalam keseharian, banyak istilah yang menyalahi kaidah, tetapi terus dipakai. Beberapa di antaranya ialah ”perdana menteri” dan ”ilmu pengetahuan”.
Oleh
L WILARDJO
·3 menit baca
Istilah ialah kata atau gabungan kata—kata majemuk, atau frasa—yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses keadaan, atau sifat yang khas di bidang tertentu (KBBI). Berbeda dengan kata biasa, istilah lebih ”kebal konteks”, artinya tidak dipengaruhi konteks penggunaannya.
Laser, misalnya, ialah istilah fisika dalam bahasa Inggris. Semula kata tunggal itu akronim yang terbentuk oleh lima (atau tujuh) kata, yakni light amplification by stimulated emission of radiation (penguatan cahaya dengan pemancaran sinar terangsang).
Adapun titik didih ialah istilah yang terdiri atas dua kata. Bharatayuda ialah kata yang dapat dianggap nama atau istilah, yakni istilah pewayangan, yang terdiri atas dua kata, yang dirangkai menjadi satu. Bharatayuda berarti ’perang (yuda) besar habis-habisan antara Pandawa dan Kurawa yang sama-sama trah (keturunan) Bharata’.
Dalam hal kosakata, pengguna bahasa adalah raja. Kita bersikap deskriptif, menuruti saja apa yang ”hidup” (lazim) di dalam masyarakat pengguna BI.
Pemaknaannya mengikuti hukum MD: kata yang menerangkan diikuti kata yang diterangkan. Susunannya begitu, sebab istilah itu berasal dari bahasa Sanskerta. Istilah dua-kata yang ”asli” Indonesia (lazimnya) mengikuti hukum DM: yang diterangkan dulu, lalu yang menerangkan.
Inframerah ialah istilah kata tunggal yang terdiri atas dua bagian. Bagian depannya, infra, bukan kata, melainkan bentuk penggabung (combining form). Karena itu, inframerah mengikuti hukum MD. Kalau istilah ini hendak ”dibetulkan” menjadi merah infra, malah menjadi salah, sebab infra itu bukan kata—bukan kata sifat—melainkan, seperti telah disebutkan tadi, bentuk penggabung.
Dalam istilah dua-kata, genus proximum (jenis yang terdekat) itu kata yang di depan. Kata itu harus lebih umum (general) atau lebih rampat, lalu diiringi kata di belakangnya, yang mengkhususkan, artinya membuat spesifik makna istilah tersebut.
Istana, misalnya, ialah ’gedung megah tempat kediaman raja atau presiden beserta keluarganya’. Genus proximum-nya ialah gedung megah, dan yang selebihnya adalah differentia specifica (pembeda yang mengkhususkan).
Istilah perdana menteri menyalahi kaidah ini. Kalau kita mau, sebenarnya susunan yang terbalik itu dapat kita luruskan, menjadi menteri perdana (menteri pertama). Namun, kita (mayoritas pengguna bahasa Indonesia) emoh melakukan pembetulan itu. Maka jadilah perdana menteri itu istilah salah kaprah (misnomer).
Dalam hal kosakata, pengguna bahasa adalah raja. Walaupun dinyinyiri dengan pepatah ”raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah”, istilah yang salah kaprah itu jalan terus; tidak peduli!
Perdana menteri itu sama salah kaprahnya dengan ilmu pengetahuan. Meskipun kaprah (lumrah), sejatinya istilah ilmu pengetahuan itu salah, sebab ilmu (science) itu lebih khusus/spesifik daripada pengetahuan (knowledge).
Yang benar seharusnya pengetahuan ilmiah (scientific knowledge). Ilmu ialah pengetahuan ilmiah (science is scientific knowledge). Memang, ”definisi” ini terkesan tautologis, tetapi strukturnya betul.
Sudah sejak dulu saya menyarankan agar istilah ilmu pengetahuan sebagai terjemahan science kita tinggalkan, lalu kita ganti dengan ilmu saja, atau sains. Namun, ya itu tadi, dalam hal kosakata, pengguna bahasa adalah raja. Kita bersikap deskriptif, menuruti saja apa yang ”hidup” (lazim) di dalam masyarakat pengguna BI.
Akronim iptek dapat tetap kita pakai asalkan ip-nya bukan ilmu pengetahuan, melainkan ilmu, pengetahuan. Jadi, iptek ialah akronim untuk ilmu, pengetahuan, dan teknologi (science, knowledge, and technology).