Dengan sokongan warga maupun berbagai pihak lainnya, kita sungguh berharap panti-panti asuhan di Indonesia dapat optimal mengasuh anak-anak negeri ini.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Lebih dari 4.800 panti asuhan di seluruh Indonesia, berdasarkan data terpadu kesejahteraan sosial tahun 2019, menampung 106.406 anak. Ini fakta yang harus dihadapi.
Sebagian besar panti asuhan itu, faktanya berjuang keras untuk bertahan dalam situasi keuangan yang terbatas. Hasil reportase “Suara Tak Terdengar” yang dipublikasikan Harian Kompas, Senin (31/10/2022)-Rabu (2/11/2022) mengonfirmasi kondisi sejumlah panti asuhan yang sedang tidak baik-baik saja.
Sebuah panti asuhan di Banten misalnya, hampir 90 persen pendapatannya berasal dari donatur. Ketika pandemi Covid-19 menerpa, donasi untuk panti asuhan pun anjlok. Para pengelola dari sejumlah panti asuhan lainnya harus berjibaku agar mereka dapat bertahan hidup dari hari ke hari.
Di tengah kondisi itu, ratusan ribu anak di negeri ini masih mengandalkan kehadiran panti asuhan demi masa depan mereka yang lebih baik. Sebagian dari mereka masih memiliki orangtua tetapi tetap dititipkan di panti asuhan sekedar untuk dapat bersekolah. Mereka berupaya menggapai masa depan yang lebih baik dengan pendidikan.
Akhmad Mundolin (50), warga Kendal, Jawa Tengah misalnya, menjadi contoh sukses anak panti asuhan. Dengan hidup sebagai anak panti asuhan, Mundolin berkesempatan sekolah sehingga akhirnya menjadi pemimpin tertinggi di sebuah bank daerah. Ada begitu banyak anak yang bermimpi menjadi “Mundolin” yang lain di tengah kondisi panti asuhan yang jauh dari ideal.
Berbeda dengan praktek di negara lain di kawasan ini, panti asuhan di Indonesia memang lebih banyak dikelola oleh pihak swasta, lembaga keagamaan, dan lembaga swadaya masyarakat. Kondisi itu yang menyebabkan kondisi keuangan panti asuhan serba tidak pasti. Uluran tangan dari pemerintah tentu ada meski masih dinilai minim.
Mengandalkan sesama warga untuk menghidupi panti asuhan di negeri ini bukan tidak mustahil. Bagi negara seperti Indonesia, kegotongroyongan menyokong panti asuhan juga sangat mungkin. Terlebih lagi, laporan The World Giving Index (WGI) yang dipublikasikan Charities Aid Foundation pada 2021 menyatakan, Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia.
Pertanyaannya adalah, bagaimana menarik minat warga untuk menyokong panti asuhan? Salah satu jawabannya adalah dengan akuntabilitas dalam pengelolaan panti asuhan. Tidak hanya dengan menyampaikan visi misi yang jelas tetapi juga menawarkan program asuhan yang rinci dengan pelaporan keuangan yang detil.
Dengan begitu, warga diharapkan dapat tergerak untuk menyokong operasional panti asuhan terutama yang lokasinya dekat. Di sisi lain, tiap rupiah yang didonasikan sungguh dapat digunakan bagi perkembangan anak panti asuhan.
Dengan sokongan warga maupun berbagai pihak lainnya, kita sungguh berharap panti-panti asuhan di Indonesia dapat optimal mengasuh anak-anak negeri ini. Kita berharap mereka dapat bersekolah dengan sebaik-baiknya sehingga nasib mereka di masa depan dapat lebih baik lagi.
Beberapa dekade mendatang, ketika tunas-tunas dari panti-panti asuhan itu telah tumbuh dengan baik, bolehlah kita kemudian mengharapkan penurunan jumlah panti asuhan di Indonesia. Bolehlah kita berharap agar tiap anak, yang masih memiliki orangtua, dapat berkumpul dengan keluarga mereka. Kondisi itu tentunya akan tercapai selaras dengan penurunan angka kemiskinan.