Kesepakatan bersama mengenai konektivitas pembayaran regional antara gubernur bank sentral Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura menjadi tonggak bersejarah. Apa manfaat kesepakatan itu untuk Indonesia ?
Oleh
JUNANTO HERDIAWAN
·6 menit baca
Ditandatanganinya kesepakatan bersama mengenai konektivitas pembayaran regional (”regional payment connectivity”) antara gubernur bank sentral Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura, pada 14 November 2022 di tengah KTT G20 Bali pekan ini, menjadi sebuah tonggak bersejarah dalam keketuaan Indonesia di forum G20 kali ini.
Kesepakatan ini telah melalui proses panjang dalam pembahasan ASEAN-5 melalui diskusi terbatas gubernur bank sentral ASEAN-5 pada 15 Juni 2022 di Singapura, dan diskusi membangun sinergi dan ekosistem keuangan yang inklusif untuk pemulihan ekonomi dan pembayaran lintas negara pada 14 Juli 2022 di Bali.
Dalam pertemuan tersebut, sebuah proposal untuk menghasilkan Kerangka Kode QR (Quick Response) ASEAN juga telah disepakati bersama.
Sebelum internet ditemukan, kita merasakan sulit dan mahalnya melakukan panggilan jarak jauh. Dahulu ada istilah panggilan interlokal dan sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) bila ingin menghubungi kerabat di luar kota ataupun luar negeri. Kesulitan ini dapat diatasi dengan ditemukannya internet.
Kini bukan hanya panggilan telepon, bahkan panggilan video (video call) dan rapat antarbenua pun dapat dilakukan secara seketika (real time) dengan biaya yang jauh lebih murah. Teknologi komunikasi mengubah segalanya.
Namun, di sisi keuangan, kemajuannya tidaklah secepat sambungan komunikasi telepon dan video. Meskipun telah mengalami berbagai inovasi dan perkembangan, kita masih merasakan relatif sulit dan mahalnya melakukan transaksi pembayaran antarnegara.
Para tenaga kerja Indonesia, mahasiswa di luar negeri, atau pelaku UMKM di dalam negeri, misalnya, masih belum merasakan kemudahan signifikan apabila ingin melakukan transfer uang atau pembayaran antarnegara.
Dunia tiba-tiba dikejutkan oleh lahirnya bitcoin dan berbagai mata uang kripto. Kelahiran kripto ini seolah merevolusi transaksi pembayaran lintas negara. Orang bisa dengan mudah melakukan pertukaran dan pembayaran menggunakan bitcoin melintasi negara, secara seketika, dengan biaya lebih murah.
Namun, teknologi itu lahir bukannya tanpa risiko. Para pengambil kebijakan dan otoritas melihat risiko yang tinggi dari mata uang kripto, antara lain risiko keamanan, pencucian uang, transaksi ilegal, serta pendanaan terorisme.
Fenomena ini mengemuka dalam pembahasan pada forum G20 tahun ini. Pada pilar ketiga jalur keuangan (financial track), tema sistem pembayaran di era digital menjadi salah satu agenda prioritas yang dibahas intensif.
Di dalamnya ada dua tema penting, yaitu pembayaran lintas negara (cross border payment) serta mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC). Peta jalan G20 mengenai upaya meningkatkan pembayaran lintas negara memiliki rencana untuk dapat saling menyambungkan sistem pembayaran antarnegara.
Keketuaan Indonesia dalam forum G20 kali ini memiliki peran strategis karena Indonesia memiliki peluang untuk menjadi contoh dalam membangun kemudahan pembayaran lintas negara.
Bank Indonesia, sebagai otoritas di bidang sistem pembayaran di Indonesia, membangun inisiatif dan kerja sama dengan bank sentral negara ASEAN untuk mewujudkan konsep proyek pembayaran lintas negara. Dalam pertemuan komite kerja ASEAN mengenai sistem pembayaran, topik tersebut telah diangkat dan dianggap relevan untuk dapat diimplementasikan di ASEAN.
Ditandatanganinya kesepakatan bersama mengenai konektivitas pembayaran regional oleh bank sentral Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura di tengah KTT G20 Bali menjadi sebuah tonggak bersejarah dalam keketuaan Indonesia di G20 kali ini.
Dalam satu dekade terakhir ini telah terjadi gelombang digitalisasi dan penetrasinya telah mengubah kehidupan secara drastis.
Evolusi sistem pembayaran
Bahwasanya pembayaran lintas negara masih memiliki sejumlah persoalan, bukan berarti bahwa sistem pembayaran tidak mengalami kemajuan berarti. Dalam satu dekade terakhir ini telah terjadi gelombang digitalisasi dan penetrasinya telah mengubah kehidupan secara drastis.
Di dalam negeri, tak kalah dengan negara-negara maju, Indonesia telah banyak mencapai kemajuan dalam pengembangan sistem pembayaran.
Berbagai inovasi teknologi pembayaran dirancang untuk kemudahan masyarakat. Dari sisi infrastruktur, BI telah memiliki sistem kliring nasional (SKNBI), real time gross settlement (RTGS), dan terakhir mengembangkan BI Fast, yang dirancang untuk mempermudah proses transaksi pembayaran, baik dalam jumlah besar maupun ritel, dengan waktu yang semakin cepat.
Alat pembayaran di Indonesia juga telah berkembang sangat pesat dan maju. Alat pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran nontunai (non-cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based) hingga tanpa kertas (paperless) seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai kartu ATM, kartu kredit, kartu debit, dan kartu prabayar (card-based).
Sementara instrumen alat pembayaran pun semakin bervariasi dengan kehadiran uang elektronik berbasis kartu (chip based) maupun peladen/server (server based). Pola konsumsi masyarakat pun mulai bergeser dan menuntut pembayaran serba mobile, cepat serta aman melalui berbagai platform antara lain web, mobile, dan yang paling populer pembayaran melalui QR code yang saat ini dikenal dengan istilah QRIS (Quick Response Code Indonesia Standard).
BI juga mengembangkan cetak biru sistem pembayaran 2025 yang antara lain akan menghubungkan bank dengan perusahaan teknologi finansial (tekfin) yang memiliki berbagai inovasi, melalui standardisasi Open Application Programming Interface (API) yang memungkinkan keterbukaan informasi bank dan perusahaan tekfin kepada pihak ketiga secara aman.
Pembayaran regional
Proses panjang penandatanganan konektivitas pembayaran regional pada forum G20 kali ini menambah lagi evolusi sistem pembayaran karena akan menjadikan perpindahan dana lintas negara lebih murah, cepat, dan aman.
Ini merupakan sebuah langkah penting dalam upaya pemulihan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Implementasi pembayaran lintas negara akan mendukung dan mengakselerasi perdagangan antarnegara, investasi, pendalaman pasar keuangan, remitansi, pariwisata dan turisme, serta aktivitas ekonomi lainnya, selain membangun ekosistem keuangan yang inklusif di wilayah regional.
Keuntungan akan dirasakan terutama oleh para pelaku UMKM karena dapat membuka akses mereka secara lebih mudah ke pasar internasional. Para pelaku UMKM akan dapat dengan mudah menjual barang dan jasanya ke luar negeri dan menerima pembayaran secara lebih cepat dan aman.
Di samping itu, para tenaga kerja Indonesia akan lebih mudah dalam mengirimkan penghasilannya ke keluarganya di dalam negeri. Kemudahan juga akan dirasakan oleh masyarakat yang bepergian ke luar negeri karena proses transaksi pembayaran menjadi lebih mudah dan murah.
Satu contoh yang telah diimplementasikan adalah kerja sama pembayaran lintas negara berbasis QR code antara Indonesia dengan Thailand pada Agustus 2022. Kini, kita bisa menggunakan QRIS yang kita miliki apabila bertransaksi di Thailand, demikian pula sebaliknya. Kemudahan ini telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Kita berharap negara ASEAN dan regional lain akan mengikuti langkah kesepakatan bersama yang telah ada.
Selain itu, kita berharap kerja sama ini akan terus diperluas bukan hanya pada pembayaran menggunakan kode QR, melainkan juga fast payment, application programming interface, real time gross settlement, dan kerangka kerja data.
Tentunya kita perlu bangga dan bersyukur karena terobosan besar ini menjadi salah satu pencapaian dalam keketuaan Indonesia di G20 tahun 2022. Selain itu, ini juga dapat menjadi salah satu titik awal dalam kepemimpinan Indonesia pada ASEAN tahun 2023.
Junanto HerdiawanDirektur Departemen Komunikasi Bank Indonesia