Hal penting dari KUPI ialah fatwa didasarkan pada pengalaman biologis dan sosiologis perempuan dengan mempertimbangkan keutuhan Indonesia, menghargai keberagaman.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kongres Ulama Perempuan Indonesia atau KUPI, 23-26 November 2022, melahirkan sejumlah sikap keagamaan progresif berdasarkan pengalaman perempuan.
KUPI-2 ini menetapkan wajib hukumnya bagi setiap warga negara menjaga Indonesia dari bahaya kekerasan atas nama agama. KUPI mengharamkan peminggiran perempuan yang berdampak pada tidak terjaganya Indonesia dari bahaya kekerasan atas nama negara dan negara wajib melindungi perempuan dari bahaya kekerasan atas nama agama.
KUPI-2 juga mengharamkan pelaku yang membiarkan kerusakan lingkungan hidup akibat polusi sampah, mengharamkan pemaksaan perkawinan, dan mengharamkan pemotongan serta pelukaan genitalia perempuan (P2GP) tanpa indikasi medis. Selain itu, KUPI menyatakan wajib melindungi jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat pemerkosaan pada usia berapa pun kehamilan, baik dengan melanjutkan atau menghentikan kehamilan sesuai pertimbangan darurat medis dan/atau psikiatris.
KUPI-2 yang digelar di Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, Jawa Tengah, pada hari pertama dan dilanjutkan di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara, diikuti 1.600-an peserta, termasuk Papua, selain peserta dari 31 negara.
Sikap KUPI menuju pembaruan pandangan keagamaan terlihat dari penyelenggaraan KUPI-1 di Ponpes Kebon Jambu, Cirebon. Kongres berhasil mengangkat otoritas ulama perempuan dan perempuan ulama sehingga fatwa yang dihasilkan diterima luas oleh masyarakat serta otoritas negara.
Fatwa wajib melindungi anak dari pernikahan ikut menyumbang pada perubahan batas usia perkawinan menjadi 19 tahun bagi perempuan dan laki-laki dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Fatwa yang mengharamkan kekerasan seksual mewarnai signifikan lahirnya UU No 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Isu yang diangkat dimusyawarahkan ke berbagai pihak, mulai dari paradigma hingga perumusannya, jauh hari sebelum kongres. Hal penting dari KUPI ialah fatwa didasarkan pada pengalaman biologis dan sosiologis perempuan dengan mempertimbangkan keutuhan Indonesia, menghargai keberagaman, inklusif, dan merespons kebutuhan aktual.
Ancaman terhadap keutuhan Indonesia dari kekerasan atas nama agama berulang kali melibatkan perempuan dan anak-anak sebagai pelaku. Tanpa pendekatan berdasarkan pengalaman biologis dan sosiologis perempuan, penyebab kekerasan serta penanggulangannya bisa meleset. Begitu juga dalam pencegahan khitan yang memicu risiko kesehatan bagi perempuan.
Lima sikap keagamaan itu menyangkut isu yang menjadi kepentingan negara Indonesia, seluruh umat manusia, dan kebutuhan perempuan, menunjukkan sikap inklusif KUPI. KUPI menjadi gerakan yang melibatkan semua yang berpengetahuan (alim) dan menempatkan perempuan sebagai makhluk biologis, intelektual, dan spiritual, setara laki-laki.