Sembilan negara pemilik senjata pemusnah massal menguasai sekitar 12.700 hulu ledak pada awal tahun 2022. Dua pemilik senjata nuklir utama, Amerika Serikat dan Rusia, menguasai 90 persen di antaranya.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Meski ada kemajuan dalam pengurangan senjata nuklir sejak Perang Dingin, jumlah senjata nuklir dunia tetap saja sangat tinggi.
Sembilan negara pemilik senjata pemusnah massal ini menguasai sekitar 12.700 hulu ledak pada awal tahun 2022. Dua pemilik senjata nuklir utama, Amerika Serikat (AS) dan Rusia, menguasai 90 persen yang ada di dunia. Masing-masing mempunyai sekitar 5.000 hulu ledak. Negara lain merasa cukup memiliki beberapa ratus senjata nuklir saja untuk menjaga keamanan nasional.
Rusia, Selasa (21/2/2023), mengumumkan penangguhan keterlibatannya pada perundingan New START (Strategic Arms Reduction Talks). Di dalam teks resmi yang diterbitkan Kremlin, pernyataan di atas tidak termaktub, tetapi kalimat yang disampaikan Presiden Vladimir Putin rupanya memicu perhatian global.
Semenjak hubungan AS-Rusia memburuk, isu senjata nuklir memang bermunculan kembali, dengan nuansa perundingan yang alot. Misalnya saja, ada keinginan AS untuk melibatkan China dalam perundingan.
Meski perundingan alot, adanya START diharapkan menjadi rem bagi keinginan menambah atau mengembangkan senjata nuklir. Kalau START ditinggalkan, rem itu hilang. Tiap-tiap kekuatan bebas menambah atau membuat arsenalnya semakin canggih. Situasi ini tentu membuat kuasa nuklir lain—China (350 hulu ledak), Perancis (290), Inggris (22), Pakistan (165), India (160), Israel (90), bahkan Korea Utara (20)—kian yakin nuklir merupakan senjata andalan.
Di sisi lain, situasi memang tidak kondusif. Traktat Washington 1987 yang membongkar rudal nuklir jarak menengah ditinggalkan oleh mantan Presiden Donald Trump pada 2019 karena menilai Rusia tidak patuh pada Traktat INF (Intermediate-range Nuclear Forces) tersebut.
Untuk isu terakhir, Rusia menyatakan, penangguhan START bisa dibatalkan asal AS menunjukkan niat dan upaya baik untuk meredakan ketegangan, selain syarat AS benar-benar serius menjalankan START Baru, traktat yang diparaf di Praha tahun 2010 dan berlaku hingga 2021.
Kita tentu prihatin dengan perkembangan terakhir mengingat kondisi dunia yang rawan dengan adanya perang di Ukraina, yang apabila para pemimpin kehilangan pertimbangan dan akal sehat, dunia bisa terseret dalam konflik lebih luas. Kita lebih prihatin lagi bahwa dengan situasi dan kondisi sekarang saja, rantai pasok berantakan. Hal itu sedikit banyak ikut menyumbang terjadinya inflasi tinggi, bahkan menghadapkan dunia pada kemungkinan resesi.
Kita berharap AS dan Rusia dapat menjaga situasi dunia dengan mengendalikan kebijakan terkait senjata nuklir. Meski ada pandangan isu nuklir dilemparkan Presiden Putin untuk tujuan politik, pernyataan tersebut tetap saja berpengaruh luas dan menginspirasi negara nuklir untuk melirik arsenal masing-masing.