Pembenahan industri tekstil dan produk tekstil RI yang tak pernah tuntas membuat keberlangsungan industri ini terus dalam tekanan dan pangsa pasarnya kian tergerus.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19, industri tekstil dan produk tekstil yang padat karya kembali babak belur dihadapkan pada penurunan permintaan akibat perlambatan ekonomi global dan serbuan produk impor. Akibatnya, meski perekonomian nasional sudah pulih, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) masih membayangi sektor ini (Kompas, 16/5/2023).
Industri TPT merupakan industri manufaktur strategis yang memiliki peran penting dalam struktur ekonomi nasional dan penyerapan tenaga kerja. TPT adalah sektor industri terbesar kedua yang menyerap tenaga kerja terbanyak.
Meski demikian, berbagai problem kronis yang menghambat pertumbuhan, daya saing, dan produktivitas selama puluhan tahun terus dibiarkan mendera industri ini.
Beberapa persoalan yang sering dikeluhkan, mulai dari belum terintegrasinya industri dari hulu sampai hilir, ketergantungan sangat besar pada bahan baku impor, mesin- mesin yang sudah uzur, ketertinggalan dalam teknologi, tata kelola industri yang tak efisien, bunga kredit yang tak kompetitif, hingga infrastruktur industri yang tak mendukung.
Dalam beberapa kasus, kebijakan pemerintah juga dinilai tidak mendukung karena pemerintah lebih mudah memberikan fasilitas kemudahan impor ketimbang memberikan kemudahan dan fasilitas bagi perkembangan industri dalam negeri. Selain itu, belum banyak upaya konkret untuk membendung derasnya impor, khususnya impor ilegal, yang mengancam keberlangsungan industri TPT nasional.
Anatomi persoalan sudah lama diidentifikasi, tetapi pembenahan yang dilakukan tak pernah tuntas sehingga industri strategis yang sudah lebih dari seabad eksis di Nusantara ini terus dihantui persoalan klasik daya saing untuk bisa bertahan, baik di pasar global maupun domestik. Di sejumlah pasar tujuan ekspor utama, pangsa RI kian menciut saat pesaing seperti Bangladesh dan Vietnam justru naik 2-3 kali lipat.
Menghadapi revolusi industri 4.0, pada 2018 pemerintah telah meluncurkan Making Indonesia 4.0 untuk menopang ambisi menjadikan Indonesia 10 besar perekonomian terkuat dunia pada 2030. Industri TPT termasuk lima sektor strategis yang menjadi target implementasi revolusi industri tersebut.
Kita mengapresiasi sejumlah inisiatif kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk menguatkan industri ini. Termasuk mencari pasar baru, peremajaan mesin, safeguard dan trade remedies, substitusi impor 35 persen, insentif fiskal, kemudahan bahan baku, penurunan harga gas untuk industri hulu, dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN).
Kita menunggu keseriusan pemerintah mengawal komitmen implementasinya, termasuk dalam memperketat izin impor yang banyak disalahgunakan dan penegakan hukum tegas bagi pelaku. Dukungan semua pihak dibutuhkan untuk menyelamatkan industri ini, di antaranya diwujudkan dengan menanamkan kecintaan pada produk dalam negeri.