Idul Adha, yang dirayakan oleh umat Islam di dunia pada 9 Zulhijah 1444 Hijriah, meneladani sejarah pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Ibadah ini juga dapat dimaknai dalam konteks bangsa Indonesia masa kini.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Umat Islam di dunia merayakan Idul Adha 1444 Hijriah. Semua menyerukan semangat menjaga kebersamaan dan pengorbanan demi kepentingan lebih besar.
Di Indonesia, hari raya Kurban berjalan lancar meskipun terdapat perbedaan di hari pelaksanaannya. Sebagian umat menunaikan shalat Id 9 Zulhijah 1444 H pada Rabu (28/6/2023), sebagian lagi Kamis (29/6/2023). Patut dihargai, perbedaan itu disikapi secara dewasa dengan saling menghormati. Sehari sebelumnya, Selasa (27/6/2023), jutaan anggota jemaah dari seluruh dunia menjalani wukuf sebagai puncak haji di Arafah, Arab Saudi.
Seusai shalat Id, hewan kurban yang berasal dari sumbangan pribadi atau lembaga itu disembelih dan kemudian dagingnya dibagikan kepada masyarakat. Ibadah ini meneladani pengurbanan Nabi Ibrahim dan Ismail pada masa lalu. Pesan sejarah itu dapat ditafsirkan dalam konteks kekinian.
Istilah ”kurban” berasal dari kata Arab, qurban, yang berarti ’dekat’. Dari akar kata ini, muncul istilah taqarrub, yang berarti ’mendekatkan diri’. Ritual Idul Adha adalah taqarrub (upaya mendekatkan diri) manusia kepada Tuhan melalui kegiatan berbagi dengan sesama manusia. Kelompok yang berkelebihan menyumbangkan hartanya, seperti dalam bentuk daging hewan, untuk dikonsumsi kelompok yang memerlukan.
Dalam konteks bangsa Indonesia, momen Idul Adha dapat dimaknai sebagai semangat untuk menjaga kebersamaan dan berbagi kepada sesama. Semangat kebersamaan diwujudkan dengan mengembangkan kesadaran bahwa kita hidup dalam negara dengan masyarakat yang majemuk dalam agama, suku, ras, atau golongan. Sepatutnya kita menghargai perbedaan dan memperlakukan semua warga sebagai sesama anak bangsa.
Berbagi kepada sesama dapat dipahami sebagai kerelaan untuk menekan kepentingan pribadi atau kelompok demi kepentingan umum yang lebih besar, dalam hal ini adalah bangsa Indonesia. Perilaku ini telah ditunjukkan pada pendiri bangsa saat memperjuangkan kemerdekaan. Alih-alih ngotot dengan kepentingan ras, suku, atau agama tertentu, mereka memilih untuk menyepakati bentuk negara bangsa modern yang terbuka dan mengayomi semua kelompok.
Bisa dibilang, konsensus atas Pancasila sebagai dasar negara adalah satu pengorbanan penting dari para pendiri bangsa. Mereka menekan ego kelompok masing-masing demi membangun satu negara yang menjadi rumah bagi semua. Semangat pengorbanan ini penting dijaga kini dan ke depan.
Kita menjaga semangat itu dengan bahu-membahu untuk mengatasi berbagai masalah yang merundung negeri ini. Sebut saja seperti korupsi, kemiskinan, ketertinggalan sumber daya manusia, kesenjangan ekonomi, rendahnya kualitas pendidikan, kerusakan lingkungan, dan lemahnya penegakan hukum. Semua problem tersebut dapat diurai dan ditangani jika kita bekerja bersama dan saling menguatkan di semua lini.
Momen Idul Adha mengingatkan kita akan pentingnya semangat kebersamaan dan kerelaan berkorban demi kepentingan bangsa Indonesia.