Apa yang Salah dengan Cuaca Adem dan Makan ”Iwak Lele”?
Budaya, kebiasaan, dan bahasa di daerah asal kerap terbawa ke tempat baru. Tak jarang pesan yang disampaikan tidak sesuai dengan yang diterima si penerima pesan.
Lagi-lagi salah. Setelah selalu menyebut roti untuk semua makanan berbahan dasar terigu, sekarang salah juga dengan kata untuk menggambarkan cuaca.
Ya, pindah ke tempat baru, yaitu Jakarta, tentu berbeda pula budayanya. Bagi saya yang memang lahir dan besar di kota istimewa Yogyakarta, bahasa Jawa tentu menjadi bahasa saya sehari-hari.
Karena kebiasaan itulah, kadang dalam berbicara dengan teman di Jakarta, kata-kata bahasa Jawa masih mendominasi. Salah satunya kata adem itu.
Kata adem bagi saya bersinonim dengan dingin. Namun, selama ini saya selalu dikoreksi teman saya bahwa kata yang tepat adalah dingin, bukan adem. Sebenarnya bagaimana sih?
Kalau kita cek Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata adem berarti ’dingin’, ’sejuk’, ’tenteram’, dan ’hambar’. Sementara menurut Jawabahasa.com, adem adalah ’dingin’, ’bersuhu rendah apabila dibandingkan dengan suhu manusia’, ’tidak panas’, ’sejuk’.
Adem merupakan sebuah kata bahasa Jawa ngoko, bahasa yang digunakan apabila kita berbicara dengan teman sebaya atau seumuran dan sama, untuk memberikan kesan akrab atau bisa juga berbicara dengan orang yang lebih muda dari kita.
Kalau dilihat dari kedua pengertian itu, kata adem pun bersinonim dengan kata dingin. Karena itu, sah-sah saja apabila kita menggunakan kata itu untuk mengekspresikan suhu yang dirasakan.
Selain kata dingin, ada pula kata iwak yang juga ”bermasalah” dengan telinga teman-teman saya di kota besar ini. Waktu kecil, apabila mau memasak, ibu selalu bertanya kepada saya ingin lauk apa. Dengan gembira, saya pun selalu berteriak, ”Iwak pitik, Bu.”
Tak lama kemudian, nasi beserta sayur dan iwak pitik pun sudah tersaji di hadapan. Lain waktu, saya bosan dengan lauk iwak pitik itu, saya ingin lauk iwak lele yang renyah dan gurih. Ibu pun dengan semangat memasaknya demi sang anak tercinta ini.
Kebiasaan mengatakan lauk dengan istilah iwak ini berlanjut ketika saya meminta pramukantor alias office boy membelikan makanan. ”Jangan lupa lauknya iwakayam, ya?”
Sang pramukantor mengangguk walaupun wajahnya tidak bisa berbohong bahwa dirinya bingung. Akhirnya, yang terjadi, hari itu, saya punya dua lauk, ikan dan ayam.
Saya pun bingung. Setelah menjelaskan kepada mas office boy, akhirnya dia mengerti bahwa kami berdua salah paham.
Iwak dalam bahasa Indonesia berarti ’ikan’, sedangkan dalam bahasa Jawa berarti ’lauk’ seperti termuat juga dalam Kata.web.id. Bagaimana kalau lauknya ikan? Apakah iwak iwak? Tentu saja tidak.
Jika ingin makan lauk ikan, saya menyebutkan jenis ikan yang saya mau, misalnya iwak lele, iwak gurami, atau iwak nila. Begitu juga dengan daging, seperti iwak sapi dan iwak bebek.
Sementara kalau saya berselera dengan tahu dan tempe, saya langsung mengatakannya saja. Tidak perlu ada embel-embel iwak. ”Ibu, mau makan nasi dengan lauk tempe dan tahu.”