Harapannya SIM sekarang bisa didapat dengan mudah dan murah. Namun, yang juga harus dibenahi adalah sistem di jalanan, termasuk perilaku penegak hukum.
Pengamat kepolisian Bambang Rukminto (Institut for Security and Strategic Studies) berpendapat, uji praktik SIM disederhanakan dan dipermudah demi mengakomodasi keinginan publik agar pelayanan kepolisian lebih baik.
Penciptaan sistem yang lebih baik menjadi keharusan bagi perikehidupan bangsa dan negara yang lebih berbudaya. Demikian tertulis di Tajuk Rencana Kompas (9/8/2023) yang berjudul ”Sirkuit Uji SIM Antipungli”.
Kiranya masih ada hal lain yang perlu dicermati. Pertama, mengenai tes psikologi. Misal, untuk pertanyaan seperti ”apakah saya suka berkendara dengan kecepatan tinggi, emosi ketika ada yang menyalip”; jawabannya pasti tidak, agar lulus, meski berbohong.
Jawaban yang hanya menggantungkan pada kejujuran peserta hasilnya tidak bisa diandalkan. Lagi pula sumbangannya pada perilaku pengendara tidaklah besar. Oleh sebab itu, menghapus tes bisa jadi langkah yang baik, dan bisa menghemat biaya.
Kedua, pemeriksaan kesehatan hanya dilakukan dokter yang ditunjuk kepolisian. Model penunjukan tentu membuka peluang bagi korupsi. Apakah dokter lain diragukan keahliannya untuk sekadar mengukur tekanan darah dan penglihatan? Jika orang bebas memilih dokter, tentu bisa mendapat dokter yang berbiaya murah.
Ketiga, persoalan biaya. Di samping yang dibayarkan ke bank, ada biaya untuk tes psikologi, kesehatan, map tempat formulir pendaftaran, plastik tempat SIM, semuanya tanpa kuitansi. Menjadi pertanyaan, ke mana larinya uang yang tidak masuk ke bank?
Keempat, SIM harus diperpanjang setiap lima tahun sekali. Jika terlambat memperpanjang, harus mengulang seperti membuat SIM baru.
Persoalan SIM di hulu dan hilirnya yang adalah perilaku pengendara di jalanan memang kadang kelihatannya tak nyambung. Orang menerobos lampu merah bukan karena buta warna, melawan arus bukan karena tak tahu arti rambu lalu lintas, tetapi memang sengaja.
Kecelakaan terjadi bukan karena kurang terampil dalam berkendara, melainkan karena kesembronoan. Oleh karena itu, yang juga harus dibenahi adalah sistem di jalanan, termasuk perilaku penegak hukum. Masalah ini jika bisa diatasi, tentu membuat pelayanan menjadi lebih baik.
SIM bisa didapat dengan mudah dan murah. Namun, mantra ”SIM Salabim” belum bisa segera mewujudkannya.