Meski tak terlatih, saat kondisi hidup mendesak, pada akhirnya semua individu akan belajar membuat prioritas. Masalahnya, saat penghasilan terbatas, mana yang jadi prioritas; membayar utang, menabung, atau berinvestasi?
Oleh
PRITA HAPSARI GHOZIE
·4 menit baca
Karyawan memperoleh sumber penghasilan utama dari gaji bulanan. Tanpa terasa, karier bisa jadi meningkat, lalu diikuti kenaikan taraf hidup serta gaya hidup. Hal ini terus berlangsung hingga akhirnya tiba masa purnabakti, yaitu usia ketika seorang karyawan diharuskan berhenti kerja secara tetap di perusahaan.
Saat ini penghentian kerja di usia sebelum 50 tahun bahkan banyak dialami angkatan kerja akibat penurunan kinerja industri tertentu. Akibat ketidakpastian dalam kehidupan, kemampuan untuk menyisihkan penghasilan demi kesejahteraan masa depan menjadi sangat utama.
Apabila karyawan menyadari bahwa pengelolaan penghasilan itu penting, mengapa masih banyak yang menganggap remeh bahkan mengajak orang lain untuk menjalani hidup layaknya air yang mengalir? Menarik membaca studi Volpe et al (2002) yang mengungkap ada hubungan antara status perkawinan dan literasi keuangan. Individu yang menikah lebih melek finansial. Maka, individu yang belum memiliki tanggungan bisa jadi belum terlalu memikirkan prioritas keuangan saat mengambil keputusan pengelolaan penghasilannya.
Meski tak terlatih, saat kondisi hidup mendesak, pada akhirnya semua individu akan belajar membuat prioritas. Masalahnya, saat penghasilan terbatas, manakah yang jadi prioritas; membayar utang, menabung, atau berinvestasi? Maka, kembali ke pelajaran pertama bahwa pengelolaan penghasilan adalah suatu keharusan. Belajar menyusun anggaran rumah tangga.
Kesalahan terbesar saat menyusun anggaran adalah tidak sesuai dengan status kehidupan dan tidak realistis. Anggaran rumah tangga atau kerap dikenal dengan budget adalah sebuah rencana pengeluaran untuk satu periode, biasanya bulanan. Apabila sumber pemasukan datangnya konsisten setiap bulan, anggaran juga disusun bulanan. Namun, jika pemasukan datang mingguan, anggaran harus dipecah per minggu supaya bisa lebih mudah.
Alasan kenapa anggaran sering gagal adalah karena tidak menyesuaikan nominal pemasukan. Contohnya, alokasi 10 persen dari gaji Rp 3 juta pasti akan beda penerapannya dengan gaji Rp 50 juta per bulan. Itu sebabnya, di tulisan kali ini saya akan membagikan tiga metode dasar dalam mengelola anggaran yang dapat dipilih sesuai dengan kondisi setiap rumah tangga.
Pertama, anggaran untuk rumah tangga yang berpenghasilan setara upah minimum provinsi (UMP) atau di bawahnya. Berdasarkan acuan pemerintah, UMP sebenarnya ditujukan untuk hidup layak bagi satu atau maksimal dua orang. Maka, apabila sebuah rumah tangga memiliki tanggungan lebih dari dua orang, sebaiknya menambah produktivitas dengan berusaha.
Secara umum, pembagian alokasi untuk penghasilan setara UMP adalah 75 persen untuk berbagai pengeluaran komitmen dan kebutuhan hidup utama. Sementara 25 persen lainnya sebaiknya dikumpulkan sebagai dana cadangan pengeluaran tak terduga dan juga menabung. Itu sebabnya, bijaksana dalam membuat prioritas pengeluaran untuk kebutuhan sangat diperlukan. Saran saya, utamakan untuk kebutuhan mendesak, seperti hunian, makan, minum, dan sekolah anak.
Kedua, metode pos pengeluaran untuk rumah tangga yang memiliki penghasilan lebih besar daripada UMP. Keluarga muda, lajang, ataupun mereka yang memiliki tanggungan dapat menerapkan metode pembagian pengeluaran untuk tiga pos, yaitu biaya hidup utama (living); pos dana darurat, menabung, dan investasi untuk tujuan keuangan (saving); dan pos untuk tambahan kenikmatan hidup (playing).
Saya menganjurkan, porsi zakat wajib dan sedekah dikeluarkan terlebih dulu, lalu dibagi untuk living-saving-playing dengan alokasi 50:30:20 dari pemasukan. Misal gaji bulanan adalah Rp 10 juta, usahakan maksimal hanya menggunakan Rp 5 juta untuk pengeluaran biaya hidup, termasuk cicilan pinjaman. Apabila masih kesulitan, alokasi untuk living dapat dinaikan jadi 70 persen, dengan mengorbankan saving jadi 20 persen dan playing 10 persen.
Ketiga, metode paling seimbang yang dikenalkan @zapfinance dengan konsep ZAPFIN. Secara umum, saat pemasukan sudah jauh di atas UMP, kehidupan yang seimbang juga dapat dijalankan. Metode ZAPFIN mengingatkan pengelolaan untuk hidup hari ini, hidup nanti, dan hidup di masa depan. Zakat untuk pengeluaran wajib sesuai nilai agama ataupun sedekah dan bantuan sosial. Assurance adalah alokasi yang ditujukan untuk dana darurat dan iuran premi asuransi penting. Present consumption adalah alokasi untuk biaya hidup nomal yang layak, tetapi bukan kemewahan. Contohnya adalah pengeluaran untuk hunian, makan, minum, sekolah anak, serta cicilan pinjaman.
Future spending adalah alokasi untuk pengeluaran kebutuhan ataupun keinginan yang masih akan terjadi beberapa tahun lagi. Misalnya, menabung untuk ongkos naik haji, mengumpulkan dana untuk membeli kendaraan, dan lainnya. Sementara Investment adalah alokasi untuk investasi bagi kehidupan di masa depan dan juga untuk masyarakat. Cirinya kebutuhan dan keinginan itu ditujukan untuk jangka waktu 10 tahun atau lebih. Dana pensiun masa depan maupun dana kuliah anak yang masih balita akan masuk ke dalam alokasi ini.
Untuk alokasi pembagiannya dapat menggunakan pedoman zakat 5 persen, assurance 10 persen, present consumption 60 persen, future spending dan investment 25 persen. Apakah aturan ini baku? Tentu saja tidak. Bila kebutuhan hidup tak perlu mencapai 60 persen dari pemasukan, pos dialihkan untuk investasi.
Apa pun metode pengelolaan yang dipilih, syarat utamanya adalah ada pembagian rekening yang jelas agar penggunaan tidak bercampur aduk. Saat ini, saya sarankan menggunakan produk tabungan bank untuk pengeluaran operasional, produk dompet elektronik untuk pengeluaran gaya hidup, dan produk rekening investasi untuk investasi di pasar modal. Jadi, apakah gaji masih cepat habis?