Para profesional di ”Kompas” didorong untuk konsisten menunjukkan sikap kritis dalam menghadapi ruang publik pada konteks negara, korporasi, dan masyarakat.
Oleh
Ashadi Siregar (Ketua Ombudsman Kompas)
·4 menit baca
Harian Kompas telah menjalankan fungsi institusional terkait kebutuhan segmen khalayak. Di antara informasi yang berorientasi pragmatis pada kecenderungan kebutuhan konsumennya, Kompas mengambil peranan di ruang publik dalam konteks kekuasaan negara dan kekuatan modal. Melalui artikulasi kepentingan publik, terutama kalangan marjinal, liputan jurnalisme dikembangkan mengambil peran selaku alternatif kelompok penekan dalam memengaruhi kebijakan dan pelayanan birokrasi negara serta kewajiban dan sikap sosial korporasi bisnis.
Khalayak sebagai konsumen adalah basis ekonomi media pers. Untuk itu, media pers pada tahap awal mengenali khalayak sasaran dalam skala prioritas, berdasar lapisan kategori sosial, sebagai titik tolak penetapan ragam informasi. Sehingga, muatan media sesuai dengan kecenderungan kebutuhan khalayak. Dalam kepentingan itu pula Kompas berpretensi menyampaikan informasi ”mencerahkan”.
Hanya saja, senantiasa menjadi dasar pertanyaan: apakah segmen lapisan sosial tersebut sudah tepat dilayani, dan sebaliknya, apakah kalangan itu sudah menjadikan Kompas sebagai sumber informasi utama? Atau, malah khalayak sudah tergerus dengan daya tarik sensasi media sosial?
Yang tak kalah penting, asumsi teorites tentang kepentingan khalayak, yaitu mendapatkan pers yang terjaga independensi dan otonominya di tengah tarik-menarik kepentingan dalam kontestasi. Pers berada dalam pusaran hegemoni alam pikiran massa di ruang publik. Di sini pers dituntut sepenuhnya berorientasi kepada publik, bukan didikte kekuasaan. Pers selaku institusi sosial bersandar pada kepercayaan publik (public trust), tak akan mengkhianati publiknya akibat mengabdi kepada kekuasaan yang memiliki kepentingan subyektif.
Dalam karut-marut kelangkaan trust kehidupan publik, Kompas tetap terjaga sebagai sumber informasi yang dikalibrasi oleh kredibilitas standar jurnalisme. Maka, jurnalisme berlandaskan metode dan etika dalam memproses informasi dengan obyektivitas dan kebenaran dapat dijadikan sandaran khalayak guna memelihara rasionalitas dalam menghadapi fakta. Barulah dari landasan ideal ini perhatian khalayak diarahkan pada informasi pragmatis yang relevan.
Di tengah kontestasi politik, anasir yang mencederai kredibilitas pers dan rasionalisme publik adalah propaganda terselubung. Propaganda adalah pesan manipulatif yang dijalankan untuk kepentingan subyektif. Karena itu, pers harus dinilai secara kritis. Pada ekosistem pers ada Dewan Pers, dewan kehormatan organisasi jurnalis, dan di perusahaan pers dibentuk ombudsman atau sebutan lain, yang semuanya berfungsi sama, yaitu sebagai lembaga kehormatan guna menjaga harkat pers selaku institusi sosial yang kredibel.
Ombudsman di Kompas dibentuk tahun 2000 atas dorongan pendiri dan pemimpin Kompas, Jakob Oetama. Ini dilatarbelakangi kesadaran atas kebebasan pers, yaitu di satu sisi berakhirnya represi rezim Orde Baru sehingga diperoleh independensi dan di sisi lain diraihnya otonomi bagi pers menjalankan orientasi jurnalisme. Datangnya kebebasan itu tidak disambut euforia, tetapi mengikuti alam pikiran Jakob Oetama: ”bersyukur dengan kesadaran kehadiran diri”.
Sejatinya, kebebasan pers menjadi landasan kedaulatan bagi pers selaku institusi sosial di ruang publik. Ini tidak bersifat mutlak, melainkan resiprokal. Berhadapan dengan kekuasaan negara dan modal, kedaulatan itu hak; sedangkan dalam kaitan dengan publik adalah kewajiban bagi pers. Karena itu, kedaulatan itu lenyap manakala pers mengkhianati publik. Itulah mengapa, pers dituntut memberikan informasi berlandaskan obyektivitas dan kebenaran demi mengasah rasionalisme publik, yaitu kemampuan membandingkan atas dasar pengetahuan obyektif dengan fakta dari pers. Maka, bukan hanya kerja bersifat pragmatis melayani khalayak sebagai konsumen media, harus ada upaya agar kerja keredaksian senantiasa berada dalam koridor metode dan etika jurnalisme untuk kredibilitas media pers. Sehingga dapat dicegah kepentingan subyektif mendistorsi fakta dalam informasi.
Sudah lama dikenal disrupsi terhadap jurnalisme berupa intervensi terhadap integritas kerja keredaksian, datang dari kepentingan subyektif pemilik atau manajemen korporasi media pers ataupun kekuatan di belakangnya. Media pers bersifat organis dengan mengikuti kekuatan politik yang menjadi induknya sehingga kehilangan sikap kritis.
Lembaga-lembaga kehormatan pers harus dapat melihat kecenderungan media yang mengabaikan kepentingan publik atas informasi obyektif, apalagi membawa kepentingan subyektif dan pragmatis korporasi, pemilik media, atau kekuatan di belakangnya. Pada hakikatnya media jurnalisme semacam itu tidak layak mengemban licentia kebebasan pers. Di situ keredaksian mengabaikan fakta yang signifikan bagi publik atau sebaliknya menonjolkan suatu berita demi kepentingan subyektif. Di tengah kontestasi politik, pers dapat terjerumus menjadi media partisan dengan berpihak dan tidak berimbang karena bersifat organis bagi kepentingan subyektif kekuatan yang menjadi induknya.
Independen tidak netral
Syukurlah Kompas tidak berada dalam lingkungan korporasi dan kekuatan politik yang dapat membelokkan orientasi jurnalisme. Begitu pula, keredaksian berada di tangan personel yang relatif terbina profesionalismenya. Lebih jauh dari pengamatan terlihat jurnalisme konvensional Kompas yang berfokus pada peristiwa aktual dan fenomenal liputan keredaksian, dilengkapi dengan jurnalisme presisi untuk data kuantitatif ataupun kualitatif hasil kerja litbang. Maka, fakta yang diproses atas dasar metode dan etika jurnalisme, disertai data atas dasar metodologi yang valid dan reliabel.
Jajaran editorial bekerja sama untuk mengangkat fakta yang dipandang signifikan secara obyektif bagi kepentingan publik. Melalui liputan jurnalisme diterapkan perspektif atas dasar visi Kompas, sedangkan dengan penelitian sepenuhnya bertolak dari kerangka teoretis yang teruji secara akademis. Boleh dikata dua sayap operasi kerja keredaksian dan litbang dengan informasi konvensional dan data telah menunjukkan kinerja yang baik mengisi celah-celah dalam pemberitaan guna menghindari kepentingan subyektif di luar orientasi jurnalisme.
Namun, kendati sudah berupaya optimal menjalankan fungsi secara berimbang dalam menghadapi kontestasi, dalam beberapa kasus harian Kompas masih dianggap berpihak kepada salah satu kontestan. Umumnya tuduhan itu datang dari pihak partisan yang kehilangan obyektivitas akibat orientasi eksklusif dan sektarian.
Menjadi penting, Kompas tetap meyakini berada di jalan yang tepat dalam menghadirkan diri bagi publik. Para profesional di Kompas didorong untuk konsisten menunjukkan sikap kritis dalam menghadapi ruang publik pada konteks negara, korporasi, dan masyarakat. Di sini media bersikap independen, bukan berarti netral menghadapi perilaku menyimpang di ruang publik. Untuk itu, perspektif atas dasar nilai ideal kehidupan publik perlu tetap ditegakkan. Di situlah harkat media pers.
(Jika memiliki pendapat tentang pemberitaan Kompas, silakan kirim pendapat Anda ke e-mail ombudsman@kompas.id)