Jabodetabek dikepung polusi, membuat masyarakat resah. Di Kabupaten Bekasi, buruknya kualitas udara mendorong pemerintah kabupaten menerapkan work from home (WFH) untuk para pegawainya.
Sementara itu, beberapa waktu lalu puluhan warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam dan Lingkungan Hidup (Gempal) menggelar aksi tabur bunga dan mengambil sampel air Sungai Cilemahabang di Bendung Lemahabang. Aksi itu didasari oleh keprihatinan mereka atas pencemaran lingkungan di Kabupaten Bekasi yang semakin akut.
Polusi, baik udara maupun air, yang sangat memprihatinkan ini tentu sangat membahayakan kondisi kesehatan dan keselamatan masyarakat. Penyebab polusi udara karena pabrik-pabrik yang sangat padat, deforestasi, padatnya kendaraan yang mengeluarkan emisi karbon, dan lain-lain. Sementara penyebab polusi air bisa karena limbah industri, sampah, dan lain-lain.
Pengabaian terhadap aspek lingkungan sama saja dengan memupuk bahaya laten bencana yang berarti bahaya bagi manusia.
Sudah ada peraturan pembuangan limbah yang aman, tetapi lemah dalam penegakkannya. Pengaturan kendaraan yang beremisi juga tak dilakukan, misalnya tidak ada penertiban pada kendaraan-kendaraan tua yang beremisi tinggi. Belum lagi kecenderungan masyarakat menggunakan kendaraan pribadi karena fasilitas transportasi umum yang belum memadai.
Semestinya penggunaan teknologi dan pemberdayaan ahli dioptimalkan untuk mengembalikan kualitas lingkungan, pengurangan efek negatif pencemaran, penyelidikan pelanggaran terhadap lingkungan. Ditambah lagi penerapan kebijakan tata ruang yang berkelanjutan. Pengabaian terhadap aspek lingkungan sama saja dengan memupuk bahaya laten bencana yang berarti bahaya bagi manusia.
Perlu ada mekanisme ”sidang di tempat” dalam penyelidikan pencemaran lingkungan, menggunakan prinsip proaktif monitoring dan evaluasi terhadap pemangku kepentingan tanpa menunggu adanya aduan warga yang dirugikan.
Irawati Tri Kurnia, Taman Kintamani Lembah Hijau, Cikarang Selatan, Bekasi