Mereka yang melakukan kejahatan ini sangat mudah sekali beroperasi dan kemudian bila modus terlacak maka akan beralasan sebagai kesalahan investasi.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Kejahatan keuangan di dana pensiun ternyata bukan isapan jempol. Semula hanyalah gosip, tetapi kini terkuak mereka yang merampok hak orang tua kita. Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengatakan, 70 persen dari 48 dana pensiun di bawah payung BUMN berstatus tidak sehat. Selain penyimpangan investasi, minimnya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana telah meningkatkan potensi masalah di tubuh dana pensiun BUMN. ”Ini amat sangat mengecewakan pegawai (BUMN) yang telah bekerja puluhan tahun. Masa tuanya dirampok oleh pengelola yang biadab,” kata Erick dalam konferensi pers perkara dana pensiun BUMN di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Indikasi masalah yang menjangkiti 34 dana pensiun BUMN ditemukan setelah terbongkarnya penyelewengan pengelolaan dana oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) (Kompas, 4/10/2023). Untuk mengetahui persis dampak dari kejahatan ini bisa kita menanyakan orang tua kita yang hak pensiunnya terpaksa harus dipotong. Selama ini mereka hanya ingin hidup tenteram pada masa tua dengan penghasilan dari dana pensiun. Namun, kini mereka harus menelan ludah karena penghasilan itu menurun drastis karena ada yang hilang sekitar 50 persen.
Kegeraman Erick mewakili kegeraman para orang tua kita dan tentu keluarga para pensiunan. Dana pensiun seolah menjadi ladang jarahan. Mereka yang melakukan kejahatan ini sangat mudah sekali beroperasi dan kemudian bila modus terlacak, maka akan beralasan sebagai kesalahan investasi. Kemudahan mendapatkan dana kelolaan karena berasal dari karyawan, sering membuat para pengelola tidak hati-hati.
Mereka juga mudah terpengaruh oleh kepentingan-kepentingan yang masih berkait dengan perusahaan atau organisasi ketika harus memutuskan investasi dana kelolaan. Mereka itu, antara lain, atasan, mantan atasan, kolega, dan mereka yang berkait dengan asal dana kelolaan. Intervensi mereka bisa melalui orang-orang yang dianggap paham investasi, tetapi tak sedikit yang menjerumuskan dana pensiun ke investasi yang salah.
Otoritas Jasa Keuangan tentu sudah melakukan berbagai upaya maksimal. Mereka telah melakukan perlindungan dan pengawasan terhadap dana kelolaan serta investasi. Pengawasan mungkin perlu diperketat dalam konteks bagaimana para pengelola bisa memahami asal-usul dana kelolaan sehingga bertindak lebih hati-hati.
Kemudahan untuk mendapatkan dana kelolaan karena berasal dari karyawan atau yang biasa disebut sebagai dana pensiun pemberi kerja (DPPK) tidak boleh membuat pengelola dana pensiun mudah sekali melakukan keputusan investasi karena pengaruh pihak tertentu. Mereka harus memilih langkah yang bebas dari kepentingan-kepentingan sempit dan pengaruh para pemberi kerja yang kemungkinan menyimpang dari misi dana pensiun.