Iklan pinjaman daring harus dikendalikan. Iklan yang hanya menawarkan kemudahan dan tidak mendidik sebaiknya dilarang.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Orang mudah tergiur untuk meminjam uang dari platform pinjaman daring (pinjol). Mereka melakukan itu karena melihat tawaran kemudahan dari iklan.
Penerima pinjaman daring selama dua tahun terakhir didominasi kelompok usia kurang dari 35 tahun. Mereka menggunakan dana pinjaman untuk hal-hal konsumtif. Meski bergaji rendah, sifat konsumtif generasi muda menjadikan mereka sasaran utama penyaluran pinjol. Analisis Tim Jurnalisme Data Harian Kompas menemukan, ada peningkatan 5,3 persen jumlah peminjam pinjol yang tidak lancar dan macet di atas 30 hari pada kelompok usia 17 hingga 34 tahun ini (Kompas, 22/11/2023).
Otoritas tentu sudah melakukan berbagai cara agar keberadaan platform memberi kemudahan dan sekaligus memberi perlindungan kepada nasabah pinjaman daring. Mereka juga memberi rambu-rambu soal keamanan dalam bertransaksi di berbagai platform tekfin (teknologi finansial). Akan tetapi, sepertinya berbagai upaya itu belum mencukupi.
Berbagai kasus memperlihatkan bahwa orang dengan penghasilan rendah yang kemudian berhadapan dengan sejumlah masalah finansial langsung tertarik dengan pinjaman daring karena melihat iklan-iklan di berbagai kanal. Sebagian besar iklan pinjaman daring menawarkan kemudahan dan sangat menggiurkan. Beberapa isi iklan itu antara lain kemudahan untuk melakukan peminjaman, kemudahan mendapatkan pinjaman, dan suku bunga yang disebut lebih rendah (dibandingkan platform lain).
Berbeda dengan bank konvensional yang sangat berhati-hati dalam menawarkan pinjaman, semisal dengan penilaian kelayakan penerima pinjaman, pinjaman daring lebih longgar. Celah ini diambil oleh platform dengan mengeksploitasi konten-konten iklan. Apalagi dengan pemasaran digital yang bisa menyasar target dengan lebih akurat, maka iklan-iklan pinjaman daring memang berdampak signifikan terhadap kinerja bisnis mereka.
Tidak mengherankan jika mereka jorjoran mengeluarkan belanja pemasaran. Selama periode Januari-Agustus 2023, rata-rata porsi dana iklan dan pemasaran dari 101 perusahaan fintech lending yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan mencapai 34,7 persen, dengan nilai sedikitnya Rp 1,3 triliun atau Rp 13,2 miliar per perusahaan. Angka ini meningkat 6 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022 yang masih 28,7 persen atau Rp 8,6 miliar per perusahaan. Mereka tentu berharap mendapatkan peminjam dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat.
Melihat permasalahan ini, persoalan literasi adalah persoalan pokok. Masyarakat masih membutuhkan perbaikan literasi dalam persoalan keuangan. Platform seharusnya terlibat lebih dalam lagi untuk memperbaiki pengetahuan masyarakat dalam literasi keuangan. Di sisi lain, isi dari iklan pinjaman daring harus diatur dan dikendalikan. Iklan-iklan yang hanya menawarkan kemudahan dan tidak mendidik masyarakat sebaiknya dilarang.