Kita perlu mengetahui bagaimana rabies menyebar. Program keberhasilan membebaskan kawasan dari rabies harus disimak.
Oleh
SOEHARSONO
·4 menit baca
Sejak 31 Mei 2023, Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan di Nusa Tenggara Timur menetapkan status kejadian luar biasa rabies, setelah seorang warga meninggal karena rabies (Kompas.id, 19/6/2023).
Dua bulan kemudian, selama lima hari (13-18/6/2023) terdapat 146 kasus baru gigitan anjing. Untuk mengendalikan rabies, hingga Sabtu (17/6/2023) dilaporkan 1.003 hewan penular rabies dieliminasi, utamanya anjing tak bertuan dan anjing yang bertuan, tetapi dibiarkan berkeliaran.
Setelah sekitar lima bulan tak terdengar kematian orang karena rabies, secara mengejutkan seorang ibu ditemukan meninggal, di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Senin (6/11/2023). Ia memiliki sejarah digigit anjing.
Kasus rabies di sejumlah daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih berlanjut. Pada periode Januari hingga 26 November 2023, tercatat 29 warga meninggal setelah digigit anjing rabies. Sebanyak 11 di antaranya berasal dari Timor Tengah Selatan (TTS) dan dua lainnya dari daerah tetangga, TTU (Kompas.id, 27/11/2023).
Menyimak data 10 provinsi di Indonesia dengan gigitan anjing tertinggi pada Januari-April 2023, Bali menduduki angka tertinggi (14.827) dan NTT di posisi kedua (3.437).
Porsi yang lebih kecil lagi ada di daratan Pulau Timor. Selagi angka gigitan masih relatif rendah, terbatas di TTS dan TTU, kesempatan baik perlu segera dimanfaatkan agar Timor bebas rabies.
Untuk melangkah ke depan, perlu kita tahu bagaimana rabies menyebar. Keberhasilan membebaskan kawasan dari rabies, baik di luar maupun di dalam negeri, juga harus disimak.
Banyak pencinta anjing kurang memahami bahwa masa inkubasi rabies cukup panjang.
Banyak pencinta anjing kurang memahami bahwa masa inkubasi rabies cukup panjang. Karena rasa sayang, tanpa disadari mereka membawa anjingnya ke daerah tertular. Beberapa minggu atau bulan kemudian, mereka terkejut karena anjingnya jadi agresif, tidak bisa dikendalikan, ingin menyerang hewan lain dan manusia. Begitu umumnya rabies menyebar.
Pelajaran datang dari Kuta Selatan, Bali, yang tertular pada Oktober 2008. Sebenarnya ada kesempatan wilayah itu bebas kembali dalam tempo singkat. Secara geografis wilayah ini dipisahkan dengan bagian utara Bali oleh area sempit sekitar bandar udara.
Setelah rabies menyebar ke utara (2009), cara membebaskan makin rumit karena banyak anjing tidak bertuan dan anjing bertuan, tetapi dibiarkan berkeliaran.
Untuk menangani rabies, dikeluarkan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2009. Perda ini antara lain mengatur pelaksanaan pemusnahan secara selektif dan terarah hewan pembawa rabies yang tak teregistrasi.
Maksudnya, dilakukan eliminasi anjing tidak bertuan di jalanan dan anjing bertuan yang dibiarkan berkeliaran. Sayang sekali perda itu tidak dilaksanakan dengan baik. Pemerintah mengutamakan vaksinasi massal, tetapi rabies masih ada sampai 2023.
Indonesia bisa memproduksi vaksin berbasis kultur sel di Pusat Veterinaria Farma, Surabaya.
Pengalaman keberhasilan
Inggris pada awal 1900-an dan Jepang pada 1952 berhasil bebas dari rabies lewat eliminasi anjing yang berkeliaran di jalan. Setelah bebas, semula Inggris menerapkan karantina enam bulan untuk anjing dan kucing yang mau masuk.
Setelah ditemukan vaksin rabies berbasis kultur sel dan uji serologis deteksi kekebalan (Rapid Fluorescent Focus Inhibition Test/RFFIT), persyaratan memasukkan anjing dan kucing diubah. Hewan peliharaan itu harus mempunyai protective antibody. Lewat cara baru ini, Inggris tetap bebas dari rabies sampai kini.
Sebenarnya Indonesia juga berhasil membebaskan Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan DKI Jakarta dari rabies lewat vaksinasi. Keberhasilan ini dikarenakan populasi anjing tidak bertuan dan anjing bertuan, tetapi diliarkan relatif sedikit. Oleh karena itu, rantai penularan terputus.
Contoh lain, Pulau Nusa Penida di Bali juga berhasil dibebaskan dari rabies (2011), dalam tempo beberapa hari. Di sana, dilakukan melalui eliminasi kelompok anjing seperti disebut di atas.
Indonesia bisa memproduksi vaksin berbasis kultur sel di Pusat Veterinaria Farma, Surabaya. Meski vaksin baru (Neo-Rabivet) dengan label memberikan kekebalan selama tiga tahun, masih diperlukan pengukuran titer antibody di lapangan, secara periodik 3, 6, dan 9 bulan pascavaksinasi. Ini perlu karena beberapa praktisi kesehatan hewan kecil di Bali mengabarkan ada anjing yang telah divaksin, tetapi masih tertular rabies.
Tidak semua laboratorium mampu melakukan RFFIT. Namun, Laboratorium Kesehatan Hewan di Bukittinggi, sebagai laboratorium referensi rabies, bisa melakukannya.
Rabies di Timor masih termasuk baru dengan penyebaran pada dua kabupaten. Apabila pemerintah daerah mau melakukan eliminasi anjing yang berisiko, rabies akan segera dapat dibebaskan. Bersamaan dengan itu, vaksinasi menggunakan vaksin tepercaya digalakkan. Masalah akan makin sulit diatasi jika rabies menyebar ke kabupaten lain di Timor.
Kepadatan anjing di Pulau Timor masih jauh lebih rendah dibandingkan Bali. Karena itu, penanganan rabies akan relatif lebih mudah. Pembatasan kepemilikan anjing dan peraturan agar anjing bisa diikat akan memudahkan pelaksanaan vaksinasi.
Belajar dari penanganan rabies di dalam dan luar negeri, rantai penularan rabies bersumber anjing bisa diputus.