Konferensi Tingkat Tinggi Forum Regional Pasifik (Pacific Island Forum/PIF) di Rarotonga, Kepulauan Cook, pada awal November lalu, memiliki implikasi regional yang luas di kawasan Pasifik dan Asia.
Pertemuan tatap muka pertama pasca-Covid-19 ini berlangsung di tengah kompetisi geopolitik antara Amerika Serikat beserta aliansinya dan China. Keberadaan China beserta kerja sama ekonomi dan keamanan dengan sejumlah negara kepulauan Pasifik dianggap sebagai ancaman terhadap dominasi Barat, khususnya AS dan Australia.
Di pihak lain, negara-negara kepulauan Pasifik terus mendorong agenda regional sebagai alternatif di luar kepentingan geopolitik negara-negara besar itu.
Di antaranya, komitmen untuk mencapai strategi Benua Biru Pasifik 2050, perubahan iklim, zona bebas nuklir dan limbahnya, peningkatan ekonomi berbasis maritim berkelanjutan, penguatan ketahanan terhadap bencana di tingkatan lokal, dan pendanaan regional untuk ketahanan lingkungan.
Bagi negara-negara mitra mereka, seperti Indonesia, KTT PIF menegaskan pentingnya keseimbangan dan solidaritas untuk merespons kebutuhan kawasan Pasifik dan implikasinya terhadap kepentingan negara-negara mitra tersebut.
Pertemuan tatap muka pertama pasca-Covid-19 ini berlangsung di tengah kompetisi geopolitik antara AS beserta aliansinya dan China.
Indonesia di Pasifik
Sebagai mitra dialog PIF sejak 2001, Indonesia menyampaikan sejumlah inisiatif, kerja sama bilateral, dan bantuan pendanaan di kawasan Pasifik.
Pentingnya diversifikasi negara donor menjadikan posisi Indonesia jadi alternatif strategis untuk mendukung peningkatan kesejahteraan dan penguatan kapasitas regional di tengah persoalan perubahan lingkungan.
Kerja sama dan bantuan Indonesia dua tahun belakangan di Pasifik di antaranya pembangunan fasilitas olahraga di Kepulauan Solomon (2022), gugus tugas pengembangan strategi keamanan regional di Bali (2022). Selain itu, juga program pelatihan perikanan untuk Melanesian Spearhead Group (MSG) di Ambon (2022), bantuan kemanusiaan kepada pemerintahan Vanuatu (2023), dan rencana pembangunan pusat pelatihan pertanian regional (2024).
Pemerintah Indonesia juga perlu memfokuskan potensi kerja sama secara berkesinambungan pada persoalan perlindungan dan peningkatan peran perempuan di kawasan Pasifik yang menjadi salah satu isu sentral dalam KTT PIF kemarin.
Pembukaan Indonesia-Pacific Forum for Development, Rabu (7/12/2022), di Badung, Bali.
Namun, peningkatan jumlah bantuan tak serta-merta akan meningkatkan pengaruh dan kepentingan Indonesia di kawasan ini. Dalam satu dekade, Indonesia masih mengutamakan kerja sama bilateral berdasarkan permintaan (demand-driven cooperation) negara-negara kepulauan Pasifik.
Akibatnya, dampak keterlibatan Indonesia masih terbatas pada level negara, bukan kawasan Pasifik secara menyeluruh. Belum terlihat adanya upaya keterlibatan Indonesia dengan sejumlah programnya di tingkatan kelembagaan PIF.
Keberadaan tiga kedutaan besar RI di Papua Niugini, Australia, dan Fiji idealnya mampu melahirkan kerangka kerja sama kelembagaan yang solid bukan hanya di MSG, melainkan juga di PIF.
Selain itu, bantuan teknis dan keuangan dari Indonesia masih bertumpu pada komunikasi antarpejabat pemerintahan, belum banyak menyentuh masyarakat Pasifik, baik di tingkat lembaga nonnegara maupun kelompok akar rumput.
Diperlukan konsistensi mengingat beberapa program dan inisiatif kelembagaan yang diprakarsai kementerian luar negeri, parlemen, dan lembaga nonnegara lain terkait Pasifik tak berjalan berkelanjutan.
Ketiadaan cetak biru kebijakan luar negeri di kawasan Pasifik, keterbatasan dukungan finansial, lemahnya komitmen politik, menguatnya perhatian regional terhadap persoalan HAM di Papua, dan rendahnya literasi terkait Pasifik di Indonesia menjadi sejumlah alasan dari belum efektifnya proyeksi kebijakan luar negeri Indonesia di kawasan Pasifik.
Dalam satu dekade, Indonesia masih mengutamakan kerja sama bilateral berdasarkan permintaan ( demand-driven cooperation) negara-negara kepulauan Pasifik.
Utusan Khusus Papua Barat
KTT PIF juga sejalan dengan pertemuan para pemimpin MSG, akhir Agustus, yang juga menekankan isu-isu regional, seperti perubahan iklim, akses terhadap pendanaan regional, dan stabilitas kawasan.
Secara khusus, isu utama yang jadi perhatian Pemerintah Indonesia adalah status keanggotaan kelompok politik Papua merdeka (United Liberation Movement for West Papua/ULMWP) di MSG dan rekomendasi MSG terkait kunjungan Komite HAM PBB ke Papua.
Penolakan MSG untuk memberikan status keanggotaan penuh kepada ULMWP menjadi pencapaian penting diplomasi Indonesia di tingkat regional.
Namun, persoalan situasi HAM di Papua masih menjadi sorotan utama yang ”menodai” pencapaian diplomasi itu. Sejauh ini, Pemerintah RI masih menolak kehadiran Komite HAM PBB mengingat rentannya pembelokan isu HAM menjadi persoalan politik hak menentukan nasib sendiri oleh sejumlah pihak di Papua.
Selain itu, diplomasi publik Indonesia untuk meredam tekanan internasional terkait situasi HAM di Papua sejauh ini belum efektif. Ini cukup ironis mengingat keanggotaan Indonesia di Dewan HAM PBB satu dekade terakhir.
Utusan khusus Papua yang diprakarsai oleh PIF menjadi sangat penting untuk direspons oleh Pemerintah Indonesia.
Baca juga: Jokowi Tegaskan Komitmen Indonesia Jadikan Pasifik Damai, Stabil, dan Sejahtera
KTT Ke-43 ASEAN di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Kepulauan Cook dan Bangladesh mewakili organisasi mitra ASEAN yakni Forum Kepulauan Pasifik (PIF) dan Asosiasi Lingkar Samudra Hindia (IORA).
Utusan khusus Papua Barat ini bisa menjadi jalan tengah mengingat kuatnya desakan kelompok masyarakat sipil dan kehati-hatian para pemimpin pemerintahan Pasifik serta keberadaan Indonesia sebagai mitra pembangunan strategis di luar negara-negara besar di kawasan Pasifik.
Keterlibatan Indonesia di kawasan Pasifik perlu terus ditingkatkan. Sekalipun begitu, proyeksi kepentingan Indonesia akan terus tersandera apabila kondisi HAM di Papua masih menjadi masalah, ditambah lagi lemahnya diplomasi regional Indonesia untuk meyakinkan komunitas internasional terkait persoalan tersebut.
Hipolitus Wangge, Peneliti Australian National University dan Anggota Forum Academia NTT
Hipolitus Wangge