Bank Dunia menyebut 2022 sebagai tahun ketidakpastian. Kemudian, 2023 disebut sebagai tahun ketimpangan. Bagaimana dengan 2024?
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Perjuangan negara-negara untuk lepas dari dampak buruk belitan pandemi Covid-19 terhadap perekonomian tak mudah. Ada tambahan krisis yang harus dihadapi, antara lain konflik dan kekerasan serta perubahan iklim. Akibatnya, dunia masih sulit untuk pulih seperti sedia kala.
Beban semakin berat saat utang negara membengkak. Perubahan iklim juga berakibat buruk, antara lain panen bahan pangan yang anjlok serta banjir dan longsor yang memaksa penduduk untuk mengungsi. Kondisi ini menambah tekanan bagi warga dunia, terutama warga miskin. Berdasarkan data Bank Dunia, sekitar 700 juta orang—dari sekitar 8 miliar penduduk dunia—dalam kondisi miskin ekstrem atau hidup dengan pengeluaran kurang dari 2,15 dollar AS atau Rp 33.190 per hari.
Harga barang yang naik ditambah kondisi ekonomi yang belum pulih membuat pengeluaran membengkak. Sebagian masyarakat merogoh kocek lebih dalam atau mengikis tabungan demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Sebagian masyarakat berutang guna memenuhi kebutuhan hidup, yang kerap kali salah jalan, yakni meminjam uang ke pinjaman daring ilegal. Adapun masyarakat yang pengeluarannya berkurang selama pandemi karena mengurangi aktivitas bisa menambah investasi. Hal ini yang, antara lain, membuat ketimpangan kian tajam selama pandemi.
Perubahan iklim juga berakibat buruk, antara lain panen bahan pangan yang anjlok serta banjir dan longsor yang memaksa penduduk untuk mengungsi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), rasio gini Indonesia pada Maret 2023 sebesar 0,388 atau tertinggi setidaknya sejak Maret 2020. Rasio gini mendekati satu menunjukkan kondisi ketimpangan pendapatan yang makin sempurna.
rasio gini Indonesia pada Maret 2023 sebesar 0,388 atau tertinggi setidaknya sejak Maret 2020.
Menjelang tahun yang baru, 2024, api harapan siap dinyalakan. Kendati krisis geopolitik di beberapa wilayah dunia tak kunjung usai dan ancaman krisis iklim masih mendera, keinginan untuk menuju perbaikan kondisi ekonomi tetap mesti dipelihara. Namun, kewaspadaan tak boleh ditanggalkan karena apa pun masih bisa terjadi.
Keyakinan dan kewaspadaan itu tak lepas dari proyeksi sejumlah lembaga perihal kondisi perekonomian global 2024. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan perekonomian global tumbuh 2,9 persen pada 2024 atau lebih rendah daripada 2023 yang diproyeksikan 3 persen. Bank Indonesia memperkirakan perekonomian dunia tumbuh 3 persen pada 2023 dan turun menjadi 2,8 persen pada 2024.
Lalu, bagaimana warga dunia menghadapi kondisi ini? Mengutip laman CNBC, tes tekanan terhadap kondisi keuangan rumah tangga dan pribadi bisa dilakukan. Jika pendapatan mendadak berkurang atau anjlok karena pemutusan hubungan kerja, apakah cicilan dan tagihan masih bisa dibayar? Langkah lain adalah menambah dana darurat yang berguna dalam situasi terpaksa, misalnya kehilangan pendapatan secara tiba-tiba.