Satu dekade Jaminan Kesehatan Nasional berjalan di Indonesia. Berbagai manfaat program ini dinikmati masyarakat.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Perjalanan panjang pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) selama sepuluh tahun masih menemui sejumlah tantangan. Selain ancaman defisit anggaran pengelolaan program ini, kualitas layanan bagi peserta juga belum merata.
Dalam sepuluh tahun, angka peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terus naik hingga mencapai 96 persen dari jumlah total penduduk Indonesia. Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menunjukkan, jumlah peserta pada 2014 sebanyak 133,4 juta orang dan meningkat jadi 267,3 juta peserta pada tahun 2023.
Sementara total pemanfaatan JKN meningkat signifikan. Pada 2014 rata-rata total pemanfaatan layanan itu per hari 252.000 pemanfaatan, sedangkan tahun 2023 tercatat 1,6 juta per hari. Akibatnya, biaya kesehatan itu meningkat dari Rp 42,6 triliun pada 2014 menjadi Rp 158,8 triliun pada 2023. (Kompas, 12 Februari 2024)
Sejumlah perbaikan patut diapresiasi. Dengan berbagai inovasi yang dilakukan, kualitas layanan makin baik. Hal ini ditandai dengan lama antrean peserta di fasilitas kesehatan lebih singkat dari enam jam pada awal program menjadi rata-rata sekitar 2,5 jam.
Penerapan digitalisasi juga mempermudah warga mengakses layanan dalam program ini. Melalui aplikasi, para peserta bisa mendapat berbagai informasi JKN, mengubah data, mendaftar layanan di fasilitas kesehatan, konsultasi dokter, hingga mengadukan layanan yang bermasalah.
Ancaman defisit
Dari sisi pendanaan, setelah selalu dinyatakan defisit, dana jaminan kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan dalam kondisi positif. Aset bersih dana jaminan sosial kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan meningkat pesat sejak 2021 dan tercatat 56,51 triliun pada 2022 sehingga bisa mencukupi pembayaran klaim beberapa bulan ke depan.
Memasuki 10 tahun implementasi JKN, perbaikan pengelolaan anggaran dan layanan menjadi keniscayaan.
Namun, layanan program ini menghadapi sejumlah tantangan. Di beberapa daerah, fasilitas kesehatan, peralatan medis, dan tenaga kesehatan masih terbatas. Ketimpangan layanan kesehatan antardaerah ini menyebabkan sebagian peserta JKN sulit mengakses layanan dan harus antre untuk berobat di fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan.
Selain itu keberlanjutan JKN dibayangi ancaman defisit dana pengelolaan program tersebut. Hal ini seiring dengan makin banyaknya peserta memanfaatkan layanan dan perluasan manfaat. Apalagi beban penyakit katastropik, seperti penyakit jantung dan stroke, amat tinggi. Di sisi lain, iuran peserta tak naik dan banyak peserta tak aktif ataupun menunggak membayar iuran.
Untuk itu, memasuki 10 tahun implementasi JKN, perbaikan pengelolaan anggaran dan layanan menjadi keniscayaan. Hal ini untuk mencapai target cakupan kesehatan semesta meliputi kepesertaan, layanan dan manfaat, serta pembiayaan. Dengan demikian, keberlanjutan program ini dalam jangka panjang bisa terjaga.