Kantin Rumah Sakit
Kantin rumah sakit hendaknya menyediakan makanan yang sehat, bahkan kalau mungkin menu diet tertentu.
Siswa-siswi SD di Kendari, Sultra, berbelanja makanan di kantin dekat sekolah tanpa pengawasan ketat, Mei 2022.
Saya pernah membaca dalam ruang ini harapan Dokter pada kantin sekolah. Dokter mengharapkan kantin sekolah merupakan kantin yang bersih, menyediakan makanan yang mendukung tumbuh kembang anak, serta tidak menyediakan makanan yang diawetkan yang tinggi kalori, gula, garam, dan lemak.
Namun, sampai sekarang sebagai ibu dari dua anak yang bersekolah di SD, saya menyaksikan kantin sekolah sama dengan warung di luar sekolah, biasanya dikelola oleh penjaga sekolah, menjual makanan atau camilan yang banyak di jual di pasar, jarang yang dimasak sendiri. Memang, sekolah swasta yang lebih kaya mempunyai kantin sekolah yang bersih, tetapi biasanya kedai makanan disewakan pada penyedia makanan cepat saji yang kita sering sebut junk food.
Saya masih berharap Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kementerian Kesehatan memperhatikan kantin sekolah agar terjadi perubahan. Alangkah anehnya di sekolah kita mengajarkan anak-anak untuk hidup bersih dan mengonsumsi makanan sehat, tetapi di kantin sekolah siswa menjumpai kantin yang kurang bersih dan makanan atau camilan yang tidak sehat.
Baca juga: Kantin dan Makanan di Sekolah
Di sekolah ada usaha kesehatan sekolah (UKS) yang menjaga kesehatan siswa dan lingkungan sekolah. Mungkin UKS perlu membantu kantin sekolah agar dapat menyediakan makanan dan camilan yang mendukung kesehatan siswa kita.
Saya sebenarnya akan lebih menyorot situasi kantin rumah sakit. Sekitar 6 tahun ini saya setiap bulan harus berkonsultasi dengan dokter jantung. Saya dianjurkan mengonsumsi makanan tinggi serat, kurang garam, gula, dan lemak.
Namun, ketika saya lapar dan mengunjungi kantin rumah sakit, amat sulit melaksanakan nasihat dokter tersebut. Kantin rumah sakit dikontrak olah waralaba terkenal dan makanan ataupun minumannya tampaknya disediakan untuk orang sehat. Sulit bagi pasien seperti saya mencari makanan yang lemaknya rendah, tidak manis, dan tidak asin.
Kedai lain menyediakan soto atau ayam yang diolah, pada umumnya digoreng atau dibakar. Jika diperhatikan, masih belum dapat dikatakan merupakan makanan sehat.
Segi lain adalah harga makanan di kantin rumah sakit. Harganya bagi saya mahal. Sekali makan siang dapat sampai Rp 50.000. Dalam sehari-hari saya dapat makan tiga kali dengan uang Rp 50.000.
Saya adalah peserta JKN yang pergi ke rumah sakit dengan angkot dan hidup dari pensiunan yang tak seberapa. Menurut perkiraan saya, pasien rumah sakit yang saya kunjungi hampir 80 persen adalah peserta JKN dan dari kalangan menengah ke bawah.
Rumah sakit menyewakan tempat dengan harga yang mahal dan kurang peduli pada dampaknya, baik terhadap pasien maupun pegawai rumah sakit sendiri.
Mereka tak mampu makan siang di kantin rumah sakit karena mahal. Menurut pemilik kedai mereka terpaksa memasang harga mahal karena biaya sewa tempat yang mahal. Sewaktu jam makan siang saya sering menyaksikan tenaga kesehatan mencari makan di luar rumah sakit. Agak aneh rasanya para perawat yang berpakaian putih bersih makan di kaki lima yang kurang bersih. Mereka terpaksa makan di luar karena makan di kantin rumah sakit termasuk mahal bagi mereka.
Pimpinan rumah sakit tentu sibuk dengan berbagai persoalan pelayanan medis, mungkin kurang waktu untuk memperhatikan kantin rumah sakit dan peduli pada kebutuhan pasien dan pegawainya yang mendambakan makanan yang bersih, sehat dan terjangkau. Apakah Dokter setuju bahwa layanan rumah sakit tidak hanya menyangkut pelayanan medis tetapi juga kantin yang bersih, sehat, dan murah? Terima kasih.
M di J
Saya memahami keluhan Anda. Anda mungkin mewakili kebanyakan pasien yang berobat di rumah sakit. Saya juga percaya bahwa pimpinan rumah sakit selain memperhatikan layanan medis juga memperhatikan lingkungan rumah sakit, parkir, toilet, dan sudah tentu juga kantin rumah sakit.
Sekitar sepuluh tahun lalu saya berkesempatan berkeliling melihat bagaimana pelayanan rumah sakit di negeri tetangga kita. Mereka memang sudah memperhatikan layanan pendukung, seperti komunikasi, transportasi, ATM, serta kantin rumah sakit.
Di Singapore General Hospital, misalnya, mobil hanya boleh menurunkan penumpang, tak boleh parkir. Ruang parkir agak jauh dari rumah sakit dan pasien yang sudah parkir akan diangkut dengan bus atau kendaraan lain ke rumah sakit secara teratur.
Baca juga: Minat Warga Indonesia Berobat ke Luar Negeri Masih Tinggi
Kantin sudah buka sejak pagi dan banyak tenaga kesehatan sebelum bekerja membeli kopi dan roti di kantin rumah sakit. Jenis makanan beragam, tetapi tersedia makanan yang kurang lemak bahkan juga ada resto yang menyediakan makanan vegetarian.
Di rumah sakit Bumrungrad Bangkok tersedia layanan penerjemah berbagai bahasa karena banyak pasien dari luar negeri, terutama dari Timur Tengah. Cukup menarik, rumah sakit Bumrungrad juga menyediakan konter imigrasi untuk memperpanjang visa pasien asing yang sedang dirawat.
Minuman dan camilan
Di ruang tunggu, tersedia layanan minuman, baik air putih, teh, maupun kopi yang gulanya terpisah. Beberapa rumah sakit juga menyediakan camilan. Sekarang saya juga sudah melihat rumah sakit di Jakarta yang menyediakan minuman dan camilan di ruang tunggu mereka.
Juga banyak rumah sakit telah menyediakan Wi-Fi serta tempat charge telepon genggam. Parkir rumah sakit kita pada umumnya penuh. Ini sangat mengganggu, terutama bagi pasien yang mempunyai keterbatasan bergerak atau perlu mendapatkan layanan segera. Memang ada jalan pintas ke ruang gawat darurat, tetapi acapkali jalan pintas tersebut juga tersendat.
Mengenai kantin rumah sakit, saya amat mendukung usul Anda. Kantin rumah sakit hendaknya juga menyediakan makanan yang sehat, bahkan kalau mungkin diet tertentu seperti untuk penyandang diabetes melitus.
Baca juga: Bisnis Rumah Sakit di Indonesia
Sebenarnya terbuka bagi rumah sakit untuk mengembangkan layanan diet khusus ini karena rumah sakit mempunyai dapur dan tenaga pakar gizi. Namun, kebanyakan rumah sakit masih beranggapan kantin rumah sakit adalah usaha dagang yang harus menguntungkan rumah sakit.
Rumah sakit menyewakan tempat dengan harga yang mahal dan kurang peduli pada dampaknya, baik terhadap pasien maupun pegawai rumah sakit sendiri. Sebaiknya tidak semua ruangan kantin disewakan, tetapi rumah sakit perlu punya konter sendiri yang mampu menyediakan makanan yang dibutuhkan pasien ataupun pegawai rumah sakit.
Penyuluhan kesehatan, pencegahan penyakit, diagnosis, serta terapi dan rehabilitasi adalah suatu rangkaian yang berkaitan. Kita semua sudah sepakat untuk mulai menggeser kegiatan yang selama ini lebih menitikberatkan pada terapi dan rehabilitasi kepada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Upaya tersebut perlu didukung lingkungan, termasuk kantin rumah sakit.
Mudah-mudahan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) dan Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (Arsada) memperhatikan keluhan Anda dan dapat mengadakan perubahan sehingga kantin rumah sakit kita dapat memenuhi harapan masyarakat.
Samsuridjal Djauzi, Dokter di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta