Dekonstruksi Stereotip Jender
Minimnya representasi perempuan di bidang STEM berarti kehilangan keberagaman ide dari setengah populasi dunia.
Gerakan kesetaraan jender mendorong perempuan masuk dan berkarier di bidang STEM (science, technology, engineering, mathematics),
Beberapa contoh pekerjaan di bidang STEM adalah insinyur, programmer, dokter, arsitek, dan peneliti ilmu alam. Gerakan ini perlahan mulai membuahkan hasil. Dari tahun 2015 sampai tahun 2023, persentase perempuan di bidang ini secara global meningkat dari 27,6 persen menjadi 29,2 persen.
Di sisi lain, mayoritas laki-laki masih terkungkung oleh stereotip jender dan diarahkan oleh lingkungan sosial untuk bekerja di ranah STEM. Masih sangat sedikit representasi laki-laki di bidang HEED (health care, early education, and domestic) yang dinilai sebagai bidang pekerjaan feminin.
Di Indonesia, jumlah laki-laki yang bekerja sebagai perawat hanya 25 persen, guru TK dan PAUD 2,3 persen, guru SD 28,1 persen, dan psikolog 10 persen.
Minimnya representasi perempuan di bidang STEM berarti kehilangan keberagaman ide dari setengah populasi dunia. Akibatnya, banyak sekali isu perempuan tak terbahas di bidang STEM. Hal itu, misalnya, desain alat keselamatan yang tak berfokus pada kebutuhan perempuan.
Sedikitnya perempuan di bidang STEM juga berkontribusi ke kesenjangan upah jender (gender pay gap) karena bidang STEM secara umum memiliki remunerasi lebih tinggi dibandingkan dengan bidang HEED.
Di bidang HEED, minimnya representasi laki-laki menimbulkan dampak negatif di lapangan. Pada layanan kesehatan mental, minimnya psikolog laki-laki memberikan keterbatasan opsi bagi klien untuk mengakses layanan psikologis.
Sebagian laki-laki lebih memilih berkonsultasi dengan sesama jendernya karena berbagai isu kesehatan mental dapat lebih relevan ketika dibicarakan dengan sesama laki-laki (misalnya isu relasi dan seksualitas).
Minimnya representasi perempuan di bidang STEM berarti kehilangan keberagaman ide dari setengah populasi dunia.
Jumlah guru laki-laki yang sangat sedikit di setiap jenjang pendidikan dasar juga mengakibatkan keterbatasan role model laki-laki dewasa yang positif pada murid. Padahal, anak mulai belajar dan kenal peran jender sejak usia dini.
Pekerjaan di bidang HEED yang diasosiasikan sebagai care work (kerja keperawatan) juga berdampak pada sistem upah di industri ini. Pekerjaan di bidang ini tak dianggap sebagai kerja yang sesungguhnya sehingga dianggap layak dapat upah lebih rendah dibanding di STEM.
Faktor pengaruh
Faktor yang memiliki pengaruh besar dalam menciptakan ketidakseimbangan representasi jender dalam pekerjaan adalah stereotip jender yang sangat kuat di masyarakat.
Stereotip ini mengarahkan preferensi tiap individu untuk memilih jenis pekerjaan yang sesuai dengan jendernya. Bias jender dalam proses perekrutan kerja menyebabkan perempuan kesulitan masuk ke bidang STEM. Dampak lebih jauhnya, perempuan jadi terhambat dan cenderung enggan untuk masuk ke STEM karena bidang ini didominasi laki-laki.
Penelitian menunjukkan, laki-laki cenderung memiliki nilai ”komunal”, seperti fokus untuk merawat orang lain, yang lebih rendah dibandingkan dengan perempuan. Ini mengakibatkan rendahnya minat laki-laki pada pekerjaan HEED. Dalam memilih pekerjaan, laki-laki juga lebih mementingkan status, kompetisi, dan penghasilan lebih besar.
Dampaknya, laki-laki hanya mau melakukan pekerjaan yang dianggap lebih penting untuk masyarakat. Dalam hal ini, STEM dianggap lebih memiliki manfaat besar untuk kehidupan ketimbang HEED. Padahal, keduanya memiliki dampak sama besar terhadap kemanusiaan.
Urgensi dan upaya
Usaha untuk mengejar persentase yang seimbang di setiap bidang kerja dapat memberikan dampak positif, baik langsung maupun tak langsung. Jumlah yang proporsional di setiap bidang bisa membantu mengurangi kesenjangan upah jender, memberikan role model positif terhadap anak, memperluas opsi layanan kesehatan mental untuk klien, dan lain-lain.
Mendorong laki-laki masuk ke HEED artinya juga memberikan ruang yang lebih besar bagi perempuan masuk ke STEM. Secara finansial, mendorong laki-laki masuk ke HEED akan berpotensi meningkatkan standar upah di bidang itu. Kenaikan upah ini juga akan menguntungkan perempuan yang sudah dan akan bekerja di HEED. Selanjutnya, mendemokratisasi laki-laki untuk masuk ke HEED, artinya membentuk dan mendidik laki-laki yang lebih humanis dan peduli terhadap kemanusiaan.
Diharapkan semakin banyak laki-laki yang lebih empatik dan dapat menjadi role model untuk generasi berikutnya. Lebih jauh, kita dapat menciptakan masyarakat dan peradaban yang lebih setara dan tak terkotak-kotakkan oleh kategori yang tak memiliki dasar yang jelas.
Ada tiga cara yang bisa dilakukan untuk mendekonstruksi stereotip jender dan mengurangi segregasi jender pada isu ketenagakerjaan. Pertama, perlu adanya penekanan pada nilai-nilai positif dan kebermanfaatan dari pekerjaan di bidang HEED ataupun kerja-kerja keperawatan secara masif.
Dengan demikian, anggota masyarakat (khususnya laki-laki) dapat melihat bahwa peran dan dampak yang signifikan dari pekerjaan di bidang HEED pada keberfungsian masyarakat.
Masih sangat sedikit representasi laki-laki di bidang HEED ( health care, early education, dan domestic) yang dinilai sebagai bidang pekerjaan feminin.
Kedua, menggunakan nilai-nilai kultural yang dianggap penting di masyarakat sebagai modal untuk mempromosikan pekerjaan. Contoh, masyarakat Jepang, Meksiko, dan China sangat menghargai nilai kepedulian dan membantu orang lain.
Hal ini berpengaruh secara positif terhadap minat dan proporsi laki-laki sebagai guru dan perawat dibanding negara lain.
Ketiga, pemerintah dapat menjalankan program afirmatif, seperti beasiswa spesifik jender untuk program-program yang non-stereotipikal. Misalnya, beasiswa program guru pendidikan dasar untuk laki-laki, program IT untuk perempuan, program psikologi untuk laki-laki, atau program ilmu fisika untuk perempuan.
Dengan mendorong lebih banyak orang yang bekerja di bidang yang tak sesuai dengan stereotip jender, akan muncul role model bagi anak-anak untuk menjadi inspirasi dan mengurangi stigma terhadap pekerjaan di bidang HEED dan STEM. Bahwa perempuan bisa menjadi ilmuwan dan laki-laki bisa menjadi perawat.
Baca juga: Kesetaraan Jender Memerlukan Komitmen Dunia Usaha
Mendekonstruksi stereotip jender pada bidang kerja adalah upaya untuk dapat memberikan keleluasaan bagi setiap individu, apa pun jendernya, untuk bekerja di bidang yang mereka minati tanpa harus terkungkung dan terhambat oleh batas-batas sosial yang ada di masyarakat. Ini juga sebagai penegasan bahwa keberlangsungan dan perkembangan peradaban bisa tercapai tak hanya melalui STEM, tetapi juga HEED.
Cantyo Atindriyo Dannisworo,Fakultas Psikologi Universitas Indonesia